PAGI ini beredar kabar bahwa Syeikh Sa’id Ramadhan
al-Buthi meninggal karena ledakan bom di Damaskus pada Kamis (21/3/2013)
kemarin atau sekitar beberapa jam yang lalu waktu Indonesia. Banyak
yang mengucapkan bela sungkawa dan menyebutnya sebagai ‘syahid’. Siapa
sebenarnya Syeikh Buthi?
Muhammad Sa’id ibn Mula Ramadhan ibn Umar
al-Buthi dilahirkan di wilayah Buthan (Turki) pada tahun 1929 dari
sebuah keluarga yang cerdas dan taat beragama. Ayahnya, Syekh Mula
Ramadhan adalah salah seorang tokoh ulama besar di Turki, termasuk di
Syam. Sesaat setelah peristiwa kudeta yang dilancarkan oleh Kemal
Attatruk, ia pindah ke Syria bersama ayahnya. Sa’id kecil saat itu baru
berusia empat tahun. Guru pertama baginya adalah ayahnya sendiri.
Ayahnya pula yang memulai menanamkan pendidikan yang bermanfaat dan
membesarkannya dengan wawasan keilmuan yang tinggi. Dengan segala
kecerdasannya, Sa’id sendiri haus akan ilmu dan memiliki ingatan yang
mengagumkan.
Setelah menamatkan pendidikan Ibtidaiyah, ayahnya
mendaftarkan sang anak di Ma’had at-Taujih al-Islamy di daerah Meidan,
Damaskus di bawah pengawasan seorang mahaguru al-‘Allamah Syekh Hasan
Habannakeh –rahimahullah. Syekh Hasan mengetahui pada diri Sa’id
terdapat kecerdasan yang menonjol, karena itulah ia amat
memperhatikannya dan menjadikannya fokus pengawasan, hingga Sa’id dapat
menamatkan pendidikan Ma’had-nya dan menggondol Ijazah Tsanawiyah
Syar’iyyah.
Selanjutnya, Sa’id menuju Cairo dan meneruskan
studinya dengan spesialisasi ilmu Syariah hingga memperoleh Ijazah
Licence. Pendidikan Diploma-nya (setingkat S2) ia ikuti di Fakultas
Bahasa Arab. Pada tahun 1965, Sa’id Ramadhan menyelesaikan program
Doktornya di Univ. Al-Azhar dengan predikat Mumtaz Syaf ‘Ula. Disertasi
yang ia tulis dan berjudul “Dlawabit al-Mashlahah fi asy-Syari’at
al-Islamiyyah,” mendapatkan rekomendasi Jami’ah al-Azhar sebagai “Karya
Tulis yang Layak Dipublikasikan.”
Sa’id Ramadhan menguasai
berbagai disiplin ilmu. Di samping secara khusus menekuni sastra, ia
amat ‘menikmati’ keluhuran ajaran Islam, karena itulah ia mempelajari
filsafat dan ilmu ‘debat’ untuk menghadapi pemikiran para atheis dan
ahli bid’ah. Berbagai dialog yang menghadirkannya membuktikan bahwa
Sa’id adalah tipikal ulama pemikir yang tenang, memiliki ketajaman
analisis dan kedalaman pandangan.
Nampaknya, keikhlasannya
berdakwah menyiarkan ajaran Islam adalah alasan yang paling utama dari
kesuksesannya dan kecintaan orang-orang padanya. Ia menjadi tenaga
pengajar di Fak. Syari’ah Univ. Damaskus semenjak 1961. Kemudian Ketua
Jurusan Fiqh Islam pada Fak. Syariah dan pada gilirannya duduk sebagai
Dekan Fakultas pada tahun 1977. Saat ini Sa’id Ramadhan bekerja sebagai
Guru Besar di Fakultas Syariah Univ. Damaskus dalam bidang Fiqh Islam.
Menghadiri berbagai muktamar penting dunia Islam; Aljazair, Saudi
Arabia, Emirat, Bahrain, dan Turki serta belahan lain dunia Barat. Saat
ini ia duduk sebagai anggota Lembaga Kajian Peradaban Islam milik
kerajaan di Yordania.
Sa’id Ramadhan amat dikagumi oleh para ulama
dan pemikir muslim dari berbagai penjuru, karena ketinggian ilmu dan
kehebatan argumentasinya dalam berbagai diskusi. Sa’id aktif memberikan
cermah/pengajian di beberapa masjid di Damaskus. Pengajian Mingu Malam
(al-Hikam li Athoillah as-Sakandari) dan Kamis malam (Riyadlush-Shalihin
li al-Imam an-Nawawi) di Masjid al-Iman Damaskus selalu dipenuhi oleh
ribuan kaum muslimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar