Jakarta (voa-islam.com) Fatwa MUI DKI yang melarang tabligh akbar di jalan umum cenderung tidak bermutu dan akan berdampak mengkerdilkan umat Islam?
Sekjen MUI DKI Jakarta KH Syamsul Maarif, yang memberi penegasan
kepada Wakil Gubernur DKI Ahok, yang menyatakan MUI DKI telah
mengeluarkan fatwa yang melarang tabligh akbar di jalan umum.
Fatwa yang dikeluarkan MUI DKI itu benar-benar tidak bermutu, yang
melarang kegiatan tabligh akbar yang menggunakan ruas jalan umum.
Sudah seharusnya MUI mendukung kegiatan komunitas Muslim yang
melakukan kegiatan yang bersifat positip, seperti kegiatan tabligh
akbar. Bukan malah membuat fatwa yang melarang.
Dengan adanya fatwa yang dikeluarkan MUI DKI akan menjadi dasar fihak
ekskutif DKI, melarang kegiatan tabligh akbar, yang menggunakan ruas
jalan umum. Ini berarti akan membatasi kegiatan komunitas Muslim dengan
dasar fatwa MUI DKI. Ini berarti pula akan mengkerdilkan aktivitas
keagamaan, yang ingin dilakukan oleh komunitas Muslim di Jakarta.
Apalagi, sebentar lagi akan berlangsung perayaan Maulud Nabi Shallahu
Alaihi Wassalam. Banyak aktivitas komunita Muslim yang menyelenggarakan
perayaan Maulud Nabi Shallahu Alaihi Wassalam, dan tidak sedikit yang
menggunakan ruas jalan umum, karena terbatasnya ruang Masjid yang bisa
digunakan.
Seharusnya, MUI DKI mendorong dan memberikan motivasi kepada Pemda
DKI, agar selanjutnya memfasilitasi kegiatan komunitas Muslim di DKI,
termasuk pengaturan penggunaan jalan umum bagi kegiatan seperti tabligh
akbar.
Dengan semakin banyaknya kegiatan dakwah dan tabligh itu, niscaya
berdampak positif bagi kehidupan masyarakat, bukan dilarang dan
dibatasi, apalagi dengan menggunakan fatwa "pesanan", seperti yang dikeluarkan oleh MUI DKI.
MUI salah alamat mengeluarkan faktwa yang melarang kegiatan tabligh
akbar yang menggunakan jalan umum. Justru yang perlu dilarang kegiatan
konser, dan panggung dangdut, yang sering menimbulkan kerusuhan,
keributan, dan berlangsung di tempat-tempat umum, dan seringkali
menimbulkan kekacauan yang berdampak sangat negatif, terutama bagi
kehidupan remaja.
Konser musik yang berlangsung di berbagai tempat di Jakarta, bukan
hanya mengganggu ketertiban, tetapi dampaknya sangat luar biasa,
termasuk munculnya kekerasan.
Menjelang tahun baru masehi, Gubernur DKI Jokowi, membuat 16
panggung, di sepanjang Jalan Thamrin dan Sudirman, yang digunakan
menyambut tahun baru, berapa biayanya? Termasuk membayari para artis.
Belum lagi biaya yang digunakan membeli kembang api. Berapa ratus miliar
yang dikeluarkan kegiatan yang bersifat kemusyrikan itu? Justeru MUI
DKI tidak mengeluarkan pernyataan tentang kenyataan ini. Setiap tahun
berlangsung kemaksiatan yang dilegalisasi oleh pemerintah yang dengan
kedok menyambut tahun baru.
Tetapi, justeru konon MUI mengeluarkan fatwa "pesanan" dari
Ahok, yang akan digunakan untuk menghapus berbagai kegiatan dakwah
berupa tabligh akbar. Ini memang akan sangat menguntungkan bagi Ahok,
yang beragama Kristen, yang memang akan memanfaatkan fatwa itu,
mengkerdilkan umat Islam di DKI.
Dibagian lain, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI
Jakarta Triwisaksana tak sependapat dengan ide Majelis Umum Indonesia
(MUI) menertibkan majelis yang mengadakan kegiatan keagamaan di ruas
jalan. Menurut pria yang akrab disapa Sani itu, tanah lapang dan masjid
yang ada di Jakarta, tidak mampu menampung ekspresi keagamaan warga
DKI.
"Jumlah luas masjid atau lapangan itu lebih sedikit dibanding
ekspresi keagamaan. Jadi ya masih kurang," kata Sani, di Jakarta,
Minggu (13/1/2013).
Jika koordinasi di lapangan berjalan dengan lancar antara jamaah
majelis dan kepolisian, kata dia, tentu kegiatan keagamaan tersebut
tidak akan menjadi masalah.
Karena kegiatan ini akan berdampak positif, guna mengarahkan
masyarakat dan umat di DKI, kepada kecendurangan yang positif, dan
sekaligus menjadi katalisator bagi rakyat kecil, yang menghadapi
himpitan hidup di DKI Jakarta.
Semakin banyak kegiatan keagamaan di DKI Jakarta, maka akan mempunyai
korelasi dengan kehidupan rakyat dan komunitas Muslim di Jakarta, yang
akan mendapatkan pengingatan yang rutin, dan akan menjauhkan mereka
mereka dari melakukan tindakan destruktif, yang sangat menganggu
kehidupan publik di Jakarta.
MUI seharusnya bergabung dengan lembaga-lembaga dakwah lainnya
melakukan kerjasama dan pengaturan pelaksanaan kegiatan dakwah yang
sangat beragam yang diselenggarakan komunitas Muslim. Bukan dengan cara
mengeluarkan fatwa yang melarang.
Sekjen MUI DKI Jakarta KH Syamsul Maarif mengaku telah memberi
penegasan kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahok, mengenai fatwa MUI
DKI yang melarang melakukan kegiatan keagamaan di tempat-tempat umum,
sehingga mengganggu ketertiban umum.
Contoh ada tabligh akbar (di jalan umum, red), kan
merugikan banyak orang. Misalnya, istri mau dibawa ke rumah sakit,
membutuhkan pelayanan yang cepat, kan terganggu. Penataan seperti itu
harus ada sinergi dengan pemerintah," tegas Syamsul.
Ada-ada saja pikiran MUI DKI, membuat fatwa melarang tabligh akbar
yang menggunakan ruas jalan umum. Di DKI Jakarta nggak ada tabligh
akbar, jalanan juga tetap macet.
Hanya alasan yang dicari-cari yang mengatakan tabligh akbar
mengganggu ketertiban umum. Dengan mengeluarkan fatwa itu, tujuannya
hanya akan mengkerdilkan komunitas Muslim, dan menghilangkan ghirah
mereka. Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar