data-config="{'skin':'skins/scmGreen/skin.css','volume':100,'autoplay':true,'shuffle':false,'repeat':1,'placement':'top','showplaylist':false,'playlist':[{'title':'Nurul Musthofa-Ya Dzaljalali Wal Ikram ','url':'http://www.youtube.com/watch?v=_eV6T3hpwEA'},{'title':'Nurul Musthofa-Ya Robbi Sholli Ala Muhammad','url':'http://www.youtube.com/watch?v=2vwjFDiMhv0'}]}" >


Senin, 02 September 2013

Mantan Menteri Peranan Wanita Juga Pernah Kecam Miss World.

Mantan Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (UPW) Mien Sugandhi dan sejumlah aktivis perempuan mengecam kegiatan kontes ratu kecantikan yang terlalu banyak menampilkan kemolekan tubuh perempuan, ketimbang memunculkan kiprah kegiatan dan pola pikir wanita.

“Kalau terlalu banyak menonjolkan tubuh perempuan, apa itu bukannya eksploitasi terhadap tubuh perempuan,” kata Mien Sugandhi di Jakarta, Selasa, berkaitan dengan maraknya kontes ratu kecantikan di Tanah Air.

Menurut Mien Sugandhi, kegiatan kontes ratu kecantikan justru membuat perempuan Indonesia menjadi tidak merdeka terhadap keberadaannya sendiri, karena dikhawatirkan mendorong pola pikir hanya untuk menonjolkan kemolekan tubuhnya semata.

Mantan Ketua Umum ormas MKGR itu menilai, kegitan tersebut merendahkan martabat perempuan Indonesia bahkan sebetulnya bertentangan dengan nilai-nilai budaya Indonesia dan agama Islam.

Lebih jauh ia menentang pengiriman perwakilan Indonesia ke arena ratu kecantikan yang terlalu menonjolkan keindahan tubuh semata seperti arena Miss Universe (Ratu Sejagat), karena dalam prosesnya tubuh wanita menjadi penilaian publik.

Sementara itu politisi perempuan dari Partai Persatuan pembangunan Aisyah Amini bernada serupa, keberatan dengan kontes-kontes kecantikan. Ia berpandangan, semestinya yang ditonjolkan adalah pola pikir dan kegiatan perjuangan perempuan Indonesia dalam menuntut persamaan haknya.

Menurutnya, kontes kecantikan dan mempertontonkannya di depan publik serta disebarkan secara luas oleh media bukannya seperti pengukuhan akan posisi perempuan Indonesia yang hanya menjadi objek semata dari hegemoni kaum laki-laki.

Itu sama saja tidak menghargai kemampuan perempuan Indonesia yang sesungguhnya. “Kegiatan itu membuat perempuan Indonesia mudah diperalat untuk tampil cantik tanpa melihat isi otaknya,”katanya.

Tidak Punya Identitas

Di tempat terpisah Ketua II Partai Rakyat Demokratik, Vivi Widyawati, dengan nada keras mengatakan, kontes kecatikan merupakan salah satu alat yang menjadikan perempuan sebagai komoditas dari industri kosmetika. “Kontes-kontes kecantikan itu membuat perempuan tidak punya identitas sendiri karena ditentukan oleh publik, bahwa perempuan yang cantik itu seperti ini. bagaimana tidak menjadi ajang komoditas, karena yang dinilai tubuhnya, kepintaran hanya polesan semata,” ujarnya.

Ia juga mengemukakan, kegiatan tersebut menjadikan perempuan tidak memiliki otoritas terhadap tubuhnya, karena tidak sesuai dengan`mainstream` industri komestik.

Otak perempuan menjadi tidak penting. Perempuan menjadi obyek yang dinilai seenaknya oleh publik. “Kalau mau dikaji mendalam, kontes kecantikan tidak mendidik bagi kaum muda. Padahal perempuan muda semestinya dipaksa kreatif. Bukan dengan kontes kecantikan. Perempuan menjadi terpenjara oleh penilaian publik yang kapitalis,” ujarnya,.

Sambil berkelakar dia menyatakan bahwa kontes kecantikan bisa jadi solusi ketika pemerintah tidak mampu memberikan pekerjaan bagi rakyatnya, yang sebagian besar saat ini adalah perempuan.

Ketiganya menyatakan perlunya pemerintah mempertahankan kebijakan yang sudah berlaku yaitu melarang kontes kecantikan yang hanya “menonjolkan hal-hal seksi” semata.

Mien Sugandhi bahkan merujuk pada Keputusan Pemerintah yang dikeluarkan Mendikbud no 237/U/84 khususnya pasal 4 dan 6 yang melarang kegiatan tersebut.

Mendikbud Wardiman Joyonegoro saat itu bahkan merasa perlu berkonsultasi dengan lima departemen seperti Menneg UPW, Menteri Agama dan Menteri Pariwisata sebelum mengeluarkan larangan tersebut.

Ironisnya, Wardiman sekarang justru menjabat sebagai Ketua Yayasan Putri Indonesia yang notabene pemilik dari franchise Miss Universe.

Sebelumnya Ketua Yayasan Putri Indonesia dipegang oleh BRAy Mooryati Soedibyo. Mooryati Soedibyo sendiri nampaknya tetap “ngotot” membela kegiatan Miss Universe di Indonesia.

Menurut Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jakarta periode 2004-2009 itu, pemerintah tidak perlu memiliki pola pikir seperti di zaman Orde Baru yang menentang kontes Ratu Sejagat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar