data-config="{'skin':'skins/scmGreen/skin.css','volume':100,'autoplay':true,'shuffle':false,'repeat':1,'placement':'top','showplaylist':false,'playlist':[{'title':'Nurul Musthofa-Ya Dzaljalali Wal Ikram ','url':'http://www.youtube.com/watch?v=_eV6T3hpwEA'},{'title':'Nurul Musthofa-Ya Robbi Sholli Ala Muhammad','url':'http://www.youtube.com/watch?v=2vwjFDiMhv0'}]}" >


Selasa, 31 Juli 2012

Muslim Rohingya dibantai, dipaksa murtad ke Budha, makan daging babi, dan diperkosa.

وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ [البروج : 8]

Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, (QS Al-Buruj/85: 8).
Seorang wanita pengungsi Rohingya menangis sambil menggendong bayinya /Andrew Biraj/Reuters

REPUBLIKA.CO.ID,  LAHORE — Syed Munawar Hasan mengungkapkan keprihatinan yang mendalam atas derita yang dialami Muslim Rohingya di Myanmar.
Pimpinan partai Islam utama di Pakistan, Jamaat Islami (JI) ini, mengatakan, ratusan ribu Muslim Rohingya dibunuh dan disiksa karena menolak untuk meninggalkan agama mereka.
“Komunitas dunia, terutama pemimpin-peminpin Muslim, harusnya melakukan tekanan diplomatik terhadap pemerintah Myanmar untuk menghentikan kekejaman mereka terhadap populasi Muslim dan melindungi hak-hak asasi mereka,” kata dia seperti dilansir The News International, Kamis (26/7).
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika menemui delegasi Muslim Myanmar di Mansoora. Dalam kesempatan itu, para delegasi mengungkapkan segala penderitaan yang dialami warga Muslim Rohingya.
Pimpinan delegasi, Noor Husain Arakani mengatakan, warga Muslim Myanmar dipaksa untuk berpindah agama ke Budha. Jika menolak, maka mereka akan mendapat tindakan brutal.
“Mereka dipaksa untuk memakan daging babi dan minum minuman keras. Kasus pemerkosaan oleh gerombolan gang meningkat. Di beberapa tempat, orang-orang Muslim dibakar hidup-hidup. Mereka bahkan tidak diperbolehkan untuk menggunakan telepon seluler. Faktanya, pemerintah Myanmar ingin membersihkan Myanmar dari populasi Muslim,” tandasnya.
Redaktur: Heri Ruslan

Reporter: Adi Wicaksono/ Kamis, 26 Juli 2012, 16:17 WIB, Karena Mempertahankan Iman, Muslim Rohingya Dibantai

Untuk orang yang memiliki kepedulian (terhadap Muslimin Rohingya)!!.

Pada awal bulanJuni 2012, pemerintah Burma mengumumkan akan memberikan kartu kewarganegaraan (KTP—kartu tanda penduduk) ke orang Rohingya etnis Muslim di Arakan.
Kemarahan orang-orang Buddha banyak disebabkan pengumuman ini karena mereka tahu itu akan mempengaruhi ukuran penyebaran Islam di wilayah ini, maka mereka merancang langkah-langkah untuk menimbulkan kekacauan. Orang-orang Buddha menyerang sebuah bus yang membawa sepuluh ulama Muslim yang kembali dari umrah. Bergabung dalam pembantaian (terhadap 10 ulama Muslim itu) lebih dari 450 Buddhis (orang Budha). Diikatlah dengan sempurna sepuluh ulama itu tangan dan kaki mereka, dan 450 orang Buddha itu mengalahkan mereka  dengan memukuli pakai tongkat sampai mereka (ulama) mati syahid. Orang-orang Buddha itu untuk menemukan pembenaran (menghalalkan perbuatan mereka), kata mereka, mereka melakukannya sebagai balasan atas kehormatan mereka setelah pria muda Muslim memperkosa pemudi Budha dan membunuhnya.
Sikap pemerintah sangat memalukan, diputuskan untuk menangkap 4 Muslim dengan dalih karena dicurigai terlibat dalam masalah gadis itu, dan membiarkan 450 orang Budha itu membunuh tanpa hukuman (apa-apa).
Pada Jumat, Juni 3, 2012 tentara mengepung masjid untuk menekan adanya demonstrasi setelah shalat, dan Muslim dilarang pergi keluar sekaligus.
Di tengah-tengah keluarnya Muslimin dari shalat, orang-orang Budha melemparkan batu ke arah mereka (Muslimin) dan pecahlah bentrokan dahsyat, maka militer memaksakan larangan adanya orang berjalan (pengadaan jam malam).
Tentara menekankan jam malam (larangan adanya orang berjalan) itu (hanya) untuk orang Muslim, sementara itu orang-orang Buddha dibiarkan berbuat kerusakan di bumi.
Orang-orang Buddha berjalan mondar-mandir di lingkungan Islam dengan pedang, tongkat dan pisau, dan  mereka membakar rumah-rumah (Muslimin) dan membunuhi (Muslimin) di depan mata aparat keamanan.
Bukan perkara mudah untuk merenovasi masjid di Myanmar, memerlukan izin yang sangat rumit dan berliku liku….sehingga masjid masjid terbiar rusak sendiri dimakan usia, puluhan tahun tak tersentuh perbaikan karena memang tidak dizinkan , akhirnya rubuh sendiri…Lain lagi masjid yang bmemang terbakar dan sengaja dibakar/ imbalo
Mualailah sejumlah Muslim di Arakan # melarikan diri pada malam hari menyeberangi teluk Benggala ke negara tetangga, dan banyak dari mereka mati di permukaan laut.
Di tengah pengebirian media yang sangat ketat, di sana  ada lebih dari 10 juta Muslimin di Arakan dikenakan proses pemusnahan (pembunuhan) sistematis dan diperkosanya istri-istri (Muslimin) dan dibunuhinya anak-anak Muslimin.
Tuan-tuan, bantulah dalam publikasi dan ambillah pahala penyiaran dan penolongan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ” Siapa yang tidak peduli terhadap urusan kaum Muslimin maka dia tidak termasuk dari mereka”.

Ganasnya Minoritas Kafir terhadap Muslimin.

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ  [آل عمران : 28]

28. janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[192] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu). (Ali Imran: 28).
[192] Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong.
Penjajah Belanda yang beragama Kristen, dan mereka itu adalah minoritas di Nusantara, terbukti telah bercokol mencengkeramkan kuku-kukunya di Nusantara selama 350-an tahun dengan aneka pelanggaran dan pemerkosaan hak-hak sipil. Berapa ribu ulama yang telah dibantai dengan cara diadu domba. Contohnya, di zaman Amangkurat I, pengganti Sultan Agung di Kerajaan Mataram Islam, di Jogjakarta, Amangkurat I mengadakan perjanjian dengan Belanda, lalu para ulama tidak setuju, maka dikumpulkanlah para ulama itu di alun-alun (lapangan) sejumlah 5.000-an ulama, lalu dibantai. Sejarahnya sebagai berikut:
Amangkurat I membantai ribuan ulama
Pembantaian terhadap umat Islam kadang bukan hanya menimpa umat secara umum, namun justru inti umat yang dibantai, yaitu para ulama. Pembantaian yang diarahkan kepada ulama itu di antaranya oleh Amangkurat I, penerus Sultan Agung, raja Mataram Islam di Jawa, tahun 1646.
Peristiwa itu bisa kita simak sebagai berikut:
‘Penyebaran Islam menjadi benar-benar terhambat dan sekaligus merupakan sejarah paling hitam tatkala Amangkurat I mengumpulkan 5000 sampai 6000 orang ulama seluruh Jawa dan membunuhnya seluruhnya secara serentak.’[1]
Masalah ini ditegaskan lagi oleh Sjamsudduha pada halaman lain: ‘Penyebaran Islam pernah mengalami hambatan yang bersifat politis, yaitu adanya pergolakan intern dalam kerajaan-kerajaan Islam. Hambatan yang paling hebat dalam proses penyebaran Islam terjadi ketika Amangkurat I melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap lima sampai enam ribu ulama dan keluarganya. Penyebaran Islam di Jawa mengalami stagnasi untuk beberapa lama karena kehabisan muballigh, dan perasaan takut.’[2]
Dibantainya lima ribu sampai enam ribu ulama itu adalah masalah yang sangat besar. Sumber yang lain menyebutkan:
‘Amangkurat I, juga terkenal dengan nama Amangkurat Tegal Arum atau Tegal Wangi (karena mangkat di tempat tersebut) ialah putera Sultan Agung; naik tahta Mataram (1645) sebagai pengganti ayahnya. Berlainan dengan Sultan Agung yang bijaksana, Amangkurat I pada waktu hidupnya membuat beberapa kesalahan dan sebagai tanda kelemahan ia mengadakan perjanjian perdamaian dengan Kompeni Belanda  (1646). Tindakannnya ini ditentang oleh beberapa golongan, di antaranya para alim ulama, sehingga mereka ini disuruh bunuh.’[3]
Peristiwa besar berupa pembantaian terhadap ribuan ulama  itu tidak terjadi kecuali di belakangnya ada penjajah Belanda yang menyetir Amangkurat I.
Penjajah Belanda itu jumlahnya sedikit, minoritas, tetapi memegang kendali kepemimpinan, terbukti memainkan peran jahatnya terhadap inti umat Islam yaitu membantai ribuan ulama. Kelompok minoritas itu sampai membantai yang mayoritas saja tidak takut, apalagi kejahatan-kejahatan lainnya.
Di Zaman penjajahan menyusu penjajah, zaman merdeka bertingkah
Berikut ini sebagian data kejahatan minoritas kafir penjajah Belanda terhadap umat Islam dalam hal memberi dana sangat besar kepada Kristen dan Katolik, sebaliknya sangat kecil terhadap Islam.
Semenjak masa pemerintah kolonial Belanda, Katolik terutama  Protestan memperoleh dana bantuan yang besar sekali, tidak demi­kian dengan Islam. Sebagai contoh pada tahun 1927 alokasi bantuan  untuk modal dalam rangka pengembangan agama, adalah sebagai  berikut:
Protestan memperoleh      € 31.000.000
Katolik memperoleh          € 10.080.000
Islam memperoleh            €       80.000.[4]
Dana besar dari penjajah Belanda itu digunakan oleh orang  Kristen dan Katolik untuk membangun gedung-gedung, sekolah, rumah  sakit dan sebagainya. Sedang ummat Islam tidak punya uang. Pada  gilirannya, anak-anak orang kafirin itu telah makan sekolahan  sedang anak-anak Muslimin belum, kecuali sedikit, maka ketika  merdeka, orang-orang kafirin Nasrani itu masuk ke pos-pos pemer­intahan di mana-mana. Padahal mereka itu ogah-ogahan untuk merde­ka, lebih enak menyusu pada penjajah sesama kafir. Jadi, yang  berjuang mengorbankan nyawa dan harta untuk melawan penjajah  kafir itu orang Islam, namun ketika merdeka, penyusu Belanda itu justru yang leha-leha duduk di kursi-kursi pemerintahan.
Keadaan itu makin didukung oleh sikap pemerintahan Soekarno  yang  bersama PKI (Partai Komunis Indonesia) mempecundangi ummat  Islam. Senjata ampuh Soekarno dan PKI adalah istilah DI (Darul  Islam) yang harus dihabisi sampai seakar-akarnya. Di situ kafirin  Nasrani bersorak kegirangan karena ummat Islam dikuyo-kuyo  (dipecundangi, disengsarakan). Di masa Soeharto berkuasa 32 tahun  pun ummat Islam dikuyo-kuyo lagi oleh Soharto, Ali Moertopo, Benny Moerdani, Sudomo (sebelum masuk Islam) dengan tunggangan  Golkar. Sampai hanya untuk bicara agama saja harus pakai SIM  (Surat Izin Muballigh). Dan ummat Islam banyak dibantai di mana- mana, di Aceh, Tanjung Priok, Lampung, Haur Koneng Jabar dan sebagainya. Lagi-lagi kafirin Nasrani bersorak sorai.
Mereka yang sorak sorai –selama umat Islam dibantai, dikuyo-kuyo dan didhalimi– itu kini diusulkan oleh Dawam Rahardjo (pembela aliran-aliran sesat yang merusak Islam seperti Ahmadiyah, Lia Eden, Sepilis –sekulerisme, pluralisme agama, dan liberalisme— dan semacamnya) untuk memimpin Departemen Agama. Padahal diadakannya Departemen Agama itu sendiri menurut sejarahnya adalah hadiah bagi umat Islam, karena para ulama dan umat Islam telah berjuang mati-matian untuk meraih kemerdekaan.
Bagaimana kira-kira kalau usulan Dawam Rahardjo itu terlaksana?
Kalau toh penyengsaraan terhadap umat Islam tidak sampai tingkat pembantaian, maka seandainya dari kalangan Kristen memimpin Departemen Agama, lakon nenek moyangnya dalam ideology dan agama, yaitu penjajah Belanda, bisa diterapkan pula. Yaitu dana untuk Nasrani 41 juta Gulden, sedang untuk Islam hanya 80 ribu Gulden saja.
Tidak usah jauh-jauh ke zaman Belanda, di saat pemerintahan Orde Baru pimpinan presiden Soeharto, ketika Benny Moerdani yang Nasrani itu dijadikan Menteri Pertahanan dan Keamanan/ Panglima Angkatan Bersenjata, ternyata ratusan umat Islam dibantai di Tanjung Priok, Jakarta Utara, 12 September 1984. Diperkirakan ratusan Muslimin dibantai, diangkut bertruck-truck entah ke mana dikuburkannya, tak jelas.
Kemudian ketika TB Silalahi dari Nasrani pula dijadikan Menteri Aparatur Negara, makamembuat kebijakan yang mengarah pada pembunuhan madrasah-madrasah sore hari, dengan cara menambah lama bersekolah di sekolah-sekolah umum sampai agak sore, sehingga mengakibatkan rontoknya madrasah-madrasah sore hari. Masih pula ditambah denganmenghapus pengadaan guru-buru negeri untuk sekolah swasta, yang artinya adalah membunuh madrasah-madrasah (swasta) se-Indonesia. Hingga kini setelah tahun 2000 pun dampaknya makin memprihatinkan. Madrasah-madrasah (swasta) mengalami koleps, rata-rata dalam keadaanmegap-megap, karena kekuarangan guru. Untuk seluruh Indonesia diperkirakan butuh 200.000-an guru madrasah, dan khabarnya sampai sekarang kalau Departemen Agama RI mengajukan kepada pemerintah untuk mengadakan tenaga guru itu senantiasa ditolak, kecuali sangat sedikit. Sebaliknya, TB Silalahi walau sudah tak jadi menteri masih aktif dalam kenasraniannya secara nasional, misalnya jadi ketua panitia natalan tingkat nasional, yang mampu menggiring para pejabat Muslim sampai tingkat presiden untuk hadir di upacara bernatalan ria, satu hal yang telah diharamkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) bagi umat Islam. Seakan fatwa MUI itu dianggap angin lalu oleh para pejabat Muslim. Padahal, mereka (pejabat-pejabat Muslim) itu ketika sebelum naik jabatan biasanya mendekat-dekat kepada umat Islam, paling kurang dengan cara hadir di masjid-masjid,guna meraih simpati umat Islam, misalnya. Terkutuklah mereka. Agama dijadikan alat untuk meraih jabatan.
Betapa bedanya antara pejabat yang Muslim dengan yang kafir. Kalau pejabat kafir, sampai sudah tidak menjabat pun masih gigih menjajakan kekafirannya, seperti menjadi panitia upacara nasional kekafiran mereka, dan mampu menggiring pejabat yang masih aktif untuk hadir di acara kekafiran mereka. Sebaliknya, pejabat-pejabat Muslim, ketika masih menjabat saja sudah lupa terhadap Islam dan umat Islam. Justru biasanya mereka ikut-ikutan ke acara-acara kafir. Kemudian setelah mereka tidak punya jabatan lagi, baru sebagian mendekat-dekat lagi ke umat Islam, tetapi sudah tidak ada daya apa-apa, hanya sekadar mengisi waktu menunggu umur. Itu saja sering-sering hanya berfungsi untuk mengendur-ngendurkan perjuangan Islam, dengan alasan persatuan dan kesatuan, misalnya; lalu cenderung ke pluralisme agama, menyamakan semua agama, atau paling tidak ya sekuler. Yang nampak di permukaan biasanya seperti itu, bila kebetulan tidak tersangkut perkara korupsi dan semacamnya yang mengakibatkan sakit atau malahan meninggal sebelum sempat diadili.
Kalau ketika jadi pejabat dikenal galak, atau pelit, atau lebih dari itu justru tukang peras, biasanya ketika pensiun, mereka minggat,  menjauh dari tempat semula. Entah dengan cara membeli tanah di kompleks yang suasananya dianggap aman, atau sekadar ndompleng  ke anak atau menantu, bila perlu. Perkara nasib mereka di akherat seperti apa, itu urusan Allah subhanahu wata’ala terhadap mereka. Kalau di dunia sudah banyak mendhalimi manusia, bahkan agama Allahsubhanahu wata’ala, maka betapa ngerinya. Maka mumpung masih hidup, sebaiknya bertaubat, memperbanyak amal sholih, ikhlas lillahi Ta’ala, agar husnul khotimah.
Kembali kepada sikap Dawam Rahardjo, perlu diingatkan mengenai kegigigihan orang kafir tersebut. Yang telah dikemukakan itu tadi, orang-orang Nasrani sampai sebegitu jauhnya dalam memecundangi Islam dan umat Islam. Padahal mereka itu tidak langsung memegang jabatan yang berkaitan dengan agama Islam. Bagaimana pula seandainya mereka yang Nasrani itu menjadi menteri agama? Tidak jadi menteri agama saja, terbukti pencelakaan terhadap umat Islam sudah sedemikian drastisnya. Lha kok Dawam Rahardjo yang dijuluki sebagai cendekiawan Muslim malahan sama sekali buta terhadap lakon jahat orang Nasrani yang telah ditusukkan kepada umat Islam se-Indonesia, padahal jelas-jelas di depan mata.
Sebaiknya Dawam Rahardjo membuka mata, melihat sejarah, agar ada sedikit gambaran tentang betapa mengenaskannya (memprihatinkannya) kondisi umat Islam akibat disengsarakan oleh kelompok minoritas anti Islam.
Kembali ke kekejaman Belanda (minoritas tapi menjajah) dalam membunuhi umat Islam.Peristiwa Perang Paderi selama 13 tahun (1824-1837M), antara Islam (Salaf)[5] yang dipimpin Imam Bonjol dan kaum adat (Islam tradisional) di Sumatera Barat dicampur tangani Belanda. Belanda memihak kaum adat. Kaum adat berdebat sesamanya. Sebagian kaum adat memihak ke Imam Bonjol, dan sebagian menyerah terhadap Belanda. Lalu Imam Bonjol sendiri ditipu oleh Belanda dengan cara pura-pura akan diadakan perdamaian, namun hanya menipu untuk menangkapnya, kemudian membuangnya ke Betawi, ke Cianjur Jawa Barat, lalu ditahan di Ambon, dipindah ke Menado, dan wafat di sana setelah 10 tahun di Menado, 6 November 1864.[6]
Belum lagi perang Aceh, Belanda dengan dipanas-panasi oleh penasihatnya, Snouck Hurgronje bahwa satu-satunya jalan hanyalah berlaku keras terhadap para ulama dan umat Islam, lalu dibantailah para ulama di Aceh, beserta umat Islam.
Sikap Snouck terhadap Islam, Ulama, dan Muslimin
Fakta sejarah menunjukkan kedustaan Snaouck Hurgronje dan rencana penyamarannya bukan tidak mungkin menunjukkan bahwa masuk Islamnya di Jeddah serta hubungannya dengan orang-orang Aceh di Mekkah al-Mukarramah pun termasuk perbuatan pura-puranya. Namun, dusta tersebut telah memberinya jalan memasuki daerah Aceh, tempat dia akan mengumpulkan informasi-informasi yang dapat memberi saham dalam mewujudkan pemecahan masalah atas daerah Aceh bagi Belanda. Untuk itu Snouck Hurgronje menerima pekerjaan di Batavia.
Di Batavia, dia mulai mengumpulkan informasi tentang pengajaran Islam di sekolah-sekolah Jawa Barat dan Jawa Tengah, serta tentang apa yang dinamakan hierarki keagamaan Islam yang berkali-kali disangkal keberadaannya oleh Snouck Hurgronje. Pada dasarnya, Snouck benar karena di dalam Islam tidak dikenal sistem hierarki sebagaimana dalam  Katolik atau Kristen pada umumnya. Kemudian datang perintah untuknya agar melaksanakan tugas resmi yang telah digambarkan dalam rekomendasi-rekomendasi sebagai sesuatu yang sangat rahasia. Dalam perjalanan mata-matanya itu, orang-orang Aceh, termasuk beberapa ulama, menaruh kepercayaan penuh kepadanya. Mereka memberi sambutan hangat dan menerima kedatangannya. Laporan-laporannya (kepada pemerintah Belanda, pen) berisi kebencian, dendam, pemutarbalikan, dan kebohongan, khususnya terhadap para ulama yang dianggap sebagai kendala penghambat tunduknya daerah Aceh kepada pemerintah Belanda. Para ulama merupakan motor penggerak spitritual masyarakat dalam membela daerah itu sehingga di dalam laporan-laporan spionasenya, para ulama itu berpuluh-puluh kali dijuluki gerombolan ulama. Selain itu, diapun menyampaikan usul kepada pemerintah kolonial untuk menempuh cara politik kekerasan dan penumpasan terhadap para ulama dengan menyatakan:
 “Sesungguhnya musuh utama dan yang giat adalah para ulama dan para petualang yang menyusun gerombolan-gerombolan yang kuat. Sekalipun jumlah mereka sedikit dan tumbuh di antara lapisan-lapisan masyarakat yang bermacam-macam, mereka mendapat tambahan dari sebagian penduduk dan pemimpin-pemimpinnya. Tidak mungkin akan diperoleh manfaat dalam perundingan dengan partai musuh ini karena akidah dan kepentingan pribadi mereka mengharuskan mereka untuk tidak tunduk, kecuali dengan penggunaan kekerasan terhadap mereka. Sesungguhnya persyaratan yang paling mendasar untuk mengembalikan peraturan di daerah Aceh haruslah mengkaunter para ulama dengan kekerasan sehingga ‘ketakutan’ menjadi faktor yang menghalangi orang-orang Aceh untuk bergabung dengan pemimpin-pemimpin gerombolan agar terhindar dari bahaya. Menurut pendapat saya, mesti dipersiapkan rencana mata-mata yang efektif dan terorganisasi untuk memata-matai Tuanku Kuta Karang (pemimpin ulama pada tahun 1892) dan gerombolannya. Pasti akan ada hasil awalnya. Biarpun saya tidak mampu menjelaskan seluruh rinciannya, namun saya berani berkata bahwa pekerjaan mata-mata itu adalah suatu kemungkinan.”[7]
Demikianlah faktanya. Snouck telah melibatkan dirinya untuk kepentingan penjajahan dengan bukti pernyataan dan laporannya kepada Jendral Van Houts untuk memerangi kaum muslimin di seluruh wilayah jajahan Belanda. Dengan kata lain ia mengusulkan untuk menggunakan kekerasan dalam menumpas kaum muslimin. Karena itu Jendral tadi mendapat julukan “pedang Snouck yang ampuh” karena keberhasilannya dalam memerangi umat Islam.
Di samping itu Snouck Hurgronye juga banyak membantu dalam pembinaan kader missionaris Belanda dan membuka sekolahan untuk mengkristenkan muslimin di seluruh wilayah jajahannya.
Terdapat fakta lain pula bahwa seorang tokoh missionaris kondang dan sangat disegani di kalangan kaum orientalis yang bernama Hendrick Kraemer adalah murid Snouck Hurgronje, dari tahun 1921 hingga tahun 1935. Hubungan di antara guru dan murid terus berkesinambungan tanpa putus. Snouck Hurgronje wafat pada tahun 1936.[8]
Dr Van Koningsveled  berkata: “Tidak terputus surat menyurat antara Snouck Hurgronje dan muridnya, Hendrik Kraemer, misisionaris terkenal dan berpengaruh dalam lingkungan  aktivis kristenisasi dari tahun 1921 sampai dengan 1935. Menurut penjelasan Boland, buku Hendrik Kraemer, Misi Kristen di Dunia Non Kristen[9]  mengungkapkan dengan jelas bahwa orang-orang Kristen mempunyai rencana untuk mengkristenkan dunia, khususnya IndonesiaMereka bertujuan menundukkan dunia Islam.[10] Bahkan, Kreamer membandingkan Islam dengan Nazi.[11]
Zaman merdeka, minoritas pun membantai umat Islam
Bahkan di zaman merdeka dan setelah tahun 2000 pun Indonesia yang mayoritas Muslim ini, kaum minoritas membantai umat Islam di Poso Sulawesi, juga di Ambon. Tibo, otak pembantaian terhadap umat Islam di Poso, dikabarakan mengaku didoakan oleh gereja ketika mau melakukan pembantaian itu.[12]  Majalah Sabili No 22, Th XIII, 18 Mei 2006/ 20 Rabi’ul Akhir 1427H memberitakan sebagai berikut:
Gereja acap kali disebut-sebut dalam berbagai kerusuhan di tanah air. Keterlibatan gereja pula yang disebut tervonis mati Tibo baru-baru ini.
Menjelang eksekusi mati, panglima pasukan Merah saat konflik Poso berkecamuk beberapa waktu lalu ini, mengungkap keterlibatan Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST). GKST pimpinan pendeta Damanik yang berpusat di Tentena ini, menurut Tibo terlibat dalam pembantaian umat Islam Poso.
Menurut Tibo, (pihak gereja) GKST memberikan dukungan moril dan lainnya kepada pasukan Merah yang hendak menyerang kaum Muslimin Poso. Bahkan, lanjut Tibo, para pendeta mendoakan mereka dengan upacara ala Kristen di Gereja tersebut.
Hasilnya? Sebuah tragedy kemanusiaan yang di luar batas kewajaran manusia. Pembantaian dan penganiayaan terhadap umat Islam secara biadab telah dilakukan pasukan Merah. Fakta ini terungkap dari keterangan sejumlah saksi saat persidangan Tibo beberapa waktu yang lalu.
Kesadisan pasukan Kelelawar pimpinan Tibo terhadap kaum Muslimin terungkap di persidangan. Menurut salah satu saksi, pembina pesantren Walisongo Poso, Ustadz Ilham, ia melihat rekannya dibacok pasukan Merah pimpinan Tibo, sebelum ia nekad loncat dari mobil dan meloloskan diri.
Sebelumnya,  Ustadz Ilham bersama 28 orang lainnya disuruh buka baju. Selanjutnya tangan diikat satu persatu dengan sabut kelapa, tali nilon dan kabel. Kemudian digiring lewat hutan tembus desa Lempomawu. Rombongan Ustadz Ilham berjalan ke desa Ranononco dan ditampung di sebuah baruga.
Di sanalah mereka disiksa dalam keadaan berbanjar dua barisan. Selanjutnya ikatan tangan ditambah sampai bersusun tiga. Badan Ustadz Ilham diiris, ditendang dan dipukul dengan berbagai alat. Tak puas dengan itu, mereka menyirami umat Islam dengan air panas selama dua jam.
Kebringasan pasukan Merah itu juga diungkap saksi lainnya, Tuminah. Menurut kesaksian Tuminah, pasukan Merah mengikat mereka dengan tali dan memisahkan antara laki-laki dan perempuan. Di bilik sebuah sekolah, Dominggus meminta para Muslimah melepas bajunya dan disuruh berputar-putar di depannya.
Jauh sebelumnya, keterlibatan Gereja juga disebut-sebut saat penyerangan kaum Kristen terhadap umat Islam Maluku di akhir tahun 1999. Sehari setelah Natal, Ahad (26/12 1999), dengan amat tiba-tiba, massa Kristen menyerang dan membantai kaum Muslimin di Kecamatan Tobelo, Maluku Utara.
Seorang saksi menceritakan, pembantaian yang menyayat hati umat Islam tersebut. Menurut ceritanya, sebelum penyerangan biadab itu terdengar suara lonceng Gereja saling bersahutan serta suara gaduh tiang listrik, bak pertanda kesiapan untuk menyerang.
Seketika, massa Kristen yang membawa berbagai senjata tajam sudah mengepung dan membombardir Masjid Jami’ tempat berlindungnya ribuan kaum Muslimin. Masjid Jami’pun diguyur bensin dan dengan cepat api menjilat tembok-temboknya.
Jerit tangis anak-anak kecil bayi yang kepanasan dan istighfar para Muslimah terdengar bersahut-sahutan. Yang mencoba keluar masjid langsung dibantai. Kurang lebih 750 orang kaum Muslimin yang berada di dalam masjid tersebut terbakar hidup-hidup, hingga mengeluarkan aroma daging terbakar.[13]
Sejumlah pihak pun mensinyalir keterlibatan Gereja di sejumlah daerah konflik lainnya. Sebut misalnya, kerusuhan Timor Timur (saat masih masuk wilayah Indonesia). Ketika itu, kepala Kanwil Departemen Agama di Timor Timur seorang Katolik. Ternyata karyawannya yang beragama Islam, hanya mau berkhutbah Jum’at di masjid saja dilarang oleh Kakanwilnya yang Katolik itu.Pengakuan karyawan Kanwil Departemen Agama Timor Timur bahwa dirinya dilarang oleh Kakanwilnya untuk berkhutbah di masjid itu penulis dengar langsung ketika penulis bersama rombongan wartawan Islam dari Jakarta berada di Dilly Timor Timur, waktu masih jadi wilayahIndonesia. Nah, kalau menteri agamanya dari Katolik atau Kristen, jenis-jenis pembantaian terhadap umat Islam dan pelarangan-pelarangan khutbah di masjid-masjid bagi karyawan Departemen Agama, apakah tidak dilancarkan, bahkan digalakkan? Dawam Rahardjo perlu berpikir ulang, kalau memang masih mengaku Muslim, atau berpikiran obyektif.
Tirani minoritas
Apakah itu tidak pernah terdengar di telinga seorang professor yang menyandang gelar cendekiawan Muslim seperti Dawam Rahardjo? Sedang tidur di mana dia? Selain itu, apakah tidak pernah mendengar bahwa dalam perpolitikan di Indonesia selama masa Orde baru di bawah rezim Soeharto, dalam tempo 25 tahun dari 32 tahun kekuasaannya sering diistilahkan adanyatirani minoritas, lantaran kebijakan Soeharto mengikuti pihak minoritas dengan CSIS-nya dan di bidang kekuasaan adalah Benny Murdani-nya? Kemudian setelah ada kerenggangan antara Benny dan Soeharto, lantas terjadilah aneka kerusuhan di daerah-daerah Indonesia bagian timur yang di sana campur antara Muslim dan Kristiani, maka umat Islam dibantai, dibakari rumahnya, tokonya, dan bahkan masjid-masjidnya seperti yang terjadi di Timor Timur, Flores dan lainnya. Apakah Dawam tak pernah dengar? Bagaimana ketika pegawai Departemen Agama saja tidak boleh khutbah di masjid oleh atasannya ketika atasannya orang Katolik seperti yang terjadi di Timor Timur, padahal secara penduduk Indonesia, Katolik adalah minoritas. Apakah Dawam tak pernah dengar? Bagaimana misalnya menteri agamanya itu orang Kristen, lalu melarang pegawai Departemen Agama berkhutbah di masjid, sebagaimana Kepala Kanwil Depag Timor Timur waktu masih jadi wilayah Indonesia melarang pegawainya berkhutbah di masjid yang sudah ada, bahkan untuk didirikan musholla saja sulit di sana? Masih banyak lagi tentunya.
 Bukan hanya di wilayah yang banyak orang Kristennya. Di zaman Soeharto, saat berlangsung tirani minoritas, maka pencekalan terhadap khotib-khotib dan muballigh pun berlangsung, hingga ada istilah SIM (Surat Izin Muballigh). Daftar apa yang disebut muballigh-muballigh ekstrim pun beredar. Hingga muballigh digagalkan untuk berkhutbah hari raya seperti Pak Dr Deliar Noer yang digagalkan hingga masuk berita di Koran pun, Dawam tentunya dengar. Kenapa? Karena umat Islam dikuyo-kuyo oleh kebijakan yang memihak pada minoritas Kristen.
Nah, sekarang ini, rupanya Dawam justru menjadikan dirinya rela, suka ria, menjadi orang yang tidak perlu ditekan-tekan oleh minoritas Kristen, justru mencadangkan diri untuk di bagian depan sebagai orang yang rela untuk ditepuki oleh orang Kristen. Makin ramai tepuk sorak orang Kristen, makin bersemangatlah Dawam. Padahal, nanti kalau meninggal dunia, Pak Dawam apakah akan dirumat oleh orang Kristen? Apakah yang memandikan, mengkafani, mensholati, dan memasukkan ke liang kubur nanti diharapkan dari orang-orang Kristen? Dan misalnya masih percaya terhadap doa, apakah lebih baik yang mendoakan mayat Dawam nanti orang Kristen dengan nyanyian-nyanyian kemusyrikannya?
 Kalau Dawam Rahardjo istiqomah dengan pendapatnya, maka logika yang dapat dipetik: Lebih baik nanti yang merawat jenazah saya adalah dari pihak yang minoritas, misalnya Kristen. Karena mereka yang minoritas itu nanti tidak akan berani sewenang-wenang terhadap jasad saya. Berbeda dengan kalau yang merawat sampai menguburkan jasad saya itu dari pihak yang mayoritas, yakni kaum Muslimin, mereka pasti akan berbuat sewenang-wenang, karena merasa mayoritas, dan tidak dapat dikontrol dalam hal merawat jasad saya. Jadi saya lebih memilih untuk dirawat oleh orang Kristen dari proses perawatan jenazah saya sampai penguburannya. Kalau dapat, justru yang paling minoritas, yaitu orang yang tidak beragamalah yang harus merawat sampai menguburkan jenazah saya. Karena kalau yang paling minoritas, maka tidak mungkin akan berani untuk berbuat sewenang-wenang terhadap jasad saya. Berbeda dengan kalau yang mayoritas. Jadi saya lebih memilih untuk dirawat jenazah saya  oleh orang yang tidak beragama, daripada yang beragama.”  Itu logika yang pas dari ungkapan-ungkapan Dawam Rahardjo yang telah terlontar sebelumnya, bila dirangkaikan dengan kematiannya, kapan-kapan. (haji).

[1] Sjamsudduha, Penyebaran dan Perkembangan Islam- Katolik- Protestan di Indonesia, Usaha Nasional,Surabaya, 1987, halaman 119.
[2] Ibid, halaman 167.
[3] Prof. Mr, AG. Pringgodigdo –Hassan Shadily MA, Ensiklopedi Umum, Penerbit Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1977, halaman 45.
[4] Sjamsudduha, Penyebaran dan Perkembangan Islam – Katolik- Protestan di Indonesia,_Usaha  Nasional Indonesia, cet II, 1987, hal 129.
[5] Sebelum Imam Bonjol datang dari Makkah, sudah berlangsung pemurnian Islam di Minangkabau menjelang akhir abad 18, dengan dibereskannya tarikat-tarikat Syatariyah dan sebagainya ke arah lebih mengikuti syara’. Lalu datanglah Imam Bonjol dan tokoh-tokoh yang baru pulang dari Makkah dan mengikuti manhaj salaf, sesuai dengan Islam yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diwarisi para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in dan diteruskan ilmunya serta penyebarannya oleh para ulama. Kaum Padri (pimpinan Imam Bonjol) itu mengganti penghulu-penghulu adat dengan qodhi (hakim agama) dan imam. Dengan ini, Imam Bonjol dan jama’ahnya mengubah system social adat. Tapi ini hanya berlangsung 3 tahun. (Sistem Imam Bonjol tentunya system Islam, hukum waris ya cara Islam. Sayangnya, hanya berlangsung 3 tahun, kembali ke adat lagi. Sampai  buku ini ditulis, tahun 2006, walaupun masyarakat Sumatera Barat atau Minangkabau itu beragama Islam, tetapi dalam hal warisan harta orang yang meninggal dunia, memakai cara adat, khabarnya, tidak memakai hukum Islam).
Sesudah 3 tahun itu imam tetap ada, tetapi yang berkuasa adalah penghulu adat, bukan imam.  Tahun 1827, Belanda mulai ikut-ikutan campur tangan. Imam Bonjol mengajak para penghulu adat untuk menentukan sikap. Tetapi para penghulu adat berdebat  sesamanya, ada yang mau perang, ada yang mau menyerah. Imam Bonjol akhirnya pergi – dia tidak kuasa…
Lalu Belanda menipu Imam Bonjol dengan liciknya, yaitu diajak berunding, tetapi ditangkap, 29 Oktober 1837, lalu diasingkan. Mula-mula di Bukittinggi, lalu Cianjur, Ambon, dan Manado. (Lihat Leksikon Islam,Pustaka Azet Perkasa, Jakarta 1988, jilid 2, halaman 561).
[6] (lihat Ensiklopedi Umum, Pringgodigdo, 1977, halaman 444).
[7] K. Van de Maaten, Snouck Hurgronje en de Atjeh Oorlog, Leiden, 1948, hal 95, dikutip Dr Qasim Assamurai, Al-Istisyraqu bainal Maudhu’iyati wal Ifti’aliyah, terjemahan Prof. Dr Syuhudi Isma’il dkk, Bukti-bukti Kebohongan Orientalis, GIP, Jakarta, cetakan pertama 1417H/ 1996M, hal  158.
[8] Dr Ahmad Abdul Hamid Ghurab, ru’yah Islamiyyah lil Istisyraq, terjemahan AM Basalamah, Menyingkap Tabir Orientalisme, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta,  I, 1992,  hal 97-98.
[9] Hendrik Kraemer, the Crisitian Message in a non-Christian World, London, 1938, edisi kedua, 1947.
[10] B.J Boland, the Strugle of Islam in Modern Indonesia’s  Gravenhage, 1970, hal 236, dikutip Qasim Assamurai hal 164.
[11] Kraemer, op cit, hal 353, bandingkan Boland,  op cit,  hal 240, no 146, dikutip Qasim, ibid, hal 164.
[12] To:insistnet@yahoogroups.com
            From:”Syahril” <Syahril_CW@cni.co.id  Add to Address Book
            Date:Wed, 12 Apr 2006 17:43:32 +0700
            Subject:[INSISTS] Fw: Tibo pahlawan HAM?
 dr  milis sebelah..,
 nc
 —– Original Message —–
 Sent: Wednesday, April 12, 2006 9:35 AM
 Subject: Re: Tibo pahlawan HAM?
 Saya juga sungguh bingung dan geram dengan perkembangan kasus Tibo yang  semakin tidak jelas dan menjauh dari konteks.
 Saya melihat media, baik media cetak maupun elektronik berperan sangat besar  dalam membuat kasus tibo menjauh dari substansinya.
Sebagian besar media jelas sekali menutup mata dan tidak mau peduli  atas  fakta-fakta yang menunjukan bahwa “trio pembantai” ini — Tibo, Da Silva,  dan Marianus Riwu, jelas-jelas terlibat dalam pembantaian ratusan Santri di  Poso, mereka bertiga bahkan berperan sebagai pimpinan dari pasukan kelelawar  hitam, pasukan kelompok merah yang memobilisasi pembantaian terhadap ratusan  santri di Poso.
Membaca artikel Kompas beberapa hari lalu, saya sungguh geram dan bingung. Bagaimana  tidak ? dalam artikel itu,Tibo dikesankan sebagai seorang yang  religius dan tak berdosa, sang wartawan sama sekali tidak menyentuh peran  Tibo dalam kasus Pembantaian di Poso. Reaksi dari sebagian kecil masyarakat yang meminta pembatalan hukuman mati  terhadap Tibo Cs, diexpose secara besar-besaran baik di Koran maupun TV,  sementara reaksi dukungan masyarakat agar Tibo segera dieksekusi sama sekali  tak ditayangkan. Apakah seperti yang namanya Cover Both sides?  Media juga terlihat menerapkan diskriminasi dan standar ganda dalam  memberitakan Kasus Tibo Cs, dan Amrozi Cs.
Standar Ganda dan diskriminasi dalam melihat permasalahan hukum  ternyata  juga diterapkan oleh “para aktivis kemanusiaan” dan para pakar hukum di  negeri ini.Mereka — aktivis manusia dan praktisi hukum– seperti kebakaran jenggot  ketika ditetapkannya keputusan agar Tibo Cs dieksekusi mati, belasan artikel  mereka tulis di koran-koran tentang penentangan pelaksanaan hukuman Mati di  negeri ini, mereka bilang Hukuman Mati adalah warisan dari Zaman Jahiliah,  tetapi kemana suara mereka ketika keputusan hukuman mati dijatuhkan kepada  Imam Samudra Cs???
 Sungguh semua hal di negeri ini sudah terbolak-balik, bahkan kepada media,  aktivis kemanusiaan, dan para pakar hukumpun saya sudah tak percaya lagi.
Banyak contoh dan fakta bahwa Media sering berat sebelah dalam memberitakan  sesuatu, banyak fakta juga yang menunjukan kapan para aktivis kemanusiaan  akan berteriak keras dan kapan mereka akan bungkam seribu bahasa. Hal yang  sama juga terjadi pada para pakar hukum.
Di negeri ini semuanya Anomali, Jika Mayoritas Islam yang jadi korban itu  bukan masalah, media diam, aktivis kemanusiaan bungkam, pakar hukum tutup  mulut, tetapi jika Minoritas sedikit saja jadi korban, maka media akan   bersuara kencang, aktivis kemanusiaan akan berteriak keras : Ini melanggar  HAM!, sementara para aktivis hukum akan bertindak layaknya pahlawan pembela  kebenaran, Hahahhaaa
 Sungguh dagelan seperti ini memilukan buat saya..
.
(nahimunkar.com)

Senin, 30 Juli 2012

10 Alasan Wanita Enggan Berjilbab.

Sepuluh alasan wanita enggan berjilbab adalah:
1. Jilbab tidak menarik. Jawabnya seorang wanita muslimah harus sudi menerima kebenaran agama Islam, dan tidak mempermasalahkan senang atau tidak senang. Sebab rasa senangnya itu diukur dengan barometer hawa nafsu yang menguasai dirinya.
2. Takut durhaka kepada orang tuanya yang melarangnya berpakaian jilbab. Jawabnya adalah Rasulullah SAW telah mengatakan agar tidak mematuhi seorang makhluk dalam durhaka kepada-Nya.
3. Tidak bisa membeli pakaian yang banyak memerlukan kain. Jawabannya, orang yang mengatakan alasan seperti itu adalah karena (pertama) ia benar-benar sangat miskin sehingga tidak mampu membeli pakaian Islami. Atau (kedua) karena dia Cuma alasan saja, sebab ia lebih menyukai pakaian yang bugil sehingga tampak lekuk tubuhnya atau paha mulusnya bisa kelihatan orang.
4. Karena merasa gerah dan panas. Jawabannya, wanita muslimah di Arab yang udaranya lebih panas saja mampu mengenakan pakaian Islami, mengapa di negara lainnya tidak? Dan orang yang merasa gerah dan panas mengenakan pakaian Islami, mereka tidak menyadari tentang panasnya api neraka bagi orang yang membuka aurat. Syetan telah telah menggelincirkan, sehingga mereka terasa bebas dari panasnya dunia, tetapi mengantarkannya kepada panas api neraka.
5. Takut tidak istiqamah. Mereka melihat contoh wanita muslimah yang kurang baik ‘Buat apa mengenakan jilbab sementara, Cuma pertama saja rajin, nanti juga dilepas’. Jawabannya adalah mereka mengambil sample (contoh) yang tidak cocok, bukan wanita yang ideal (yang istiqamah) menjalankannya. Ia mengatakan hanya untuk menyelamatkan dirinya. Dan ia tidak mau mengenakan jilbab karena takut tidak istiqamah. Kalau saja semua orang berfikir demikian, tentunya mereka akan meninggalkan agama secara keseluruhan. Orang tidak akan shalat sama sekali karena takut tidak istiqamah, begitu pula puasa dan ibadah lainnya.
6. Takut tidak laku kawin, jadi selama ia belum menikah, maka ia tidak mengenakan jilbab. Jawabannya, adalah ucapan itu sebenarnya tidak sebenarnya. Justru berakibat buruk pada dirinya sendiri. Sesungguhnya perkawinan adalah nikmat dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki. Sebagian besar orang audah meyakini bahwa jodoh di tangan Tuhan. Betapa banyak gadis yang berjlbab dan menutup aurat dalam berbusana tetapi lebih cepat mendapatkan jodoh dibandingkan mereka yang berpakaian seksi. Karena wanita yang menyukai pakaian seksi akan dijadikan permainan bagi laki-laki iseng. Gadis-gadis berpakaian seksi dipandang sebagai gadis murahan. Sesungguhnya suami-suami yang menyukai wanita-wanita yang berpakaian ‘berani’, setengah bugil atau beneran, membuka aurat dan bermaksiat kepada Allah adalah bukan tipe suami yang baik, yang shalih dan berjiwa besar. Ia tidak punya rasa cemburu sama sekali terhadap larangan-larangan Allah dan tidak dapat memberikan pertolongan kepada isterinya kelak. Jadi jika wanita yang menyukai pakaian seksi atau melepaskan jilbab dengan tujuan mendapatkan jodoh yang baik, maka hal itu sungguh merupakan suatu kebodohan.
7. Menampakkan anugerah tubuh yang indah atau ingin menghargai kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya. Jawabnya menghargai atau bersyukur itu dengan porsi yang benar. Bersyukur itu dengan mengahrgai perintah-Nya, yakni menjaga aurat, bukan dengan mengobralnya.
8. Belum mendapat hidayah, jilbab itu ibadah. Jika Allah memberi hidayah, pasti kami akan mengenakannya. Jawabnya, Allah menciptakan segala sesuatu itu ada sebab-sebabnya. Misalnya orang yang sakit jika ingin sembuh hendaknya menempuh sebab-sebab bagi kesembuhannya. Adapun sebab yang harus ditempuh adalah berikhtiar dan berobat. Sebab orang kenyang karena makan, dsb. Maka demikian pula orang yang ingin mendapatkan hidayah itu harus menempuh sebab-sebab datangnya hidayah yakni dengan mematuhi perintah-Nya mengenakan jilbab.
9. Belum waktunya. Sebagian ada yang berkata bahwa mengenakan jilbab itu harus tepat waktunya, misalnya karena masih anak-anak atau masih remaja. Ada yang akan mengenakannya jika sudah tua. Atau jika sudah menunaikan ibadah haji. Jawabnya adalah alasan mengulur-ulur waktu itu hanyalah sebagai sekedar dalil pembenaran saja. Itu sama artinya dengan orang yang menunda-nunda shalat, menunggu sampai ia berusia tua. Apakah kita tahu kapan kita akan meninggal dunia? Sedangkan mati itu tidak mengenal usia, tua maupun muda.
10. Tidak mau dianggap sebagai orang yang mengikuti golongan tertentu. Jawabannya, bahwa anggapan ini karena dangkalnya pemahaman terhadap Islam atau karena dibuat-buat untuk menutupi diri agar tidak dituduh melanggar syari’at. Sesungguhnya di dalam Islam itu hanya ada dua golongan, yaitu golongan Hizbullah, golongan yang senantiasa menaati perintah Allah dan golongan Hizbus Syaithan, yakni golongan yang melanggar perintah Allah.
*Sumber:
http://arrahmah.com/index.php/forum/viewthread/3699/P0/

Perjuangan Seorang Ibu…

Malam begitu sepi…setelah aku selesai mengeprint revisi KMM ku, aku coba membuka file-file fotoku beberapa bulan yang lalu. Dan aku  menemukan foto seorang ibu yang berada di daerah Kemuning. Di postingan sebelumnya aku sudah menceritakan  sedikit tentang ayah dan sekarang giliran ku ceritakan kehidupan ibu… ketika aku melihat foto diatas aku jadi teringat dengan ibu. Sekilas bisa dilihat foto di atas adalah seorang ibu yang mencari daun jati entah itu buat apa hujan yang sangat deras pun tidak dipedulikannya, mungkin daun itu untuk dijual dan hasil penjualannya untuk kehidupan sehari-hari…
Em…..menceritakan perjuangan seorang ibu itu tidak ada habisnya. Ketika kita masih dikandungan betapa hati-hatinya ibu menjaga kita, saat kita lahir ibu mempertaruhkan nyawanya demi kita, saat kita bayi ibu merawat kita dengan kasih sayangnya mungkin ibu tidak tidur karena setiap malam harus bangun mendengar tangisan kita yang mungkin ngompol atau haus, kita dirawat dengan penuh cinta sampai dewasa apapun beliau lakukan demi kita. Beliau tidak pernah lelah untuk merawat kita, berusaha untuk memberikan apa yang kita inginkan tanpa menghiraukan kebutuhan beliau sendiri…
Tapi setelah kita dewasa apa yang sudah kita lakukan pada beliau, kadang-kadang kita sering membantah, tidak menuruti kata-katanya, kalau disuruh selalu mengelak dan banyak alasan. Itukah balasan untuk seorang pahlawan yang telah membesarkan kita????? (sungguh ironis)
Di dalam Al Qur’an banyak ayat yang menjelaskan mengenai berbakti kepada orang tua terutama pada ibu
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya, ibu telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu” (Qs. Luqman : 14)
Ayat diatas sangat jelas perjuangan ibu ketika hamil.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak meraka dan ucapkanlah kepada meraka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah , ‘Wahai Tuhanku kasihanilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidik aku waktu kecil’ ” (QS. Al-Isra’:23).

Hukum Diatas Sandal.

Sekitar beberapa bulan yang lalu yang lalu aku lihat sebuah berita, judulnya sangat menggelitik yaitu tentang hukum diatas sandal. Dari judul tema tersebut memanng agak aneh tapi memang seperti itulah hukum yang ada di Indonesia. Kemarin ada beberapa tayangan yang gara-gara persoalan kecil divonis penjara. Ada beberapa contoh fenomena hukum diatas sandal yaitu :
1. Seseorang nenek di Banyumas di penjara dengan masa percobaan 1 bulan 15 hari gara-gara memetik buah kakao sebanyak 3 buah pada tanggal 9 November 2009
2. Di Kediri ada orang yang mencuri semangka pada tanggal 6 Desember 2009 masa percobaan 2 bulan 10 har
3. Satu keluarga di Batang divonis penjara 24 hari pada tanggal 1 Februari 2010 gara-gara mencuri kapuk
4. Yang terakhir ada AAL yang di penjara gara-gara mencuri sandal. Karena banyak yang peduli akhirnya ada sekelompok orang yang mendirikan posko 1000 sandal
Banyak orang yang mengatakan bahwa hukum di Indonesia runcing ke bawah tumpul ke atas. Memang benar analogi tersebut, hukum di Indonesia terasa berat dan menyiksa tertutama bagi masyarakat kecil tetapi untuk orang kaya hukum di beli dengan uang…sungguh ironi…..
Ketika ada diskusi dengan pengamat politik mengenai kenapa hukum di Indonesia seperti itu. Jawabannya karena kasus yang kecil cepat ditangan karena sudah ada saksi dua atau tiga orang. Sedangkan untuk korupsi perlu proses panjang karena perlu banyak saksi (jawaban yang simple tapi sakit… )
Kalau di tanya setiap anak kecil pasti pernah mencuri (hayo ngaku g????). Sekarang apa sedikit langsung di penjara. Padahal kalau anak-anak di perlakukan seperti itu akan mempengaruhi psikologisnya. Kalau semua di tangkap anak-anak mau tinggal dimana. Seharusnya ada sebuah pembinaan bagi anak-anak bukan sebuah hukuman yang menghancurkan mental anak… Ayo selamatkan jiwa anak-anak!!! dan tegakkan hukum yang semestinya!!!!!.

Waktu, jawaban akhir atas semua masalah.

Hai sobat, sebagai mahluk yang lemah sudah selayaknya manusia memiliki sesuatu yang disebut masalah. saya, anda dan kita semua memiliki masalah. tidak terkecuali mereka-mereka yang yang secara sepintas lalu terlihat dan kita anggap heppy-heppy aja…
Nah, disaat ada masalah, kebanyakan yang dilakukan manusia adalah mengeluh. mungkin penulis sendiri juga demikian. suka pening sendiri, gak mood. seolah sudah mati bakat dan gak ada yang bisa selesaian permasalahan itu.
Sebenarnya apa sih itu masalah..???? menurut penulis, masalah adalah sesuai dengan keinginan manusia itu sendiri, contohnya gini. seorang anak yang gemar dan mampu dalam pengoprasian komputer, ia harus dipaksa untuk mendlami ilmu-ilmu yang tidak digemarinya misalkan ilmu alam atau bahasa inggris dsb. namun pada hakikatnya ia tidak ingin hal yang seperti permasalahan diatas. maka ini pun dapat disebut masalah.
Permasalahan itu sudah pasti selalu ada, permasalahan itu ada kecil dan ada yang besar. bener gak ya…???
gak bener tu, masalah kecil bisa menjadi besar apabila kita yang menyikapi memperbesar masalah itu. dan gak tutup kemungkinan masalah besar bisa menjadi kecil apabila kita cerdas menyikapi masalah tersebut.
Orang gagal itu masalah bukan ya..????
ya, karena gagal itu bukan harapan semua orang, berarti masalah.
tidak, tidak menhadi masalah, kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.
ingat tokoh di bawah ini kan…????
1.Thomas Alva Edison, yang pernah gagal 9999 kali dalam eksperimenya… tapi ia merasa tidak gagal. justru sebuah keberhasilan karena dengan itu dia mengetahui ternyata 9999 bahan yang ia coba todak bisa digunakan dalam pembuatan bola lampu. hebat ya…???
2. Alexander G. Gelt, lebih kurang mengatakan ; di saat satu pintu tertutup, masih ada pintu lain yang terbuka, jika kita hanya berdiam meratapi pintu yang tertutup itu, maka pintu yang laen akan tertutup.
So, permasalahan bukan diratapi.. tapi diselesaikan….!!!!!
Problem
permasalahan yang juga ada kalanya sering terjadi adalah kendala dalam memberikan keputusan, dikarenekan rasa tidak berani, takut orang lain tersinggung, hilangnya kepercayaan, rasa tidak enak dan ribuan alasan lainya. dan permasalahan disini adalah terjebak 2 pilihan dalam waktu yang sama. sama-sama diminati, sama-sama diberi tanggung jawab, sama-sama dibutuhkan dan dalam hal ini sama dengan kendala yang penulis alami.
jika ada dua pilihan, pilihlah dengan memperhatikan aspek berikut ini. yang mana lebih membutuhkanmu, yang mana lebih kamu gemari, kemana keikhlasanmu, dan perhatikan faktor seberapa jauh manfaatnya bagimu dan orang lain. namun, jika masih ragu hal yang terakhir kamu kerjakan adalah percaya pada wakt. waktu lah yang akan menyelesaikan masalah kita. jalani, waktu akan menjawab semua, dan ternyata permasalahan tidak serumit yang kita bayangkan, otak kita telah merekayasa pikiran baru yang melemahkan kita yang bersifat maya..
tapi, berusaha dulu selesaikan permasahan, baru bisa berserah kepada waktu.

Minggu, 29 Juli 2012

Islam Menghendaki Kebaikan Remaja.


Islam Menghendaki Kebaikan Remaja
Maka suka atau tidak suka, mau atau tidak mau sebenarnya hidup itu bukan pilihan. Ya, hidup bukan sama sekali tentang pilihan. Allah memberikan kebaikan supaya engkau baik, dan Allah memberikan pelajaran tentang kejelekan adalah supaya kau juga belajar tentang kebaikan. Jadi kebaikan adalah satu- satunya hal yang harus dipilih. Dan kebaikan itu hanya terkandung dalam islam, yang sekali lagi satu satunya hal yang harus kita pilih. Di dalam islam kita akan justru menemukan banyak pilihan tentang hal- hal yang membahagiakan. Tapi ingatlah, betapapun besarnya kebahagiaan dan kesenangan di dunia, semua pasti akan ada akhirnya. Dan kesenangan abadi seorang muslim adalah ketika nanti kits berada di surganya Allah.
Maka wahai para sahabat muda, bersegeralah untuk beramal kebajikan, dirikanlah shalat dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sepenuh hati sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Karena shalat adalah yang pertama kali akan dihisab nanti pada harikiamat, sebagaimana sabdanya:

Sesungguhnya amalan yang pertama kali manusia dihisab dengannya di hari kiamat adalah shalat. (HR. At Tirmidzi, An Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

Bisakah kau bayangkan betapa ruginya kita, apabila kita sampai di usia remaja ini, belum sempat beramal shalih. Padahal, pada saat itu amalan diri kita sajalah yang akan menjadi pendamping kita ketika menghadap Allah subhanahu wata'ala. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua dari tiga hal tersebut akan kembali dan tinggal satu saja (yang mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali, dan tinggal amalannya (yang akan mengiringinya) (Muttafaqun Alaihi)

Saudaraku, sudah siapkah kita dengan timbangan amal yang pasti, sekali lagi, pasti kita akan menjumpainya nanti. Sudahkah kita menghisab amal perbuatan kita sendiri terlebih dahulu, sebelum Allah nanti menghisap kita dan memperlihatkan timbangan amal kita. Bisakah kau bayangkan, betapa sengsaranya kita, ketika ternyata timbangan kebaikan kita lebih ringan daripada timbangan kejelekan?. Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata'ala :

Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas. (Al Qari'ah: 6-11) Sumber : Yusuf Mansur Network

Source » http://www.wakrizki.net/2012/05/islam-menghendaki-kebaikan-remaja.html#ixzz223omE5wH

Ketika Aku Sudah Tua.

Ketika aku sudah tua, bukan lagi aku yang semula. Mengertilah, bersabarlah sedikit terhadap aku. Ketika pakaianku terciprat sup, ketika aku lupa bagaimana mengikat sepatu, ingatlah bagaimana dahulu aku mengajarmu.

Ketika aku berulang-ulang berkata-kata tentang sesuatu yang telah bosan kau dengar, bersabarlah mendengarkan, jangan memutus pembicaraanku. Ketika kau kecil, aku selalu harus mengulang cerita yang telah beribu-ribu kali kuceritakan agar kau tidur.

Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku. Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi?

Ketika aku tak paham sedikitpun tentang tehnologi dan hal-hal baru, jangan mengejekku. Pikirkan bagaimana dahulu aku begitu sabar menjawab setiap "mengapa" darimu.

Ketika aku tak dapat berjalan, ulurkan tanganmu yang masih kuat untuk memapahku. Seperti aku memapahmu saat kau belajar berjalan waktu masih kecil. Ketika aku seketika melupakan pembicaraan kita, berilah aku waktu untuk mengingat.

Sebenarnya bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah penting, asalkan kau di samping mendengarkan, aku sudah sangat puas.

Ketika kau memandang aku yang mulai menua, janganlah berduka. Mengertilah aku, dukung aku, seperti aku menghadapimu ketika kamu mulai belajar menjalani kehidupan.

Waktu itu aku memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan ini, sekarang temani aku menjalankan sisa hidupku.

Beri aku cintamu dan kesabaran, aku akan memberikan senyum penuh rasa syukur, dalam senyum ini terdapat cintaku yang tak terhingga untukmu.

Pesan:
Hormati Ayah dan Ibumu sebelum mereka meninggalkan anda dengan kedukaan yang mendalam.

ICMI: Peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi Kenapa Diam Saja?.


Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Prof. Nanat Fatah Natsir mempertanyakan sikap Aung San Suu Kyi yang tidak bersuara terhadap kejadian pembantaian Muslim Rohingya di Myanmar. "Dia peraih nobel perdamaian dan sempat mengalami sendiri intimidasi dan penindasan yang dilakukan junta militer. Mengapa sekarang diam saja?" kata Nanat Fatah Natsir seperti dilansir kantor berita antara, Sabtu (28/7/2012).
Dia menduga sikap diam Suu Kyi terhadap kejadian itu karena adanya agenda politik pemimpin oposisi Myanmar itu yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden. Menurut dia, Suu Kyi takut tidak terpilih sebagai presiden bila membela suku Rohingya.
Junta militer
Mantan rektor UIN Sunan Gunung Jati, Bandung itu mengecam sikap junta militer yang mengusir suku Rohingya dari Myanmar supaya pindah kewarganegaraan ke negara lain. Menurut dia, hal itu bertentangan dengan Piagam PBB dan ASEAN. "Pengusiran dan pembantaian itu melanggar hak hidup suku Rohingya dan hak asasi manusia untuk beragama," ujarnya.
Karena itu, Nanat Fatah Natsir mendesak Organisasi Kerja Sama  Islam (OKI) untuk segera mengambil sikap terhadap kejadian tersebut dengan mendesak Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) supaya menjatuhkan sanksi kepada Myanmar dan mengusut pembantaian tersebut. ”Kalau tidak segera diselesaikan persoalan itu akan menjadi panjang. OKI harus bicara untuk membela Muslim Rohingya," katanya.
Pemerintah Myanmar menolak mengakui suku Rohingya, yang dikatakan "bukan warga negara asli" karena dikategorikan sebagai "pendatang gelap". Suku Rohingya dikatakan keturunan Muslim Persia, Turki, Benggala dan Pathani, yang masuk ke Myanmar pada Abad VIII.  
PBB menyatakan diskriminasi yang berlangsung selama beberapa dasawarsa telah membuat suku Rohingya tidak memiliki negara. Pemerintah Myanmar membatasi gerak mereka serta tak memberi mereka hak atas tanah, pendidikan bahkan layanan masyarakat.
Menurut laporan, hingga 28 Juni lalu 650 orang Muslim Rohingya meninggal selama bentrokan di wilayah Rakhine, Myanmar barat. Tak kurang dari 1.200 orang hilang dan 80.000 orang lagi kehilangan tempat tinggal.

Inilah Ucapan Kaum Fasik Liberal: "Islam dan Tuhan Tak Perlu Dibela".


Kaum fasik liberal belakangan ini kembali mengusung kembali pernyataan mendiang Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang ditulis dalam sebuah artikel yang diterbitkan Majalah Tempo (bisa dibaca di wahidinstitute.org), 28 Juni 1982. Artikel itu berjudul “Tuhan Tidak Perlu Dibela”.
Di majalah tersebut, (alm) Gusdur menulis uraiannya tentang ketidakperluan kita membela Tuhan. Dengan gamblang ia menulis: “Allah itu Maha Besar. Ia tidak perlu memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia Maha Besar karena Ia ada. Apa yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya.”
Lebih lanjut, Gus Dur menulis: “…Juga tidak perlu dibela kalau orang menyerang hakikat-Nya. Yang ditakuti berubah adalah persepsi manusia atas hakikat Allah, dengan kemungkinan kesulitan yang diakibatkannya.” Dalam hal ini Gus Dur mengutip Al-Hujwiri, seorang sufi dari Persia.
Lalu Gus Dur menyimpulkan bahwa, “Benar Islam perlu dikembangkan, tapi tidak untuk dihadapkan kepada serangan orang. Kebenaran Allah tidak akan berkurang sedikit pun dengan adanya keraguan orang. Maka ia pun tenteram. Tidak lagi merasa bersalah berdiam diri. Tuhan tidak perlu dibela, walaupun juga tidak menolak  dibela. Berarti atau tidaknya pembelaan, akan kita lihat dalam perkembangan di masa depan.
Ungkapan Gus Dur tersebut pun dijadikan pembenaran, bukan hanya oleh kaum liberal, tapi juga sejumlah tokoh yang mengklaim dirinya sebagai tokoh Islam. Bukan sesekali, beberapa diskusi publik dan dialog pun digelar dengan tagline “Allah dan Islam Tak Perlu Dibela”. Sejumlah tokoh lintas agama dan budayawan pun diundang sebagai narasumber untu menyampaikan pandangannya.
Inspirasi Kaum Fasik
Voa-Islam juga mencatat pernyataan budayawan Emha Ainun Najib alias Cak Nun yang nampaknya terinspirasi dari statemen Gus Dur. Islam sesungguhnya hadir justru untuk melindungi Islam, bukan sebaliknya. “Islam itu baik sekali, sangat besar, dan sangat indah. Kenapa dibela? Islam hadir membela manusia, bukan sebaliknya. Saya ini bau, hatinya kotor apa pantas bela Islam?” ungkapnya.
Cak Nun berpendapat bahwa orang-orang yang mengatasnamakan diri untuk membela Islam justru terkesan merasa lebih hebat, bahkan lebih mulia daripada Islam. “Islam itu sangat mulia. Kalau kita bela, kesannya kita itu lebih hebat, lebih mulia daripada Islam,” ujar budayawan asal Jombang ini.
Tokoh liberal yang berpandangan sama dengan Gus Dur adalah Saidiman Ahmad (Tokoh JIL). Ia mengatakan dalam sebuah artikelnya, Umat Islam tak perlu dibela. Yang mesti diperjuangkan adalah tegaknya nilai-nilai persaudaraan, toleransi, dan kebebasan. “Ketika sejumlah tokoh Muslim melakukan pembelaan terhadap jemaat HKBP atau Ahmadiyah yang didiskriminasi, tantangan pertama yang mereka terima adalah dituding tidak pro terhadap Islam.”
Di sebuah situs Kompasiana, seseorang menulis:"...Maka sayapun tertunduk malu, menyesal, dan mohon ampunan-Nya karena saya begitu lancang mengatakan, “Sayalah pembela Allah! Sayalah pembela Islam!”.Bukan! Sayalah yang selama ini justru begitu manja menikmati pembelaan Allah.”
Ia juga menulis, ketika kita berbicara tentang Tuhan yang tidak perlu dibela, maka kita yakin betul bahwa Allah adalah mahabesar, mahakuat, mahaperkasa. Dengan kemahaan-Nya, maka Dia tak butuh apapun. Dengan kemungkaran seluruh manusia di muka bumi, tak akan sedikit pun mengurangi kemuliaan-Nya.
Diam dalam Kemungkaran
Menyimak apa yang dinyatakan oleh lisan maupun tulisan kaum liberal tersebut, mengisyaratkan, bahwa ketika kemungkaran, kemaksiatan, kezaliman, kesewenang-wenangan, dan kebobrokan ada di depan mata, umat ini diminta untuk bersikap manis, diam terpaku, tanpa ada reaksi sedikitpun.
Sebagai contoh, ketika ada yang melecehkan Allah dengan ucapan “anjinghu akbar” dalam sebuah forum di Bandung, kaum liberal meminta umat Islam untuk terdiam. Tatkala ada yang menghina nabi Muhammad Saw, cukup tenang-tenang saja. Atau bila ada yang bilang, ada nabi setelah Nabi Muhammad saw, cukup dihormati saja pendapat itu karena hanya beda tafsir dalam memandang suatu dalil.
Lebih dari itu, jika ada mushaf Al Qur’an yang dibakar, umat ini juga diminta untuk tidak bereaksi. Atau disaat kaum muslimin dibelahan dunia dizalimi, dibunuh, dibantai dengan keji, kita dituntut cukup berpangku tangan saja, sekalipun kaum liberal kerap berteriak soal Hak Asasi Manusia (HAM) dan perdamaian. Bahkan, disaat generasi muda terlibat pergaulan seks bebas, menenggak miras, hingga dipengaruhi narkoba, lagi-lagi kita diminta untuk terdiam. Naudzubillah!
Setelah Islam, Allah dan Rasul-Nya dilecehkan, kaum muslimin dibantai, pemikiran batil dilontarkan, kaum liberal mendesak umat ini agar tidak memberikan stigma sesat. Jika tidak berubah, biarkan Allah saja yang memberikan hidayah. Kaum liberal itu berdalih dengan menggunakan dalil QS. Al-Maidah ayat 105.
Dengan ayat itu, maka kalau ada aliran-aliran yang dianggap sesat oleh umat Islam, ya biarkan saja, cukup didakwahi, karena Allah sudah menjamin, bahwa orang yang beriman itu tidak akan pernah terjerumus dalam kesesatan karena dijaga Allah. Ini menjadi dalil implisit bahwa Allah tidak perlu dijaga, karena Allah lah yang menjaga manusia dari setiap kesesatan.
Begitulah kebusukan pemikiran kaum fasik liberal yang begitu bodoh memahami ayat yang sebetulnya begitu jelas dan gamblang untuk dipahami. “Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu, dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta. (QS.Al Baqarah: 9-10).
Allah berfirman: ”Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari. (QS. Al-Baqarah: 12).
Mereka menyembunyikan hadits Nabi Muhammad Saw yang menyatakan: “Perumpamaan mukmin dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh, apabila satu organya merasa sakit, seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasakan demam.” (HR. Muslim).
Juga ingatlah dengan sabda Rasulullah Saw: “Sesungguhnya aku telah mendapat berbagai teror dan ancaman karenamembela agama Allah. Dan tidak ada seorang pun yang mendapat teror seperti itu. Aku telah mendapat berbagai macam gangguan karena menegakkan agama Allah. Dan tidak ada seorang yang mendapat gangguan seperti itu. Sehingga pernah kualami selama 30 hari 30 malam, aku dan Bilal tidak mempunyai sepotong makanan yang layak dimakan, kecuali sedikit makanan yang hanya dapat dipergunakan untuk menutupi ketiak Bilal.” (HR. Turmudzi dan Ahmad)
Patut digarisbawahi kalimat membela agama Allah dan menegakkan agama Allah. Jika Rasulullah melakukan hal itu dengan segala pengorbanannya, maka begitu naïfnya ketika kaum fasik liberal dengan bangganya melontarkan ungkapan batilnya, bahwa “agama Allah tak perlu dibela”, “Tuhan tak perlu dibela”, dan seterusnya. Ucapan seperti itu menunjukkan, mereka adalah kaum yang bodoh dan tak berakal.

Sweeping Klub Malam, Habib Bahar: Mereka Bermaksiat, Harus Ditindak!.


Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan menahan 23 orang anggota ormas Majelis Pembela Rasululoh (MPR) terkait kasus sweeping Cafe De Most di Jalan Veteran Raya Kav 8, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada Sabtu (28/7/2012) malam. Salah seorang yang ditahan yakni pendiri MPR bernama Habib Bahar.
Habib Bahar ditangkap di jalanan saat sedang konvoi bersama para pengikut. Berdasarkan keterangan kepolisian, aksi tersebut sudah direncanakan sejak 2 pekan lalu.
Di hadapan wartawan, Habib Bahar mengakui semua perbuatannya itu. "Sudah biasa dilakukan setiap bulan Ramadhan saya dan pengikut sweeping ke tempat-tempat maksiat," ucap Bahar, Minggu (29/7/2012), di Mapolrestro Jakarta Selatan.
Habib Bahar mengatakan meski sudah memasuki bulan di mana umat muslim beribadah puasa, para pengusaha tempat hiburan malam tidak juga menutup tempatnya. "Mereka berbuat maksiat di sana. Mabuk-mabukan, jadi harus ditindak," ucap Habib Bahar yang berambut kepirangan ini.
Habib menuturkan dirinya adalan pemimpin dan pendiri MPR. Dia pun mengakui dirinya memiliki lebih dari 1000 jemaah yang tersebar di Jakarta. Pada tahun lalu, ia mengatakan dirinya bersama pengikutnya juga melakukan aksi penutupan paksa serupa di sejumlah klub dan cafe di Jakarta.
Selain melakukan nahi munkar di klub-klub dan cafe, Habib pun membenarkan bahwa dirinya sempat terlibat aksi penyerangan jemaah Ahmadiyah di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada tahun 2010. "Iya, benar. Insya Allah itu saya," tutur sang habib.
Habib menambahkan dirinya juga turut ambil serta dalam kerusuhan yang terjadi di makam Mbah Priok beberapa tahun silam. Saat ini, Habib Bahar beserta 22 orang pengikutnya ditahan di Mapolrestro Jakarta Selatan.
Diberitakan sebelumnya, sekitar 100 orang melakukansweeping Kafe De Most di Jalan RC Veteran, Bintaro, Pesangrahan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/7/2012) sekitar pukul 23.00 WIB. Massa datang dengan mengendarai sepeda motor. Mereka mengenakan jaket hitam bertuliskan Majelis Pembela Rosululoh.
Dua orang saksi, Lukman Hakim dan Sukri, kepada polisi mengatakan, massa datang tiba-tiba dan langsung masuk ke pos keamanan kafe dan ke dalam kafe. Massa meminta kafe ditutup, sambil memecahkan kaca dinding pos keamanan dengan menggunakan stik golf, dan benda tumpul lainnya.
Massa yang masuk ke kafe, juga memecahkan sekitar 20 botol berisi minuman keras dari berbagai merek. Kasus ini masih ditangani Polres Metro Jakarta Selatan.

FPI Konsisten Berantas Maksiat.

Seperti yang sudah di perkirakan hasil monitoring FPI di berbagai daerah ternyata masih banyak di temukan tempat-tempat yang mengasongkan maksiat, miras, perjudian, peredaran narkoba di saat umat islam sedang menjalankan ibadah di malam bulan ramadhan, mana kinerja Satpol PP dan Polisi yang sesumbar akan menindak tempat hiburan malam yang berani mengasongkan maksiat, perjudian, miras dan peredaran narkoba..???

Dewan Pengurus Wilayah Front Pembela Islam (DPW-FPI) Bandung Raya menegaskan akan tetap konsisten memberantas kemaksiatan, termasuk saat dan sesudah Ramadan. Itu demi menjaga agar kemaksiatan tidak terus berkembang, khususnya di Kota Bandung dan sekitarnya.apapun resiko nya kita bersama FPI akan terus berjuang.
“FPI akan siap dan tetap berjalan, konsekuen dengan tugasnya,” ujar Ketua Dewan Syuro dan Keamanan Ketertiban FPI Bandung Raya, Soirin Ahmad Abdullah usai melakukan sweeping ke sejumlah tempat maksiat dan peredaran miras di Kota Bandung, Sabtu (28/7) malam.
Selama kemaksiatan masih ada, FPI akan terus bergerak dan mengupayakan ‘pembersihan’. “Di manapun dan siapapun, kita akan konsekuen membersihkan tempat maksiat tersebut,” tegasnya.
Meski begitu, FPI menegaskan tidak akan melanggar hukum dalam upaya membersihkan maksiat. Kordinasi dan kerja sama dengan pemerintah atau polisi akan dilakukan. “Demi menjaga keamanan dan ketertiban, kita tidak bisa main hakim sendiri. Kita akan selalu kordinasi dengan aparat,” jelas Soirin. 
Kalau memang Polisi melarang FPI dan umat islam melakukan penertiban tempat maksiat selama bulan ramadhan seharus nya Polisi dan pemda berani menindak tempat-tempat maksiat yang berani mengotori bulan ramadhan dengan berbagai macam maksiat di berbagai daerah.

Oleh : Adul

Sabtu, 28 Juli 2012

FPI Ganti Sweeping dengan Monitoring.

SWEEPING tempat-tempat hiburan malam yang berbau maksiat telah menjadi isu panas setiap Ramadan. Sebelum Ramadan tahun ini, aksi sweeping bahkan sudah terjadi di sejumlah daerah.

Front Pembela Islam (FPI) pun rutin menuai sorotan, pro dan kontra. Yang pro aksi sweeping ormas militan pimpinan Habib Rizieq Shihab itu menilai, memang harus ada ormas bergaris keras guna menekan kemaksiatan, terlebih di bulan Ramadan.

Sedang yang kontra, menganggap bukan urusan FPI melakukan sweeping. Karena laskar FPI bukan aparat hukum.

Bagaimana kebijakan pimpinan FPI terutama di Jakarta terkait isu panas ini? Berikut petikan wawancara wartawan JPNN, Natalia Laurens dengan Ketua DPD FPI DKI, Habib Salim Bin Umar Al Attas di kantor Humas Polri, Jakarta, kemarin (27/7).

Apa yang melatarbelakangi FPI melakukan sweeping?
Bukan. Selama ini memang ada pro dan kontra terhadap FPI. Tapi selama Polda dipimpin oleh Pak Timur Pradopo sampai menjadi Kapolri, dengan pak Untung Rajab jadi Kapolda kami tidak ada sweeping terhadap hiburan malam. Kita koordinasi dengan kepolisian, mereka lah yang bekerja berdasarkan hasil laporan dari kami. Kami tidak wajib sweeping. Kita hanya bantu agar kesucian di bulan Ramadhan tetap terjaga. FPI sudah 3 tahun tidak sweeping.

Lalu kenapa ada sweeping oleh FPI di Bandung?
Itu karena di sana  tidak ada Perda seperti di Jakarta. Itu gerakan masyarakat, dibantu FPI dan kepolisian. Barang buktinya miras. Itu diambil dan disita dari gudangnya. Polisi yang bekerja sendiri, kita hanya membantu. Kita enggak ada sweeping selagi Polri dan Satpol PP kerjanya rapi. Apalagi pemerintah. Kalau pemerintah sudah rapi, enggak ada gangguan saat ibadah, enggak ada tempat maksiat, sudah tenang FPI. Enggak usah dibubarin juga bubar sendiri.

Kapan diputuskan kalau FPI tidak akan ada sweeping?
Dalam rapat di DPP kita. Sudah diputuskan tidak ada sweeping. Kalau ada masyarakat yang lapor ke kita mengenai tempat maksiat dan hiburan malam yang buka saat bulan puasa ya kita harus memberikan informasi melalui surat pada yang terkait seperti kepolisian dan satpol PP. Ternyata kalau dalam 7x24 jam tidak ada tanggapan kita kirim surat kembali ke Polres, Mabes Polri, bahkan ke tingkat camat dan lurah, walikota dan gubernur. Kalau itu pun tidak juga ditanggapi nanti masyarakat yang turun dan FPI back up.

Itu kan hasil rapat di DPP FPI. Berarti itu berlaku untuk semua daerah?
Ya itu berarti jangan bertindak sendiri. Harus ada koordinasi dengan pihak kepolisian, memberikan masukan, bahwa ini lho pak laporan masyarakat. Kalau di DKI begitu, karena ada perdanya.  FPI ini tidak ada hak untuk men-sweeping. Yang sweeping adalah pihak kepolisian. Kalau situ (polisi) kerja bener, kita (FPI) aman, baca Yassin, Qur"an, zikir.

Anda menjamin sampai akhir Ramadan ini tidak ada sweeping dari FPI?
Kita lihat nanti. Setelah hasil investigasi, hasil daripada monitoring kita di lapangan. Selama ini kan ada masukan-masukan seperti ada sms dari masyarakat. Ini juga kita sesalkan, kenapa masyarakat kok lapor ke kita bukan ke polisi.

Saya pernah dapat sms dan surat, bahwa ada rumah makan padang, buka jam 10 pagi. Lah kok ke kita lapornya? bukan ke camat atau lurah. Nanti kalau kita tegur, kita disalahkan. Ini kan bukan tugasnya FPI. Sweeping juga bukan tugasnya FPI. Kita hanya memberikan informasi, itu (warung makan) buka lho dan melanggar perda. Jadi kita minta ketegasan perda.

Anda yakin FPI hanya memback up saja sweeping ini? Daerah lain bagaimana selain DKI?
Nah kalau daerah lain bukan tanggung jawab saya. Saya kan di DPD DKI. Daerah-daerah lain mungkin pas  puasa belum ada perda Bupati atau perda Walikota. Kalau di DKI kan sudah ada perda gubernur, jam 10 buka, jam dua harus tutup. Lewat dari itu, kena sanksi. Dan banyak yang tempatnya disegel, banyak yang ijinnya dicabut oleh pariwisata. Itu yang kita dukung pemerintah selama ini.

Selama ini semua orang beranggapan FPI yang melakukan sweeping?
Saya sudah katakan di mana-mana termasuk pada Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, saya katakan, ini ada oknum FPI. Misalnya tahun 2004 dulu merusak tempat maksiat atau miras. Nah itu yang ditayangkan di media. Ditonjolkan. Tapi yang waktu kita baik, dan nego diawal agar ditutup kok enggak ditayangkan. Kita jadinya dikira preman. Kalau yang ditayangkan sekarang, itu sudah lama. Saya kan sudah bilang, kami tiga tahun tidak sweeping.

Sebagian kalangan masyarakat memandang negatif pada FPI karena menilai FPI selalu jadi pelaku sweeping anarkis. Bagaimana tanggapan Anda?
Kalau FPI di  masyarakat kan memang ada yang pro dan kontra. Itu biasa. Anggap aja kayak orang pada umumnya, ada yang demen sayur asem, ada yang demen sop. Kita enggak usah pusing. Yang penting kerja, jaga negara ini dengan baik.