data-config="{'skin':'skins/scmGreen/skin.css','volume':100,'autoplay':true,'shuffle':false,'repeat':1,'placement':'top','showplaylist':false,'playlist':[{'title':'Nurul Musthofa-Ya Dzaljalali Wal Ikram ','url':'http://www.youtube.com/watch?v=_eV6T3hpwEA'},{'title':'Nurul Musthofa-Ya Robbi Sholli Ala Muhammad','url':'http://www.youtube.com/watch?v=2vwjFDiMhv0'}]}" >


Rabu, 18 Juli 2012

Pemerintah akan Larang Poligami dan Khitan Perempuan!.

Bukan kali ini saja Pemerintah Indonesia tunduk disetir oleh tekanan pihak-pihak asing yang dibungkus dengan kemasan bernama ‘Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)’. Pemerintah Indonesia kali ini berjanji kepada PBB untuk menghapuskan segala bentuk peraturan perundang-undangan yang oleh PBB dinilai sebagai hal diskriminatif terhadap perempuan, termasuk diantaranya akan melarang poligami dan khitan (sunat) perempuan. Janji tesebut dilontarkan oleh Pemerintah RI yang diwakili oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Linda Amalia Sari Gumelar, selaku Ketua Delegasi RI yang menghadiri acara dialog konstruktif dengan Komite CEDAW PBB, Rabu (11/7/2012), di New York, Amerika Serikat.
Untuk diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, atau sesuai teks aslinya dalam bahasa Inggris disebut: “Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women” (Konvensi CEDAW) yang dituangkan ke dalam UU No. 7 tahun 1984.
Dengan melakukan langkah meratifikasi Konvensi CEDAW PBB, berarti Pemerintah Indonesia secara langsung ataupun tidak langsung telah mengakui adanya diskriminasi terhadap perempuan Indonesia di segala bidang kehidupan. Sehingga oleh karenanya, Indonesia berkewajiban melakukan langkah-langkah penghapusan segala bentuk tindakan yang oleh PBB (Konvensi CEDAW) dinilai sebagai hal yang diskriminatif terhadap perempuan.
Sebagai negara yang sudah meratifikasi Konvensi CEDAW PBB, Indonesia juga diwajibkan untuk memberikan informasi perkembangan pelaksanaan butir-butir Konvensi CEDAW di Indonesia dengan mengirimkan Laporan Negara ke Komite CEDAW PBB setiap empat tahun sekali.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Linda Amalia Sari Gumelar, selaku Ketua Delegasi RI yang menghadiri acara dialog konstruktif dengan Komite CEDAW PBB, pada hari Rabu (11/7/2012), di New York, Amerika Serikat, menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia sudah melakukan upaya-upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
Adapun upaya-upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan yang dimaksud Menteri PPPA tersebut dilakukan dengan memberikan janji kepada Komite CEDAW PBB untuk merevisi UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sebelum tahun 2014. Sebelumnya Komite CEDAW PBB sudah sering mengkritisi UU No 1/1974 tentang Perkawinan, yang oleh mereka dinilai diskriminatif terhadap perempuan karena:
  • ada pembagian peranan yang tidak seimbang antara perempuan dan laki-laki,
  • faktor usia perkawinan (sering menjadi alasan pembenaran pernikahan anak), dan
  • membolehkan poligami.
Disamping itu, pemerintah RI melalui Menteri PPPA, Linda Amalia Sari Gumelar, juga berjanji kepada Komite CEDAW PBB akan memfasilitasi forum dialog antar tokoh agama dan masyarakat terkait masalah khitan (sunat) perempuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636 Tahun 2010. Sehingga terbangun pemahaman yang sama untuk menghapuskan praktek khitan pada perempuan, sesuai dengan prinsip CEDAW.
Sebelumnya Komite CEDAW PBB sudah meminta Indonesia untuk menghapus praktek khitan perempuan yang tertera dalam Permenkes Nomor 1636 Tahun 2010. Alasannya, disaat negara-negara Islam lainnya seperti Turki, Pakistan, dan Mesir telah menghapuskan sunat perempuan, Indonesia dinilai oleh Komite CEDAW PBB justru memiliki peraturan yang mengarah pada dukungan terhadap praktik-praktik kekerasan terhadap perempuan.
░░▒▒▓▓▒▒░░
Setiap forum pertemuan resmi di PBB pasti akan didahului dengan mengirimkan Agenda berisikan materi tentang butir-butir masalah yang akan dibicarakan. Artinya, sebelum berangkat menghadiri forum Konvensi CEDAW PBB tersebut di atas, Menteri PPPA, Linda Amalia Sari Gumelar, tentunya sudah menerima agenda pembahasan dan mengetahui butir-butir masalah apa saja yang akan dibicarakan, termasuk tekanan PBB untuk meratifikasi Konvensi CEDAW, dan untuk merevisi UU No 1/1974 tentang Perkawinan.
Secara tidak sadar, sedikit demi sedikit, kekuatan asing sudah ikut campur tangan mengatur undang-undang negara kita, dan ikut menentukan serta memaksakan pandangan subyektif mereka tentang apa yang dianggap baik dan apa yang tidak baik bagi bangsa ini menurut kacamata pihak asing. Norma-norma dan nilai-nilai tentang hal-hal yang baik dan buruk bagi bangsa Indonesia sudah tidak lagi ditentukan oleh anak bangsa ini, melainkan ditentukan oleh pihak asing, menurut kacamata asing, dengan meminjam tangan PBB. Apakah pemerintah Indonesia sudah sedemikian lemah dan tidak bermartabat sehingga setiap kali harus diam dan menunduk-nunduk manakala pihak asing melalui tangan PBB merasa lebih pintar dan ikut mengatur-atur tentang apa yang baik dan tidak baik bagi bangsa Indonesia? Atau jangan-jangan… pemerintah negeri ini memang merupakan serigala kepanjangan tangan ‘Geng Zionis’ yang menguasai lembaga PBB? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar