Suatu ketika datanglah sejumlah perwira menengah dari Pusat Teritorial TNI Angkatan Darat
ke Markaz FPI di Jalan Petamburan, Jakarta Pusat. Dipimpin oleh seorang
komandannya berpangkat Kolonel, mereka diterima oleh Ketua Umum FPI
Habib Rizieq Syihab yang ditemani Ketua DPP FPI Bidang Nahi Munkar,
Munarman.
Salah satu topik pembicaraan mereka adalah soal
demokrasi. Kepada Habib Rizieq, perwakilan perwira menengah itu
berbicara, "Habib, kita bersyukur negara kita ini adalah negara
demokrasi". Mendengar ungkapan itu Habib Rizieq kemudian bertanya, "Dari
mana dasarnya Anda mengatakan bahwa negara ini adalah demokrasi?". Lalu
perwira itu menjawab sila keempat Pancasila adalah dasar demokrasi di
Indonesia.
Habib Rizieq kemudian meminta agar para perwira itu
membaca sila keempat Pancasila. Dibacalah, "Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan". Kemudian,
Habib Rizieq bertanya, "Anda yakin ini adalah dasar untuk demokrasi
berlaku di Indonesia?". Perwira itu menjawab, "Ya, saya yakin ini adalah
landasan idiil, lebih tinggi dari landasan konstitusionil."
Kemudian, dibacalah lagi sila keempat Pancasila itu. ""Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan".
Habib Rizieq bertanya, "Itu kan permusyawaratan, lalu perdemokrasiannya
di mana?".
Mendengar pertanyaan ini, para perwira TNI AD itu bingung. Mereka kemudian bertanya perbedaan musyawarah dengan demokrasi.
"Pertanyaan inilah yang saya tunggu," kata Habib Rizieq menceritakan
dialognya dengan sejumlah perwira TNI dalam peluncuran buku "Wawasan
Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah", di Istora, Senayan, Jakarta, Kamis
sore (7/3/2013) lalu. Habib Rizieq tak menyebut nama perwira yang datang
ke markaznya itu.
Menurut Habib Rizieq, musyawarah berbeda
dengan demokrasi. Di dalam Islam, musyawarah (syuro) adalah perintah
Allah Swt yang termaktub dalam Al-Quran, “wasyawirhum fil amri” dan “wa
amruhum syuro baynahum”. Bahkan tradisi syuro menjadi identitas seorang
mukmin. Sebaliknya, tidak ada perintah Allah dalam Al-Quran yang
menyuruh umat Islam untuk berdemokrasi.
Dalam pelaksanaannya,
musyawarah tidak boleh membicarakan hal-hal yang telah ditetapkan
hukumnya oleh Allah SWT. Musyawarah hanya membincangkan hal-hal yang
bersifat teknis dan mubah saja. Sementara dalam demokrasi, semua hal
bisa dibicarakan dan diambil voting. Hukum halal bisa berubah menjadi
haram, sementara haram bisa menjadi halal. Permufakatan di dalam
musyawarah tidak mungkin menghasilkan kemaksiyatan, sementara dalam
demokrasi melalui mekanisme voting bisa menghasilkan permufakatan
kemaksiyatan.
Jika ada kesamaan antara musyawarah dengan
demokrasi, harus dipahami bahwa ada kesamaan bukan berarti sama.
Perintah musyawarah turun melalui Al-Quran pada abad ketujuh pada masa
Rasulullah, sementara konsep demokrasi dirumuskan pada abad pertengahan
setelah revolusi Perancis di awal abad 19. Ada rentang waktu 12 abad.
"Kalau ada yang menyontek, tentu saja yang belakangan menyontek pendahulunya," kata Habib
Habib Rizieq menegaskan yang terjadi saat ini adalah perang
terminologi. Kaum sekuler mengklaim NKRI adalah negara demokrasi. "Jika
hal ini diterima, akibatnya sangat fatal," lanjutnya.
Jika umat
Islam menyetujui negara ini adalah negara demokrasi, maka kaum sekuler
dengan mudah akan mengatakan yang menginginkan syariat Islam harus
keluar dari NKRI. Padahal, logika ini bisa dibalik. Jika dikatakan bahwa
negara ini adalah negara musyawarah, dengan dasar Ketuhanan Yang Maha
Esa, maka siapapun yang menolak hukum Tuhan Yang Maha Esa harus keluar
dari NKRI.
Penjelasan Habib Rizieq inilah yang akhirnya pada
akhir diskusinya membuat delegasi Puster TNI AD bersepakat dengan FPI.
“Kami dari Puster, setuju dengan FPI. Indonesia adalah negara musyawarah
bukan negara demokrasi,” pungkas Habib menirukan ucapa perwira itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar