Jakarta (SI Online) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) berbeda sikap dengan
Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan Polda Metro yang melarang adanya takbir
keliling. MUI menilai larangan itu diskriminatif. Sebab takbir keliling
adalah bagian dari syiar Islam.
"Imbauan (Polda) ini tidak bijak dan diskriminatif," kata Ketua MUI
Pusat KH. A Cholil Ridwan, Senin, 5 Agustus 2013, seperti dikutip Tempo.co.
Kiyai Cholil menjelaskan bukti sikap diskriminatif itu adalah saat umat
agama lain merayakan hari rayanya mereka dijaga oleh aparat. Pawai-pawai
juga dilakukan.
"Bukti diskriminatifnya yaitu saat perayaan Natal, gereja-gereja dijaga
oleh polisi. Sedangkan saat takbiran, umat Islam diimbau untuk tidak
takbir keliling. Sebagai umat Islam saya iri," katanya.
Pembahasan takbir keliling dilakukan MUI pada Senin, 5 Agustus 2013.
Takbir keliling dianggap sudah menjadi budaya Betawi, Jawa Timur dan
beberapa daerah lain di Indonesia. Menurut Kiyai Cholil, yang
terpenting pada saat malam takbiran nanti aparat keamanan tetap
menertibkan masyarakat yang takbir keliling.
"Justru tugas polisi untuk mengamankan kegiatan takbir keliling. Jangan
sampai gara-gara oknum yang melanggar hukum, Islam jadi korban," kata
pengasuh Pesantren Husnayain itu.
Kiyai Cholil menganggap Polda Metro Jaya diskriminatif dengan menghimbau
masyarakat takbiran di masjid saja. "Yang takbiran di masjid itu
biasanya orang tua. Anak muda mensyiarkan Islam dengan takbir keliling,"
kata kiyai Cholil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar