BILA kita pahami ada sebagian pemahaman masyarakat kita bahwa seorang
sosok kyai ideal atau bahkan wali menurut sebagian orang adalah seperti
para pemburu hantu yang lama ditayangkan di TV itu. Tampilan pakaian
yang ‘Ustadz abis’ menimbulkan kesan sebagai ilmu putih. Ditambah dengan
aksinya yang memukau. Memagari jin secara gaib, menggiringnya, hingga
memasukan jin ke dalam botol.
Tentang kemungkinan apakah team itu
melihat jin yang berada di setiap rumah yang dikunjungi, sebelumnya
perlu diketahui bahwa pada asalnya jin itu tidak bisa dilihat mata. Ibnu
Uqail rahimahulah menyebutkan: ‘Tiada dikatakan ‘jin’ melainkan karena
sifatnya yang istijnan yakni istitar (terhalang) dari pandangan mata.’
Pendapat tersebut sejalan dengan firman Allah:
“Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS Al-A’raf 27)
Ada
perbedaan pendapat dikalangan para ulama, apakah jin memungkinkan untuk
dilihat manusia ataukah tidak. Imam Safi’I termasuk yang berpendapat
tidak mungkin dengan dasar ayat di atas, seperti yang beliau katakana:
“barangsiapa mengklaim bahwa dirinya dapat melihat jin, maka kami
menganggap syahadatnya batal, kecuali jika dia seorang nabi.”
Jika
benar pendapat Imam Syafi’I ini, maka yang beliau maksud adalah melihat
jin dalam wujud yang asli, sedangkan melihat jin dalam bentuk tasyakkul
(malih rupa) itu memungkinkan dalam kondisi tertentu. Seperti
dijelaskan Ibnu Hajar ketika mengomentari pendapat Imam Syafi’I, “Yang
beliau katakana ini sangat mungkin bagi orang yang mengklaim melihat jin
dalam bentuk aslinya sebagaimana dia diciptakan.
Sedangkan orang-orang
yang melihat jin dalam bentuk yang telah melakukan penyerupaan dalam
bentuk hewan misalnya, maka hal itu tidak mengapa. Karena berbagai
riwayat telah menyebutkan tentang tasyakkul jin.”
Jin (meski dalam bentuk tasyakkul) bisa dilihat dalam tiga kondisi.
Pertama,
jin menampakkan diri atas kemauannya sendiri. Seperti setan yang
menampakkan diri dalam wujud Suraqah bin Malik bin Ju-stam ketika perang
badar, juga sahabat anshor yang bertemu dengan ular di ranjang yang
ternyata adalah jin, keduannya bergulat hingga semuanya mati dan tidak
diketahui mana yang lebih dulu mati, seperti yang diriwayatkan oleh Abu
Sa’id Al-Khurdi dalam shahih Muslim.
Kedua, dengan mantera, ritual
syirik atau diminumi air mantera. Hal ini seperti yang dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki khadam dari golongan jin. Dia bisa memanggil
maupun melihat jin yang menjadi piaraannya meski dalam wujud yang bukan
wujud aslinya
Ketiga, orang yang kesurupan terkadang melihat jin.
Dari ketiga kemungkinan tersebut, yang paling dekat dengan aksi para
pemburu hantu adalah yang kedua, wallahu a’lam. Karena dia (mengaku)
bisa melihat jin, sehingga mampu memagarinya dengan ‘pagar gaib’ agar
jin tidak kabur . tetapi, tidak mungkin seseorang mengetahui yang gaib
di segala tempat yang diinginkannya, karena Allah berfirman,
“(Dialah
Allah) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhainya,
maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan
di belakangnya.” (QS Al-Jin 26-27)
Untuk itulah para ulama menyebutkan bahwa di antara yang disebut sebagai thaghut adalah mereka yang mengaku melihat yang gaib.
Yang
aneh, bejibun orang ngantri untuk melakukan pembuktian gaib. Yakni
dengan cara menyediakan dirinya sebagai mediator, jasad yang dirasuki
oleh jin. Mengherankan, mengapa orang banyak menyediakan diri sebagai
orang yang dirasuki setan. Padahal Nabi banyak mengajarkan kepada kita
kiat untuk mencegah diri dari gangguan setan. Orang yang bersedia
dijadikan mediator sama saja menyetujui tindakan orang yang mengundang
jin untuk masuk ke jasadnya. Sedangkan jin diundang dengan mantra-mantra
syirik (meski dicampur dengan ayat-ayat Al-Qur’an), atau ada unsure
berdo’a kepadanya. Karena pengertian do’a adalah memohon kepada pihak
lain yang gaib. Padahal do’a adalah ibadah, barangsiapa yang
mengalamatkan kepada selain Allah berarti dia telah melakukan syirik.
Di
sisi lain, orang yang rela dijadikan mediator tawakalnya kepada orang
yang memasukkan jin ke jasadnya. Yakni dia yakin bahwa si paranormal
kuasa menyembuhkan dia dari kesurupan sebagaimana dia mampu mengundang
jin dan memasukkan ke tubuhnya. Dan aksi memasukkan setan ke dalam tubuh
manusia hanya dilakukan oleh dukun dan tukang sihir, tak satupun ulama
Islam apalagi Nabi, sahabat, tabi’in maupun imam empat madzhab yang
pernah melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar