Bulan Agustus selalu dinanti-nanti oleh bangsa ini, bulan yang setiap
tahunnya selalu dijadikan momentum untuk mengingat kembali peristiwa
yang penting, yaitu hari kemerdekaan bangsa Indonesia yang jatuh pada
tanggal 17 Agustus 1945. Pada hari itu Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta
atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.
Peristiwa itu dikenang oleh bangsa indonesia secara mendalam, dan
tidak akan dilupakan oleh sejarah karena merupakan puncak dari
serentetan perjuangan yang luar biasa selama berpuluh-puluh tahun
lamanya. Berbagai pengorbanan baik berupa jiwa, harta dan bahkan raga
sekalipun diberikan untuk meraih kemerdekaan.
Peringatan 17 Agustus kali ini terasa istimewa karena berbarengan
dengan momen Hari Idul Fitri 1433 H. Jika kemerdekaan Bangsa Indonesia
dimaknai bebas dari penjajah (secara fisik), sedangkan Idul Fitri
dimaknai terbebas dari dosa, karena bagi muslim ia kembali fitrah. Momen
ini hendaknya menjadi renungan, apakah kaum muslimin sudah benar-benar
merasakan kembali ke fitrahnya sebagai hamba Allah SWT ?
Sistem sekuler merajai dunia
Kemerdekaan secara harfiah adalah kebebasan. Bagi kita kaum muslimin yang menjadi pertanyaan adalah; apakah kita sudah merasakan kemerdekaan? tentu akan banyak sekali jawaban yang berbeda. Bicara soal kebebasan tentu akan banyak parameternya yang menjadi tolak ukur.
Fakta menunjukkan, bahwa kemerdekaan hakiki belum dicapai oleh kaum
muslimin di berbagai belahan dunia manapun. Di Indonesia, umat Islam
masih terjajah oleh penerapan sistem sekuler yang memaksa mereka untuk
menanggalkan identitas kemusliman secara kaffah. Hal ini dapat kita
lihat dari beberapa aspek sebagai berikut :
Pertama, sulitnya menjaga moral akibat
liberalisasi sistem sosial. Liberalisasi sudah merajalela di belahan
dunia, seperti pergaulan bebas remaja, seks bebas seperti pelacuran dan
perzinahan marak di mana-mana, bentuknya semakin menjijikkan kerena tak
hanya dilakukan oleh manusia berbeda jenis kelamin, juga sesama jenis
pun terjadi. Ini bukanlah masalah individual tetapi gejala sistemik yang
jika dibiarkan pasti akan merusak tatanan masyarakat secara
keseluruhan. Semua ini tidak begitu saja ada, tetapi bagian dari
skenario global untuk merusak umat Islam.
Kedua, tidak diterapkannya sistem
pendidikan berbasis akidah Islam, sehingga banyak anak didik yang
berlaku amoral. Bahkan sekolah/perguruan tinggi internasional telah
merajai di negeri ini yang tentunya kurikulum yang diterapkan adalah
sekuler-liberal besar-besaran melalui pendidikan resmi.
Internasionalisasi ini bisa saja terjadi seperti UU Migas, akan ada alih
teknologi (metode) pendidikan tapi akhirnya pihak asing malah
mencengkram. Generusi penerus (siswa/mahasiswa) malah menjadi kuli
terdidik.
Selain internasionalisasi, sekulerisasi pendidikan tampak juga pada
kondisi di dalam negeri melalui madrasah, institut agama, dan pesantren
yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui
sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan serta perguruan tinggi umum
dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu
kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai sesuatu
yang tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang
merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan, justru kurang
tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar sebagai salah satu
aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh
aspek kehidupan.
Ketiga, sulitnya menjalankan muamalah
dengan cara islami, karena sistem ekonomi ribawi. Terlebih sistem ini
sejatinya telah melegalkan penjajahan ekonomi, pendidikan, pemikiran
(ghazwul fikri). Muamalah yang diterapkan adalah sistem ekonomi sekuler
yang memberikan kesempatan yang begitu luat untuk terjadinya korupsi,
kolusi dan nepotisme.
Apa yang dihasilkan dari penerapan sistem ekonomi
kapitalisme-liberalisme itu? Tersingkirnya negara dari aktivitas
ekonomi, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam, mengakibatkan
banyaknya kekayaan alam dikuasai korporasi, terutama korporasi asing.
Sehingga, merekalah penikmat paling besar kekayaan negeri ini.
Sebaliknya, rakyat yang menjadi pemilik sah kekayaan alam negeri
hanya gigit jari. Kalau pun mendapatkan bagian, jumlahnya jauh lebih
sedikit daripada bagian yang didapatkan korporasi asing. Kasus
pengelolaan tambang emas di Papua adalah salah satu contohnya. Hal yang
kurang lebih sama juga terjadi pada kontrak karya atau kontrak bagi
hasil pertambangan lainnya
Keempat, Indonesia merdeka secara
fisik, tapi sejatinya dijajah secara non fisik. Di negeri muslim lain,
tidak sedikit umat muslim justru terjajah secara fisik dan terusir dari
tanah airnya. Seperti yang marak di beritakan di berbagai media masa
seperti Afganistan, Palestina dan Tragedi kemanusiaan di Siria,
Rohingya yang baru saja terjadi.
Kebebasan muslim
Penjajahan terhadap kaum muslim terus terjadi, ini membuktikan bahwa
kaum muslimin belum sepenuhnya menikmati kemerdekaan yang hakiki. Kaum
muslim masih tertindas dan terkungkung oleh kekuatan sistem
sekuler-kapitalis. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang
diterapkan oleh sistem tersebut.
Sistem sekuler-kapitalis yang sudah merajai dunia telah memenjarakan
kaum muslimin dari kebebasan mengekpresikan ketakwaannya. Hal ini sering
terjadi di negara manapun, sekuler-kapitalis selalu mencari-cari
kesalahan kaum muslimin, agar kaum muslim lemah dan tidak berdaya.
Sasarannya adalah merusak akidah kaum muslimin dan membumihanguskan kaum
muslimin dari dunia ini.
Sistem sekuler memenjarakan umat Islam dengan sekat-sekat
nasionalismenya, sehingga persatuan dan ukhuwah umat Islam tidak
tercapai. Sistem ini menghendaki umat Islam terpecah belah sehingga
tidak memiliki kekuatan.
Kemerdekaan bagi muslim adalah ketika mereka berhasil membebaskan
diri dari ideologi selain Islam. Yakni, dengan hidup di bawah naungan
sistem Islam. Sehingga dapat menjalankan identitas kemuslimannya secara
kaffah dan menjalankan kehidupan ini sesuai dengan syariat Islam. Tidak
ada lagi pelarangan untuk menjalankan hukum-hukum dari Allah SWT.
Terbebas dari ideologi selain Islam, Inilah yang harus diperjuangkan
oleh kaum muslimin.
Sistem Islam telah terbukti secara empiris mampu menyejahterakan
rakyatnya pada masa lalu. Kemajuan dan kebangkitan luar biasa muncul
karenanya sehingga Khilafah menjadi mercusuar bagi negara-negara lain di
dunia.
Oleh : Henny (Ummu Ghiyas Faris)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar