BELAWAN (voa-islam.com) -
Kehidupan yang penuh penindasan tak mungkin dijalani bagi sebagian
penduduk minoritas Muslim dari etnis Rohingya di Myanmar. Sikap tirani
pemerintah Thein Sein ditambah kekejaman penduduk mayoritas beragama
Budha telah membuat etnis Muslim Rohingya kehilangan hak asasinya.
Para
pengungsi Muslim Rohingya akhirnya harus mengungsi demi menyelamatkan
iman dan hak hidup mereka. Di Indonesia sering kali mendapati para
pengungsi tersebut terdampar.
Hal itu
seperti nasib 26 imigran Muslim Rohingya asal Myanmar yang ditampung di
Rumah Detensi Imigrasi (Rudemin) Belawan, Sumatera Utara. Hingga Senin
(6/8/2012) mereka masih menunggu statusnya ditetapkan sebagai pengungsi
oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
Muhammad
Yamin (34), salah satu pengungsi Muslim Rohingya menyatakan hanya ingin
mendapatkan ketentraman hidup. Ia tidak peduli di negara mana ia
singgah. Yamin hendak menuju Australia saat ditangkap di Bandar Lampung,
Maret lalu.
Yamin
keluar dari Myanmar sejak tahun 2010 bersama istri dan tiga anaknya. Ia
pergi ke Malaysia dan tinggal di sebuah perkebunan sawit di Kelantan
selama satu tahun. Lalu menyeberang dengan kapal boat ke Tanjung Balai,
menuju Jakarta via Medan dengan bus, namun tertangkap di Bandar Lampung.
Satu anaknya yang kini berumur empat bulan lahir di Indonesia.
"Kami
tidak bisa lagi kembali ke Myanmar. Keluarga saya banyak yang dibunuh.
Kakek saya bahkan dipenggal kepalanya," tutur Yamin dalam bahasa
Indonesia yang terbata-bata. "Kami dianggap bukan orang Myanmar, padahal
saya lahir di sana. Kami tidak boleh punya KTP," tambahnya.
Kepala Rudenim Belawan Purba Sinaga menyebutkan, dari 136 imigran yang ditampung di Rudenim Belawan, 26 di antaranya adalah suku Rohingya. Sebanyak delapan orang di antaranya anak-anak, dan lima orang perempuan dewasa. Hingga saat ini tercatat ada sebanyak 154 pengungsi Rohingya yang masih berada di Sumatera Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar