SAYA tidak habis pikir, mengapa setiap berada di tempat publik selalu
mendapati perempuan bercelana pendek ketat (hot pants). Celana yang
dipandang tidak hanya seksi bagi penggunanya, namun juga mencermintkan
kemajuan, moderen, dan mengerti perkembangan zaman. Sayang, sebagaimana
biasa, warga kita hanya meniru tanpa melihat ekses sampingnya. Tidak mau
mati gaya menjadi nomor pertama, urusan dampak belakangan saja.
Kalau
menyandarkan pada dalih hak asasi dan kebebasan berekspresi, silakan
saja. Ini logika kelas menengah yang mapan. Mereka suka-suka dengan gaya
hidupnya. Egoistik pembawaannya. Nah, bagaimana dengan peniru yang
masih labil dan hanya menerima sebagian saja dari pesona celana pendek
itu? Saya tidak yakin yang hadir di benak pemandangnya adalah estetika
dan budaya tinggi. Yang ada justru birahi.
Mari jujur, mengapa
seorang ayah sekalipun tega menodai kesucian putrinya sendiri hanya
karena tergiur pada kebiasaan si anak bercelana pendek ketika tidur? Si
ayah memang salah kurang ajar. Tapi, akankah kita biarkan kebiasaan atas
nama menyalahkan naluri syahwat lelaki dan membela buta hasrat konsumsi
celana pendek?
Mari bertoleransi, gunakan hot pants pada jalur
yang tepat. Di depan pasangan resmi saja, dan itu pun lebih baik ketika
tidak di tengah anak-anak tercinta. Saya sering miris melihat seorang
ibu yang ‘tega’ bermini ria dengan celana ala kadarnya, sementara sang
anak tidak diberi kesempatan mengetahui soal etika. Tidak heran ketika
si putri beranjak remaja, ia meniru ibundanya. Konyolnya ada juga
sebaliknya, si anak berjilbab lucu, sementara ibunya menjemput di
sekolah dengan tanpa ragu bermini ria!
Terminal,bandara sering
kali jadi ajang pamer paha yang tidak kenal situasi. Mal juga sudah
jamak menjadi wahana penyaluran gaya dungu para perempuan kita. Tidak
pandang cuaca, hujan deras sekalipun celana kebanggaannya digunakan.
Betul-betul tidak kenal toleransi, termasuk pada imunitas tubuh si
pemakai pada suhu udara.
Tetangga saya malah lebih drastis lagi.
Dari mereka bisa menjadi penciri, walaupun harus berhati-hati
menudingnya. Remaja yang kemaruk berhot pants, menjadi indikasi awal
kepedulian mereka pada soal virginitas. Malu, walau ini di tanah
Yogyakarta dan di tengah kampung pula, dihempaskan. Pertana celaka.
Benar saja, tidak lama tersiar hamil pranikah menjadi warta yang masuk di
telinga.
Saya iba pada pemakai celana peniru selebritas, yang juga
dungu bukan ajar. Katakanlah dipakai saat ke mal. Sudah di jalan
dipamer di rintik hujan, terciprati mobil di sisi saat ia dibonceng
kekasihnya, pas di mal tubuh yang harusnya ditutupi itu tergores lagi.
Ya, demi mode, sekali lagi, semua dikerjakan meski nalar dan hati
awalnya menolak keras.
Saya berpikir, dalam kacamata agama saya,
itu si pelopor dan pembudaya hot pants dosanya bukan kepalang akibat
banyaknya salah guna rancangan fashion bikinannya. Sudah adat dilabrak,
agama pun dibuang di keranjang baju. Belum lagi dari segi kesehatan,
apakah terjami aman dan nyaman. Dari sisi keamanan? Jangan tanya dan
jangan salahkan tindak ekses bagi pemakai. Mode, duh mode.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar