data-config="{'skin':'skins/scmGreen/skin.css','volume':100,'autoplay':true,'shuffle':false,'repeat':1,'placement':'top','showplaylist':false,'playlist':[{'title':'Nurul Musthofa-Ya Dzaljalali Wal Ikram ','url':'http://www.youtube.com/watch?v=_eV6T3hpwEA'},{'title':'Nurul Musthofa-Ya Robbi Sholli Ala Muhammad','url':'http://www.youtube.com/watch?v=2vwjFDiMhv0'}]}" >


Minggu, 05 Agustus 2012

SBY Sebut Tak Ada Genosida terhadap Muslim Rohingya.

Presiden SBY akhirnya berbicara tentang Muslim Rohingya
. Setelah beberapa kalangan mendesak agar dirinya memberikan pernyataan pers terhadap nasib kaum Muslimin etnis Rohingya di Myanmar, Sabtu (4/8/2012) bertempat di kediaman pribadinya di Cikeas, Jawa Barat, Presiden SBY berbicara persoalan yang menyita perhatian dunia tersebut.

Dalam keterangan persnya, SBY menyatakan tak ada genosida (pembantaian massal) terhadap Muslim Rohingya di Myanmar. “Sejauh ini tidak ada genosida,” ujarnya. SBY menjelaskan, konflik yang terjadi di Myanmar tersebut serupa dengan peristiwa yang pernah terjadi di Poso, Sulawesi Tengah.

Dengan gaya khasnya, SBY juga meminta kita berhati-hati dengan mengedepankan jalur diplomasi, karena Myanmar saat ini sedang membangun upaya rekonsiliasi dan demokratisasi. “Sebenarnya pemerintah Myanmar sedang berusaha untuk mengatasi. Kita ketahui pemerintah Myanmar sekarang ini tengah melakukan upaya yang juga sangat serius untuk demokratisasi dan rekonsiliasi di antara pihak berseberangan dan nation building di antara komponen yang ada setelah dilaksanakan pemilu beberapa saat lalu,” jelas SBY.

Apa benar pemerintah Myanmar sedang berusaha membangun upaya rekonsiliasi dan demokratisasi? Yang jelas, menurut Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, yang terjadi terhadap etnis Rohingya di Myanmar adalah pelanggaran HAM yang disponsori oleh negara. Pernyataan Ifdhal disampaikan dalam dialog interaktif mengenai nasib Muslim Rohingya yang diselenggarakan oleh Internasional Conference of Islamic Scholars (ICIS), di Jalan Dempo, Jakarta Pusat (4/8/2012).

Senada dengan Ifdhal, Muhammad Rafiq, pengungsi Rohingya yang hadir dalam acara dialog tersebut menyatakan bahwa tragedi yang menimpa kaum Muslimin Rohingya melibatkan aparat Junta militer Myanmar.

“Mereka melakukan patroli tiap tengah malam, masuk ke rumah-rumah penduduk Muslim, kemudian membantai dan membuang korban yang sudah tewas begitu saja di depan rumah,“ tuturnya dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.

Muhammad Rafiq juga menceritakan, aparat militer dan oknum kelompok Budha terlibat dalam aksi yang memilukan tersebut. “Militeri dan Budhis, dua-duanya menyerang,” tegasnya.

Jadi, bagaimana dengan pernyataan SBY di atas yang jauh berbeda dengan kebanyakan orang? Tak sesuai pula dengan kenyataan seperti diceritakan para pengungsi?

Muhammad Rafiq membeberkan kelakuan mayoritas Budhis dan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya.

“Militer Myanmar dan Budhis Rakhine pada malam hari memasuki rumah kami, menyiksa kami, memperkosa ana-anak perempuan, dan melarang kami memasak,” cerita Rafiq.

“Tak sedikit, jika kami melawan, lalu kami, anak-anak kami dibunuh, dan rumah-rumah kami dibakar,” lanjutnya.

Rafiq dan sejumlah pengungsi lainnya sudah sekitar 9 bulan mengungsi di Indonesia. Di antara pengungsi, Rafiq adalah yang lumayan bisa berbahasa Indonesia meski masih terbata-bata. Dia berusaha menggambarkan kebiadaban kelompok mayoritas Budhis dan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya.

Menurut Rafiq, sering pula didapati Budhis memakai seragam militer, lalu menyerang Muslim. Mereka tanpa bsa-basi memasuki rumah-rumah Muslim, lalu menyiksa dan memotong tangan dan kaki anak-anak Muslim.

Keduanya, baik militer maupun Budhis saling membantu menyerang, menyiksa, membantai dan membunuh Muslim Rohingya. Jadi, cerita Rafiq, keduanya (militer dan Budhis) sama-sama melakukan penyerangan terhadap Muslim Rohingya. Ia membantah informasi yang menyebutkan seakan hanya militer Myanmar yang melakukan tindakan biadab, tapi kelompok mayoritas Budhis juga tak kalah sadisnya.

Tak berhenti sampai di situ, “Jika kami melawan sedikit saja, maka kami semua dihabisi, setelah itu rumah-rumah kami dibakar,” tuturnya. “Mereka membakar rumah kami dengan bom-bom molotov yang sudah disiapkan.”

Tak hanya rumah, masjid-masjid pun dibakar. Tak boleh ada masjid-masjid yang berdiri tegak di wilayah Muslim Rohingya. Masjid-masjid dibakar setelah mereka mendapati Muslim Rohingya ada yang memasuki masjid. Karena itulah, mereka melarang Muslim masuk masjid, melarang shalat di masjid, sehingga tak ada yang berani datang ke masjid.

Parahnya lagi, Muslim Rohingya dilarang makan. Mereka akan menangkapi Muslim Rohingya yang kedapatan sedang memasak. Pokoknya tak boleh ada yang memasak. Mereka ingin Muslim Rohingya tak memiliki makanan. Mereka melarang Muslim untuk membeli makanan atau bahan-bahan untuk memasak. Karena itu, menurut Rafiq, mereka pernah dua bulan tak makan. Akhirnya, banyak di antara mereka yang makan batang pohon pisang.

Tak bisa dipungkiri, pada intinya Muslim Rohingya mengalami kekerasan dengan sentimen keyakinan yang tinggi. Karenanya, kata Rafiq, jika Muslim Rohingya mau aman, ingin menghindari kekerasan mereka, itu bisa, asalkan bersedia mengganti keyakinan menjadi Budha. “Itu baru bisa aman,” ujar Rafiq yang saat memberikan testimoni ditemani seorang pengungsi lainnya, Din Muhammad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar