Jakarta (voa-islam.com) Adakah terorisme yang akan
menjadi ancaman masa depan Indonesia? Selama ini dengan sangat luar
biasa BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), secara massive
menggencarkan kampanye pemberantasan terorisme, dan melakukan kebijakan
deradikalisasi secara sistematis di Indonesia.
BNPT yang dipimpin Amsyad Mbai, membuat kambing hitam, kelompok Islam
radikal, dianggap menjadi ancaman yang permanen, dan satu-satunya
ancamana terhadap masa depan Indonesia. Sehingga, melalui berbagai
langkah dan kebijakan yang dijalankannya sekarang ini, BNPT melakukan
deterren (menghilangkan) pengaruh radikalisme, dan terutama dari
kelompok-kelompok militan, yang dinilai membahayakan masa depan
Indonesia.
Pemerintah melalui BNPT dan Densus 88, tak henti-hentinya melakukan
langkah yang sifatnya sistematis, dan melakukan tindakan preventif
menghadapi unsur-unsur dan elemen-elemen yang sekarang dianggap menjadi
ancaman terhadap bangsa dan negara. Belakangan ini, bahkan pihak aparat
keamana telah bertindak repressif, dan tanpa melalui pembuktian yang
dapat dipertanggung-jawabkan menewaskan orang-orang yang dituduh
teroris.
Sesungguhnya atau sejatinya siapa yang menjadi ancaman masa depan Indonesia?
Justru, sejatinya yang menjadi ancaman, semakin menyusutnya ekonomi
Indonesia, dan membengkaknya defisit neraca perdagangan, serta tingkat
utang yang terus menggunung. Banyaknya yang miskin dan tidak memiliki
pekerjaan.Terjadinya kesenjangan yang terus menganga antara yang kaya
dan miskin. Tanpa adanya yang sungguh memutuskan mata rantai kemiskinan
dan kesenjangan yang sudah berlangsung beberapa dekade sejak zamannya
Soeharto.
SEmuanya itu, hanya menggambarkan semakin tidak efektifnya
pemerintahan, terutama ketika menghadapi situasi dan perubahan
lingkungan strategis serta global. Indonesia menjadi tidak lagi
kompetitip, dan kalah menghadapi persaingan global dan regional. Inilah
yang menyebabkan Indonesia terus menghadapi defisit perdagangan di era
pasar bebas sekarang ini.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, perdagangan
internasional yang menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi
menghadapi tantangan berat dengan makin banyaknya perjanjian
perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA). "Harus diakui, FTA
menjadi ancaman serius bagi ekonomi dan masa depan Indonesia," ujarnya
Sebagaimana diakui oleh Agus Marto menyatakan, sekarang ini Indonesia
hanya menjadi tempat barang-barang import, dan tidak mampu
barang-barang Indonesia bersaing di luar negeri, sehingga banyak
perubahaan-perusahaan yang gulung tikar. Adanya FTA membawa konsekuensi
yang sangat buruk bagi Indonesia menjadi pasar empuk bagi
negara-negara lain. "Kuncinya adalah daya saing industri kita lemah,"
katanya.
Pemerintah sudah membuat mega proyek Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan
mengembangkan enam koridor ekonomi, yakni koridor ekonomi Jawa, koridor
ekonomi Sumatera, koridor ekonomi Sulawesi, koridor ekonomi
Kalimantan, koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara, dan koridor ekonomi
Papua-Kepulauan Maluku."
Sayangnya, beberapa proyek dalam MP3EI
tersebut tidak berjalan sesuai rencana. Misalnya, pengembangan kawasan
berikat di beberapa wilayah. "Beberapa proyek tidak jalan karena
pasokan listrik yang kurang, pembebasan lahan sulit, dan beberapa sebab
lain," ucapnya.
Jika proyek-proyek MP3EI tidak bisa selesai
tepat waktu, maka Indonesia akan menghadapi ancaman serius ketika pada
2015 nanti ASEAN Economic Community (AEC) berlaku. "Itu bisa menjadi
ancaman serius ekonomi kita," tegasnya. Indonesia hanya menjadi tempat
jajahan negara-negara maju, tanpa Indonesia mampu berkompetisi terhadap
negara-negara maju secara ekonomi.
AEC merupakan salah satu
butir kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-19
yang diselenggarakan di Bali pada "November 2011. Beberapa poin dalam
AEC adalah single market dan production base yang berarti arus
perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja
terampil, dan modal."
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN) Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida
S. Alisjahbana mengatakan, MP3EI kini menjadi fokus utama pemerintah.
"Program ini kan lebih banyak membangun infrastruktur yang selama ini
menjadi titik lemah ekonomi kita, jadi ini jawaban tepat untuk
mendorong daya saing Indonesia," ujarnya.
Ditengah kekhawatiran
tersebut fakta mengejutkan datang dari World Economic Forum.
Berdasarkan hasil survey mereka, peringkat daya sing Indonesia justru
melemah dengan turun 4 peringkat dan berada di bawah negara-negara
lainnya di ASEAN.
Singapura, Hong Kong, dan Jepang kembali
menempati papan atas dalam peringkat daya saing ekonomi Asia dan dunia.
Menurut survei yang dilakukan World Economic Forum (WEF), Singapura
menempati posisi kedua global setelah Swiss, sama seperti tahun lalu.
Hong Kong naik dua tingkat ke nomor sembilan. Jepang masih berhasil
menempati nomor 10.
Namun, semuanya menjadi titik nadir bagi
Indonesia itu, tak lain, bentuk birokrasi yang korup dan suap yang
merajalela disinyalir menjadi penyebab turunnya daya saing Indonesia
menurut hasil survei yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF). "Ada
perhatian khusus terhadap korupsi dan suap, serta biaya tambahan karena
risiko kejahatan dan kekerasan," demikian bunyi survei World Economic
Forum yang dikutip, Rabu (5/9/2012).
Daya saing Indonesia turun 4
peringkat menjadi posisi 50 di dunia. Indonesia berada di belakang,
Malaysia (25), Brunei Darussalam (28), China (29), serta Thailand (38).
- Birokrasi yang korup dan suap yang merajalela disinyalir menjadi
penyebab turunnya daya saing Indonesia menurut hasil survei yang dirilis
oleh World Economic Forum (WEF).
"Ada perhatian khusus terhadap korupsi dan suap, serta biaya
tambahan karena risiko kejahatan dan kekerasan," demikian bunyi survei
World Economic Forum yang dikutip, Rabu (5/9/2012).
Daya saing
Indonesia turun 4 peringkat menjadi posisi 50 di dunia. Indonesia
berada di belakang, Malaysia (25), Brunei Darussalam (28), China (29),
serta Thailand (38).
Peringkat Indonesia turun antara lain
masalah birokrasi yang kurang menguntungkan untuk bisnis, serta
kejahatan dan kekerasan yang dikatakan masih banyak terjadi.
Meskipun
begitu, WEF menilai kondisi infrastruktur Indonesia terus membaik.
Demikian juga dengan kestabilan makroekonomi yang terus terjadi. Namun
fasilitas kesehatan umum menjadi perhatian WEF terkait daya saing
tersebut.
Hasil survei WEF menyatakan, negara dengan peringkat
daya saing nomor satu di dunia adalah Swiss. Sementara peringkat AS
terus turun dari peringkat 5 ke peringkat 7 tahun ini. Posisi nomor 2
diduduki oleh Singapura, dan diikuti Finlandia, dan Swedia.
Swiss
yang empat tahun berturut-turut menempati posisi teratas, dinilai
memiliki sistem pendidikan paling baik, kemudian perusahaan asal Swiss
juga menganggarkan dana besar untuk bidang riset.
Karena itu BNPT seharusnya memformula kembali pandangannya. Siapa
yang sesungguhnya yang menjadi ancaman bagi masa depan Indonsia?
Terorisme atau birokrasi yang korup? Atau pemimpin partai yang penuh
dengan KKN. Kalau yang mati akibat serangan teroris, jumlahnya tidak
mencapai 100 orang, meskipun mendapat liputan media massa sangat luar
biasa.
Tetapi, akibat birokrasi dan para pemimpin partai yang korup, berapa
puluh juta, rakyat dan bangsa Indonesia akan mati secara perlahah-lahan?
Indonesia yang kaya sumber daya alam, tetapi masih ada 45 juta rakyat
yang hidup dibawah garis kemiskinan? Lalu. Kemana perginya dana APBN
yang jumlahnya Rp 1600 triliun itu?
Infrastruktur jalan masih banyak yang rusak, pelabuhan yang tidak
terawat, gedung sekolah masih banyak yang ambruk, dan betapa banyaknya
terjadi in effesiensi dalam pengelolaan negara.
Mengapa BNPT sibuk dengan teroris? Pabrik narkoba di mana-mana.
Semuanya itu menghancurkan masa depan Indonesia, dan menghilangkan
harapan. Siapa yang menjadi ancaman dan masa depan? Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar