Jakarta (voa-islam.com)
Dulu mungkin masih berbangga terhadap ibukota DKI Jakarta. Sebagai kota
yang religius. Banyak masjid. Banyak Muslim. Mereka beribadah dengan
ta'at. Masjid ramai dengan kegiatan. Berbagai kegiatan Islam di gelar.
Semua penduduk menikmati dengan kehidupan di Jakarta. Beranak pinak.
Mereka mendiami sudut-sudut Jakarta.
Jakarta direbut oleh
pasukan Fatahillah dari tangan penjajah kafir, Portugis. Bukan oleh
siapa-siapa yang merebut Jakarta dari tangan penjajah. Kemenangan yang
mereka capai, karena keyakinan yang mereka memiliki, saat melawan
penjajah kafir dari Eropa.
Menantu Sultan Demak,
Fatahillah, berhasil membebaskan "Sunda Kelapa", tahun 1527, dari
penjajah Portugis, dan memberi nama : Jayakarta, yang artinya kota Islam
yang jaya.
Muslim di Jakarta
membangun kehidupan. Turun-temurun. Sampai datanglah zaman baru. Di mana
orang-orang mendiami Jakarta termasuk orang-orang Cina, yang sekarang
ini membangun "enclave" (kantong) sebagai hunian di berbagai sudut Jakarta secara eksklusif.
Perlahan-lahan
terjadi perubahan demografis (komposisi penduduk). Misalnya,
daerah-daerah Pasar Baru, Pademangan, Kota, Glodok, Ancol, Pluit, Muara
Karang, Pantai Indah Kapok, Jakarta Barat, dan sepenjang Pantai Utara,
sampai Tangerang.
Golongan
Muslim sudah tidak lagi sebagai penduduk yang mayoritas. Bergeser.
Orang-orang Cina yang mayoritas di wilayah itu. Bersamaan semakin
banyaknya berdatangan para imigran Cina yang bermlukim di berbagai
sudut Jakarta.
Tentu, orang-orang Cina
yang datang di Jakarta, pasti mereka membawa budaya, dan
kebiasaan-kebiasaan yang sudah mapan, dan menjadi karakter mereka.
Mereka membangun dan berada di "enclave" yang eksklusif, dan terus mempertahankan karakter mereka.
Sampai karakter mereka menular dikalangan orang-orang pribumi. Dengan membangun benteng "pecinan",
di berbagai sudut di Jakarta, akhirnya mereka berhasil menggilas,
kalangan pribumi (Betawi), dan para pribumi tergusur, ke pinggiran kota
Jakarta, bahkan lebih jauh lagi.
Kaum pribumi yang miskin, tanpa akses ekonomi dan pendidikan, dan mereka hanya memiliki "surat tanah",
maka akhirnya tanah-tanah mereka semuanya berpindah tangan. Tanah-tanah
yang mereka miliki sebagian besar menjadi milik orang-orang cina, dan
bentuknya menjadi real estate, apartemen, plaza, mall, kantor, tempat
rekreasi. Sekarang menjamur di seluruh sudut ibukota Jakarta.
Orang-orang Betawi hanya bisa termangu melihat perubahan itu.
Tentu, sekarang Jakarta menjadi kota "Kosmopolitan".
Orang Betawi sudah minoritas. Betawi suda bukan lagi menjadi kelompok
tunggal, yang mendiami Jakarta. Masyarakat sudah sangat beragam.
Berbagai suku. Berbagai agama. Meskipun, sampai hari ini penganut Islam
masih mayotas di DKI Jakarta. Tetapi, tidak ada jaminan Islam akan tetap
ada di Jakarta.
Perlahan-lahan
Jakarta berubah. Mungkin suatu ketika akan seperti Makau. Kota di
wilayah Cina. Sebuah daratan sempit, yang menjadi pusat segala bentuk
kemaksiatan dan kedurhakaan. Assetnya bermilyar dollar dari kegiatan
maksiat. Segala bentuk maksiat ada di Makau.
Mungkin Jakarta akan seperti Makau? Sebuah campuran kemewahan,
kemakmuran, kejahatan, atau bajingan bbercampur. Makau adalah
satu-satunya kota di Cina, di mana perjudian adalah legal. Bagi banyak orang, bekas koloni Portugis, Makau telah menjadi Las Vegas dari Timur.
Sekarang
apa yang tidak ada di Jakarta. Pelacuran, perjudian, hiburan, dan
berbaur dengar narkoba, semuanya sudah menjadi kehidupan sehari-hari.
Pusat hiburan itu, berbuar dengan pelacuran, tarian telanjang, judi, dan
narkoba, berlangsung sepanjang malam.
Semuanya
sudah menjadi industri. Industri pelacuran, industri perjudian, dan
industri narkoba. Sering polisi menemukan apartemen mewah, menjadi
pabrik narkoba. Siapa pemiiknya? Seperti di berbagai sudut di Jakarta.
Siapa
pemiliknya? Pasti boleh dibilang sebagian besar para "taoke" cina,
yang memang mereka berbisnis di bidang kotor itu.Orang-orang cina
mendiami apartemen-apartemen di pinggir-pinggir pantai. Tak pelak
kemungkinan berlangsungnya penyelundupan.
Seperti
di Amerika Serikat, ada Las Vegas, yang paling terkenal di dunia,
sebagai pusat perjudian, dan seorang ekskutif Las Vegas Sand Corp,
Sheldon Adelson, yang mengelola bisni perjudian dan hiburan itu, bisa
mengumpulkan uang, yang tidak sedikit dari bisnis dari haram itu,
mencapai $ 2,5 miliar dollar. Setiap bullannya. Tidak sedikit. Semuanya
dari hasil kegiatan yang haram di Makau itu.
Betapa
bisnis haram sekarang ini sudah merebak di ibukota Jakarta. Bak jamur
di musim hujan. Karena, bisnis bidang ini, sangat menggiurkan. Semua
ingin berinvestasi. Karena, begitu cepat perputaran uangnya, dan
keuntungannya yang berlipat-lipat. Tak heran.
Perlahan-lahan
Jakarta, yang sudah menjadi kosmopolitan, semuanya dihiasi dengan
kehidupan malam, yang sangat kotor. Dengan terus berjalan. Menggerus
kehidupan rakyat Jakarta, terutama Muslim, yang sekarang hidup di kota
kosmpolitan ini, dan terlihat semakin miskin serta tersisih.
Di
Makau kegiatan judi itu, tak dapat dilepaskan dengan pejabat keamanan
dan suap. Maka, ketika bisnis perjudian dan hiburan itu booming,
pemerintah Cina memilih Yang Saixin, (60 tahun) sebagai penghubung
dengan pemerintah Cina.
Konon, Yan Saixin mengaku mempunyai hubungan dekat dengan Wan Jifei,
anak seorang wakil perdana menteri, dan Yang Saixin memperkenalkan
Adelson dengan anak pejabat itu. Semuanya itu, tujuannya memudahkan
usaha bisnis mereka dibidang perjudian dan hiburan.
Melakukan bisnis di China, perusahaan harus memahami istilah Cina kuno "guanxi", dalam arti yang paling dasar, yaitu bermakna koneksi atau hubungan yang membantu orang mendapatkan "sesuatu". Karakter orang cina yang memilih sogok dan suap, faktanya telah mengubah seluruh kehidupan, terutama di Jakarta.
Banyak pejabat yang menyerah dan bertekuk di kaki orang-orang cina, dan
membiarkan bisnis kotor itu, hidup dan berkembang di Jakarta, bahkan
dilegalisir, menjadi kehidupan yang normal.
Tentu,
pemerintah daerah mendapatkan manfaat dari bisnis haram itu, berupa
paja, yang akan memperbesar pundil-pundi PAD (Pendapatan Asli Daerah),
selain para pejabat daerah dan pusat yang semakin makmur menikmati dari
hasil bisnis kotor itu.
PAD
DKI Jakarta yang lebih Rp 50 triliun, sebagian berasal dari bisnis
kotor, yang dilegalisir. Seperti yang berlangsung di berbagai tempat
sudut di Jakarta.
Tidak ada kegiatan apapun dibidang bisnis orang cina, tanpa "guanxi". Tentu, orang-orang cina itu, pasti tahu di mana "guanxi" itu berakhir dan korupsi di mulai.
Apalagi, bisnis kotor yang menghasilkan uang banyak, pasti akan dimulai dengan "guanxi", dan bagian memuluskan usahanya. Karena itu, tak ada tembok, yang tak dapat ditembus dengan "peluru emas". Tak ada pejabat yang tak dapat di sogok dan di suap di republik itu.
Jakarta
cepat atau lambat akan menjadi Makau. Apalagi, jika terjadi pergeseran
kepemimpinan, nantinya di mana orang-orang cina bukan hanya, menguasai
asset ekonomi dan jaringan bisnis, tetapi memegang kekuasaan politik.
Muslim hanya akan melihat dengan terbengong, ketika Jakarta sudah menjad
Makau.
Muslim di Jakarta serta penduduknya, yang hanya orientasinya "perut",
pasti akan mengabdi dan bertekuk lutut kepada orang-orang cina, yang
bisa memberi manfaat secara ekonomi kepada mereka. Mereka akan menjadi
kuli-kuli orang-orang cina, sembari menanggalkan aqidah mereka.
Iman
dan aqidah sudah menjadi tidak penting lagi. Tentu, bagi rakyat banyak,
terutama mereka yang terus tergerus dengan kemiskinan, yang utama
adalah : "perut".
Hari-hari
mendatang Muslim di Jakarta, melihat begitu hingar bingar Jakarta
dengan judi, tarian perut, tarian telanjang, pelacuran, dan segala
bentuk kemaksitan, dan terus berlangsung dalam kehidupan. Tanpa jeda.
Sementara itu, mereka yang menolak akan dicap sebagai "ekstrimis" atau "fundamentalis". Para "taoke", yang menguasai bisnis kotor itu, pasti sudah menyiapkan juru, yang jitu, menghadapi kalangan yang tidak suka.
Sampai-sampai
ada seorang tokoh partai Islam, yang secara terang-terangan menolak,
membuat peraturan yang melarang judi, pelacuran, dan kegiatan maksiat
lainnya di Jakarta.
Kegiatan kotor itu akan terus berlangsung selama-lamanya, karena sudah
tidak lagi yang menolak. Muslim pun mengakui sebagai kegiatan yang
legal. Semuanya itu, karena orang-orang cina menggunakan jurus "guanxi". Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar