Quick count atau hitung cepat yang
dilakukan oleh berbagai lembaga survei pasca pencoblosan, menempatkan
pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama unggul dalam pemilihan
gubernur DKI Jakarta. Calon incumbent Fauzi Bowo yang berpasangan dengan
Nachrowi Ramli harus puas di urutan kedua.
Padahal, sebelum pilgub digelar, berbagai hasil survei yang rutin
dipublikasikan selalu menempatkan pasangan yang didukung Partai Demokrat
itu di tempat teratas. Dengan hasil ini, Pilgub DKI hampir dipastikan
berlangsung dua putaran.
Saat ditutup dengan 99,76 persen data yang masuk (409 TPS dari
total sampel 410 TPS) Lembaga Survei Indonesia, Rabu (11/7) menetapkan
pasangan Jokowi-Ahok unggul dengan 42,74 persen suara. Sementara
Foke-Nara meraih 33,57 persen.
Selanjutnya ada pasangan Hidayat-Didik 11,96 persen, Faisal-Biem
4,94 persen, Alex-Nono 4,74 persen, dan Hendardji–Riza 2,05 persen.
Data quick count serupa dilansir oleh Lingkaran Survei Indonesia.
Foke-Nara 34,10 persen, tidak mampu mengalahkan Jokowi-Ahok 43,04
persen. Demikian juga hasil hitung cepat yang dilakukan Indo Barometer,
Litbang Kompas, hingga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Semuanya menempatkan Jokowi sebagai pemenang.
Memang hasil ini belum final karena hitungan manual versi KPU DKI
Jakarta masih berlangsung. Meski begitu, metode quick count selama ini
terbukti bisa menjadi alat ukur untuk mengetahui hasil pemilihan dalam
waktu singkat. Dan biasanya, hasil penghitungan akhir, tidak akan
terlalu jauh berbeda persentasenya dengan versi hitung cepat.
Bagi kubu Fauzi Bowo, hasil quick count ini layaknya tamparan
keras. Bagaimana tidak, hasil survei selalu menempatkan Bang Kumis
sebagai juara. Bahkan, persentase suaranya cukup jomplang.
Seperti rangkaian survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia
yang rutin dirilis setiap bulan dalam beberapa bulan terakhir menjelang
pencoblosan digelar. Pada bulan April hingga awal bulan Juli 2012, Foke
terus unggul dengan kisaran persentase tertinggi 49,1 persen dan paling
rendah 43,7 persen.
Sementara Jokowi terus konsisten membuntuti di urutan kedua dengan
persentase tertinggi di hasil survei yang dirilis bulan Mei mencapai
20,9 persen. Sisanya, pasangan yang didukung PDIP dan Gerindra ini
selalu berada di sekitar angka 14 persen.
Selain LSI, ada Indo Barometer, Soegeng Sarjadi School of
Government SSSG) dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis
(Puskaptis) yang mengeluarkan survei. Semuanya menjagokan Foke berada di
tempat teratas, baik pilgub berlangsung satu putaran atau dua putaran.
Satu lagi lembaga yang mengeluarkan survei di pekan terakhir masa
kampanye adalah Jaring Suara Indonesia (JSI). Foke tetap berada di
urutan teratas namun persentasenya mulai menurun hanya di angka 35,5
persen. Sedangkan Jokowi cuma mendapat 9,5 persen suara saja.
Sayangnya, kedua lembaga ini, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan
Jaring Suara Indonesia (JSI) akhirnya mengakui jika mereka memang
menjadi konsultan politik Fauzi Bowo dan menjadi bagian dari tim
pemenang. Survei yang mereka lakukan pun demi kepentingan kliennya.
Toto Izul Fattah, salah satu peneliti Lingkaran Survey Indonesia
(LSI) mengungkapkan, survei yang dilakukan lembaganya, diongkosi oleh
kubu Fauzi Bowo. "Jadi memang saya merasa wajib mengungkapkan ini untuk
kepentingan transparansi, betul LSI ikut jadi tim pemenangan Foke, jujur
harus kami sampaikan," ujarnya di kantor LSI, Jalan Pemuda, Rawamangun,
Jakarta Timur, Minggu, (1/7) saat merilis hasil survei terakhir pilgub
DKI.
Sementara Direktur Eksekutif JSI, Widdi Aswindi mengakui jika
survei yang dilakukan lembaganya memang untuk kepentingan Foke. "Sebelum
saya paparkan hasil survei JSI, saya akui bahwa survei ini dilakukan
memang untuk kepentingan pasangan calon nomor 1," ungkap Widdi saat
merilis hasil survei JSI Jumat 6 Juli lalu.
Soal survei, sudah lama publik mencurigai jika hal itu dilakukan
untuk kepentingan salah satu calon. Manipulasi hasil survei, seringkali
dijadikan sarana untuk menggiring opini publik. Dalam konteks pilkada
misalnya, hasil survei bisa menjadi alat terselubung untuk mempengaruhi
persepsi atau pilihan publik. Hasil survei, terutama yang dilakukan
secara berkala dengan menempatkan calon tertentu sebagai unggulan,
diyakini sangat bisa memengaruhi sikap masyarakat yang masih bingung
menentukan pilihan.
Melalui penyebutan berkali-kali bahwa calon tertentu mendapatkan
dukungan yang sangat tinggi, ada kecenderungan membuat pemilih yang
tadinya netral, atau yang belum memutuskan pilihan terkena efek
dominasi. Di Pilgub DKI misalnya, beberapa hasil survei di bulan
terakhir menjelang pencoblosan, sangat jelas berupaya menggiring
pemikiran publik agar pilkada berlangsung cukup satu putaran. Kebetulan,
salah satu calon mengampanyekan pilgub satu putaran.
Sayangnya, upaya itu tidak berhasil dilakukan. Masyarakat Jakarta,
ternyata tidak terpengaruh dengan hasil-hasil survei tersebut. Buktinya,
suara pemilih Jokowi mampu unggul di atas Fauzi Bowo.
Pertarungan Foke dan Jokowi akan berlanjut ke putaran dua yang akan
digelar pada 20 September 2012. Tentunya, hingga hari pencoblosan
nanti, masih mungkin muncul hasil-hasil survei seperti yang terjadi saat
putaran pertama. Atau, mungkin saja tidak ada hasil survei yang akan
dipublikasikan lagi oleh lembaga survei yang terbukti salah. Mereka
tentunya tidak ingin merusak reputasi sendiri dengan kembali membohongi
publik dengan publikasi hasil survei pesanan yang penuh rekayasa.
Kemarin, para pemilih di Jakarta yang menggunakan hak pilihnya,
secara tidak langsung telah menghukum lembaga-lembaga survei tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar