Ajaran Islam cukup dan sangat cukup untuk mengisi kerinduan kaum muslimin terhadap Ramadhan
BERBAGAI acara sebelum bulan Ramadhan, menurut tradisi yang telah
menjadi warisan, terlanjur sudah dipandang sebagai syi’ar Islam. Namun
yang cukup menggelisahkan adalah banyak di antara para pelaku tradisi
itu, juga tidak memahami apa sebenarnya yang mereka katakan dengan
syi’ar tersebut. Kondisi ini semakin dibuat kabur dengan label wisata
religi dan pelestarian warisan budaya oleh pihak-pihak terkait yang juga
kurang faham dengan ajaran Islam walaupun banyak yang beragama Islam.
Dengan keadaan seperti itu, maka semakin sempurnalah perlindungan
terhadap kegiatan-kegiatan ini tanpa peduli apakah itu memang bagian
dari syi’ar Islam atau tidak. Bahkan muballigh pun ada yang merasa tabu
kalau harus mengkaji itu kembali. Makanya tidak mengherankan, jangankan
meluruskan atau memperbaiki, malah ada di antara muballigh yang
berjibaku mempertahankan tradisi tersebut. Tanpa rasa malu untuk
memperkuat pendapat mereka, hadits-hadits yang tak ada ashal pun
dipergunakan.
Acara balimau dengan berbagai cara pelaksanaannya adalah contoh nyata
bagaimana pemahaman umat terhadap ajaran Islam sangat perlu mendapat
pencerahan.
Kegembiraan Sambut Ramadhan
Selama ada keimanan dalam hati setiap insan, tentu apa yang
dijanjikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala berupa pencapaian taqwa
(al-Baqarah 183) bagi orang yang beriman dengan menjalankan ibadah
puasa, pasti akan membangkitkan kerinduan dan kegembiraan dengan
memghampirnya bulan Ramadhan. Sepertinya tidak sampai di situ saja,
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam juga tidak sedikit
yang membawa berita gembira akan kedatangan bulan Ramadhan. Bahkan di
awal bulan Rajab dalam riwayat imam Ahmad dan Bazar Rasulullah telah
menanamkan rasa rindu bertemu Ramadhan melalui do’a yang beliau ajarkan
yaitu:
اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان
“Allahumma barik lana fi Rajab wa Sya’ban wa barik lana fi Ramadhan”
(Ya Allah ! Berkahilah kami di bulan rajab dan sya’ban serta berkahilah
pula kami di bulan Ramadhan).
Walaupun hadits ini ada persoalan pada sanadnya, namun untuk menjadi
ajakan mempersiapkan diri dengan kegiatan-kegiatan yang masyru’ (yang
ada tuntunan syar’inya), menurut penulis boleh dimunculkan. Dengan
demikian berarti bahagia serta gembira menyambut kedatangan Ramadhan
adalah suatu yang terpuji dalam pandangan Islam.
Namun yang perlu menjadi catatan penting adalah, kegembiraan dan
kebahagiaan yang pada hakikatnya adalah suasana batin manusia bila
diungkapkan dalam tindakan lahir tentu jangan sampai bertolak belakang
dengan hakikat tersebut. Kalau memang kebahagiaan menyambut Ramadhan itu
muncul dari keimanan terhadap janji Allah Subhanahu Wata’ala dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam maka ungkapkanlah kegembiraan
itu dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan tuntunan Allah dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Karena itu, wahai kaum
muslimin, mari wujudkan kegembiraan itu dalam ketaatan kepada Allah
Subhanahu Wata’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam.
Hindarilah mengekspresikan kegembiraan menyambut Ramadhan dengan berbuat
kemaksiatan dan menambah-nambah amalan yang tidak disyari’atkan.
Ingatlah bahwa apa yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala di
bulan Ramadhan tidak akan bisa diraih dengan berbuat kemaksiatan. Hanya
keta’atanlah yang bisa menjadi tangga menjangkau rahmat Allah Subhanahu
Wata’ala, sebagaimana Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam
yang diriwayatkan oleh Imam al-Thabrany melalui jalur Ibnu Mas’ud serta
Hudzayfah Ibn al-Yaman:
“…apa yang ada di sisi Allah Subhanahu Wata’ala tak akan bisa diraih melainkan dengan menta’atiNya.”
Puasa Sya’ban
Anas Ibn Malik ra pernah menceritakan jawaban Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wassalam ketika ditanya tentang puasa, apakah yang afdhal
setelah Ramadhan? Beliau menjawab: “Puasa Sya’ban untuk mengagungkan
(ta’zhim) Ramadhan.” (HR. Imam al-Turmudzy)
Beginilah Rasulullah menyambut Ramadhan. Apakah adalagi sunnah yang
lebih baik dari apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wassalam? Apakah tidak cukup bagi kaum muslimin ajaran yang telah
dibentangkan oleh Rasul mereka?
Ajaran Islam cukup dan sangat cukup untuk mengisi kerinduan kaum
muslimin terhadap Ramadhan. Yah, puasa sunat sya’ban untuk menyambut
puasa wajib ramadhan. Inilah langkah yang tepat. Di samping membiasakan
diri juga mempersiapkan suasana qurbah (kedekatan diri) kepada Allah
Subhanahu Wata’ala untuk menjadi hamba-hamba yang pantas mendapatkan
karunia Allah Subhanahu Wata’ala di bulan penuh berkah tersebut. Karena
itu, umat Islam sebenarnya tidak butuh lagi dengan berbagai cara yang
diadopsi dari berbagai sumber yang bukan bagian dari Islam itu sendiri.
Inilah yang dinamakan dengan kesempurnaan Islam.
Iman sebagai Modal
Kesempurnaan ajaran Islam telah membentangkan jalan yang berawal dan
berujung. Kalau taqwa sebagai tujuan, maka imanlah sebagai tangga
awalnya. Jadi, kalau memang keinginan mendapatkan ketaqwaan yang
dijanjikan Allah Subhanahu Wata’ala di bulan Ramadhan bukanlah keinginan
palsu, maka jalan yang terbentang harus ditempuh. Persiapkanlah diri
dengan keimanan yang bersih dari noda syirik dan tinggalkanlah
kemaksiatan. Inilah yang diisyaratkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala
dalam firmanNya:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا
إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ
فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
“Sesungguhnya aku ini manusia biasa sepertimu, yang diwahyukan
kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Rabbmu itu adalah rabb yang Esa”.
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia
beramal saleh dan janganlah ia mempersekutukan Rabbnya dengan siapapun.”
(QS. al-Kahfi 18:110)
Berilmu Sebelum Beramal
Setelah berbenah diri dengan menyingkirkan kemaksiatan maka yang
tidak bisa ditinggalkan oleh setiap muslim adalah menuntut ilmu tentang
ibadah di bulan Ramadhan. Kalau kita bercermin dengan hadits Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah
melalui Salman al-Farisy yang menukilkan khutbah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wassalam di akhir sya’ban maka dapat terlihat harapan kuat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam agar umat memiliki bekal ilmu
untuk beramal. Kedha’ifan hadits ini tidak perlu jadi persoalan kalau
hanya dipakai untuk memperkuat perintah al-Qur’an dan Hadits-hadits
shahih serta ijma’ yang mewajibkan mukmin dan mukminah untuk menuntut
ilmu, apalagi terkait amalan yang akan dilakukannya.
Ini semua memberikan satu lagi tugas yang mendesak harus dilakukan
sebelum Ramadhan datang, yaitu menuntut ilmu tentang amalan di bulan
Ramadhan. Karena itu, majelis-majelis ilmu harus disemarakkan untuk
memfasilitasi umat yang ingin menambah ilmu pengetahuan tentang Ramadhan
dan amalan di bulan yang agung itu.
Khitam
Ternyata, tidak kurang ajaran Islam dalam mengisi sisi manapun dari
kehidupan manusia. Namun yang sangat disayangkan banyak manusia lebih
memandang kagum kepada kreasi dan peninggalan nenek moyangnya di
bandingkan tuntunan Allah Subhanahu Wata’ala dan RasulNya. Untuk semua
itu, penulis hanya bisa berbagi ilmu dengan penggalan hadits Rasul
Shallallahu ‘alaihi Wassalam:
“Sesungguhnya sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
(Rasulullah) Shallallahu ‘alaihi Wassalam.” (HR. Bukhari-Muslim dari
Jabir Ibn ‘Abdillah)
Dan akhirnya buat kaum Muslimin, MUI Sumbar mengucapkan “Selamat
Menjalankan Ibadah Puasa” mudah-mudahan Allah menerima semua amalan
shalih dan menganugerahkan ketaqwaan di bulan Ramadhan ini. Amiiin.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar