Jakarta
(SI ONLINE) - Pasti masih terekam jelas di ingatan setiap orang akan
satu kejadian pada tanggal 11 September 2001 lalu. World Trade Center
(WTC) di Amerika Serikat runtuh karena ditabrak pesawat terbang. Tetapi
meski peristiwa itu telah 11 tahun berlalu , banyak kalangan yang
meragukan gedung kembar itu runtuh hanya karena ditabrak pesawat.
Setelah tragedi yang dikenal dengan nama 9/11 atau Black September itu,
banyak orang awam dan pakar mencoba meneliti lebih lanjut seputar
runtuhnya WTC. Banyak yang tidak percaya bahwa hanya dengan hantaman
pesawat saja gedung yang kabarnya dibangun agar kuat terhadap bencana
alam tersebut dapat roboh dalam waktu satu jam saja.
Menurut tulisan di 911hardfacts (17/09/2001) dikatakan bahwa baja dan
besi yang digunakan untuk membangun WTC adalah material pilihan dan
sangat kuat. Beberapa ahli mengatakan bahwa besi baru dapat meleleh pada
kisaran panas sebesar 2.795 F atau sekitar 1.535 C. Pelumeran tersebut
juga membutuhkan waktu cukup lama.
Satu hal yang menjadi bahan pemikiran para ahli adalah setelah melakukan
penghitungan secara sistematis, diketahui bahwa kurang lebih panas yang
dihasilkan oleh meledaknya pesawat yang menabrak WTC tersebut sekitar
500 F atau sekitar 297,2 C. Pertanyaannya, bagaimana bisa panas sebesar
500 F mampu melelehkan besi baja dalam waktu kurang dari satu jam?
Seorang profesor dari Brigham Young University, Utah bernama Steven E
Jones menjelaskan hasil penelitiannya bahwa runtuhnya menara kembar WTC
tersebut adalah disengaja. Dalam penelitiannya, Jones mengatakan bahwa
hal yang dapat melumerkan besi baja dengan cepat adalah yang dinamakan
thermite.
Seperti yang ditulis di Wikipedia, Thermite adalah komposisi pyrotechnic
dari bubuk logam dan logam oksida yang dapat menghasilkan reaksi
oksidasi-reduksi bernama reaksi thermite.
Dengan menggunakan thermite, maka besi atau baja dapat terbakar dan
meleleh. Hal yang dihasilkan oleh pembakaran thermite adalah asap
berwarna putih, lelehan pijar api dan percikan api. Uniknya, semua itu
muncul ketika sebelum dan sesudah WTC ditabrak oleh pesawat.
Selain penggunaan thermite, Jones juga mengemukakan teori lainnya yaitu
pemotongan beberapa batang besi baja penyangga gedung di bagian bawah
dan pemakaian bom. Pesawat terbang dalam hal ini hanyalah sebagai
pengecoh perhatian saja.
Karena keberanian Jones membeberkan hasil penelitiannya, dia mendapatkan
banyak dukungan dari berbagai kalangan yang sepakat mengatakan bahwa
runtuhnya WTC adalah rekayasa pemerintah Amerika Serikat. Uniknya,
sampai sekarang belum terdapat penelitian secara resmi yang dilakukan
oleh pemerintah Serikat untuk menganalisa bagaimana WTC dapat runtuh
secepat itu dan Gedung 7 juga ikut runtuh walaupun tidak tersentuh oleh
apapun.
Peristiwa 9/11 adalah konspirasi keji. Momentum inilah yang kemudian
digunakan Amerika Serikat untuk mengumandangkan perang melawan terorisme
(war on terror). Dengan dalih memerangi terorisme Amerika
meluluhlantakkan Afghanistan, membunuh jutaan warga sipil tak berdosa.
Bekas Presiden Bush menyebut perang melawan terorisme sebagai perang
suci (crussade).
Sejak saat itu pula, Amerika memimpin negara-negara dunia untuk
memerangi terorisme. Dalam perjalanannya ternyata perang melawan
terorisme hanyalah kedok untuk memerangi Islam. Sebab pasca runtuhnya
kekuatan Komunis yang ditandai dengan hancurnya Uni Sovyet, musuh
Amerika tinggal satu, Islam. Islamlah yang kini dianggap sebagai musuh
utama Amerika dan yang akan menghalang-halangi kepentingan Amerika dan
ideologinya.
Kepada negara-negara di dunia, Amerika menawarkan dua hal,
stick (tongkat) atau carrot (wortel).
Negara yang menolak kampanye AS, saat itu juga akan digempur dengan
segenap kekuatan militer. Sebaliknya, negara yang tunduk patuh pada
perintah negeri Paman Sam itu, seperti Indonesia, akan mendapatkan
carrot. Dana bantuan untuk pelatihan dan proyek pemberantasan terorisme
digelontorkan. Detasemen Khusus 88 (Densus 88) sejak berdirinya
merupakan pihak yang mendapatkan "carrot" dari Amerika dan negara-negara
sekutunya, seperti Australia.
Karena itu tak heran jika sejumlah pengamat terorisme menilai
pemberantasan terorisme tak lebih sekadar upaya untuk meraup dollar.
Orang-orang yang disangka sebagai teroris itu tak lebih adalah
korban-korban Densus 88 yang dijadikan tumbal agar ATM mereka terus
mengucurkan fulus. Itu baru satu fakta. Fakta lain menunjukkan Densus 88
dengan di dalamnya ada Satgas Bom, yang dikomandani jenderal Kristen
fanatik, Gories Merre, serta pejabat BNPT Petrus Gollose, juga seorang
jenderal Kristen, makin menegaskan bahwa perburuan teroris adalah
pembunuhan terhadap anak-anak kaum Muslimin. Fulus dan kebencian mereka
terhadap Islamlah yang membuat proyek pemberantasan terorisme tidak akan
pernah berhenti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar