data-config="{'skin':'skins/scmGreen/skin.css','volume':100,'autoplay':true,'shuffle':false,'repeat':1,'placement':'top','showplaylist':false,'playlist':[{'title':'Nurul Musthofa-Ya Dzaljalali Wal Ikram ','url':'http://www.youtube.com/watch?v=_eV6T3hpwEA'},{'title':'Nurul Musthofa-Ya Robbi Sholli Ala Muhammad','url':'http://www.youtube.com/watch?v=2vwjFDiMhv0'}]}" >


Jumat, 04 Januari 2013

Kaum Liberal Persoalkan Aturan Bermotor Bagi Perempuan di Lhokseumawe

Jakarta (SI ONLINE) - Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, akan memberlakukan larangan bagi perempuan duduk terbuka atau ngangkang di atas sepeda motor. Alasannya perempuan duduk ngangkang di atas sepeda motor dinilai tidak sesuai dengan Syariat Islam dan adat istiadat setempat.

Pemkot Lhokseumawe akan mensosialisasikan dulu pelarangan ini kepada masyarakat mulai pekan depan, sebelum diterapkan secara penuh. Tetapi, hal positif ini telah menuai kecaman sejumlah aktivis perempuan dari kalangan liberal.

Ketua Komnas Perempuan, Yuniati Chuzaifah mempertanyakan larangan bagi perempuan duduk terbuka atau ngangkang di atas sepeda motor. "Apa yang ingin di kedepankan dari pelarangan ini?" tanyanya seperti dikutip Tribunnews.com, Kamis (3/1/2012).

Kata dia, kalau berbasis asumsi moralis yang dikaitkan dengan seksualitas, lagi-lagi kebijakan ini membangun praduga negatif  terhadap perempuan.

Sementara anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari langsung mengecam rencana pemberlakuan aturan tersebut. Perempuan yang konsisten membela liberalisme dan aliran-aliran sesat ini mengatakan aturan itu merugikan dan diskriminatif.

"Kenapa Perda yang merugikan dan diskriminatif terhadap perempuan begitu mudah dikeluarkan tetapi susah dicabut," kata Eva, Kamis (3/1/2013).

Eva mengatakan kebijakan publik seharusnya bertujuan untuk membuat nyaman dan melindungi masyarakat. Ia mengingatkan aturan jangan berdasarkan prasangka dan kecurigaan dan tidak sesuai dengan kebijakan publik.

"Aku merasa sedih karena tidak untuk kepentingan publik. Lalu lintas seharusnya untuk keamanan. Kebijakan di  Lhokseumawe  seharusnya membuat aman, tidak meresahkan. Kok malah repot perempuan," kata politisi PDI Perjuangan itu.

Seharusnya, kata Eva, pemerintah daerah melihat apa yang dibutuhkan perempuan disana. Ia mencontohkan seperti kebijakan dalam pelayanan kesehatan atau pembangunan posyandu sehingga angka kematian ibu bisa menurun.

"Bukan apa yang dianggap penting oleh ulama, tetapi apa yang dianggap penting oleh asyarakat. Bikin kebijakan yang ramah," imbuhnya.

Eva pun meminta Kementerian Dalam Negeri untuk turun tangan dalam mengkaji aturan tersebut. "Ini seharusnya menjadi kewenangan Depdagri untuk mencabut," tuturnya.

Begitulah kelakuan kaum liberal. Setiap ada aturan yang postif dan berlandaskan syariah mereka konsisten berteriak menolak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar