data-config="{'skin':'skins/scmGreen/skin.css','volume':100,'autoplay':true,'shuffle':false,'repeat':1,'placement':'top','showplaylist':false,'playlist':[{'title':'Nurul Musthofa-Ya Dzaljalali Wal Ikram ','url':'http://www.youtube.com/watch?v=_eV6T3hpwEA'},{'title':'Nurul Musthofa-Ya Robbi Sholli Ala Muhammad','url':'http://www.youtube.com/watch?v=2vwjFDiMhv0'}]}" >


Senin, 14 Januari 2013

Fatwa MUI DKI Jakarta Cenderung Mengerdilkan Umat Islam?

Jakarta (voa-islam.com) Fatwa MUI DKI yang melarang tabligh akbar di jalan umum cenderung tidak bermutu dan akan berdampak mengkerdilkan umat Islam?

Sekjen MUI DKI Jakarta KH Syamsul Maarif, yang memberi penegasan kepada Wakil Gubernur DKI Ahok, yang menyatakan MUI DKI telah mengeluarkan fatwa yang melarang tabligh akbar di  jalan umum.
Fatwa yang dikeluarkan MUI DKI itu benar-benar tidak bermutu, yang melarang kegiatan tabligh akbar yang menggunakan ruas jalan umum.

Sudah seharusnya MUI mendukung kegiatan komunitas Muslim yang melakukan kegiatan yang bersifat positip, seperti kegiatan tabligh akbar. Bukan malah membuat fatwa yang melarang.

Dengan adanya fatwa yang dikeluarkan MUI DKI akan menjadi dasar fihak ekskutif DKI, melarang kegiatan tabligh akbar, yang menggunakan ruas jalan umum. Ini berarti akan membatasi kegiatan komunitas Muslim dengan dasar fatwa MUI DKI. Ini berarti pula akan mengkerdilkan aktivitas keagamaan, yang ingin dilakukan oleh komunitas Muslim di Jakarta.

Apalagi, sebentar lagi akan berlangsung perayaan Maulud Nabi Shallahu Alaihi Wassalam. Banyak aktivitas komunita Muslim yang menyelenggarakan perayaan Maulud Nabi Shallahu Alaihi Wassalam, dan tidak sedikit yang menggunakan ruas jalan umum, karena terbatasnya ruang Masjid yang bisa digunakan.
Seharusnya, MUI DKI mendorong dan memberikan motivasi kepada Pemda DKI, agar selanjutnya memfasilitasi kegiatan komunitas Muslim di DKI, termasuk pengaturan penggunaan jalan umum bagi kegiatan seperti tabligh akbar.

Dengan  semakin banyaknya kegiatan dakwah dan tabligh itu, niscaya berdampak positif bagi kehidupan masyarakat, bukan dilarang dan dibatasi, apalagi dengan menggunakan fatwa "pesanan", seperti yang dikeluarkan oleh MUI DKI.

MUI salah alamat mengeluarkan faktwa yang melarang kegiatan tabligh akbar yang menggunakan jalan umum. Justru yang perlu dilarang kegiatan konser, dan panggung dangdut, yang sering menimbulkan kerusuhan, keributan, dan berlangsung di tempat-tempat umum, dan seringkali menimbulkan kekacauan yang berdampak sangat negatif, terutama bagi kehidupan remaja.

Konser musik yang berlangsung di berbagai tempat di Jakarta, bukan hanya mengganggu ketertiban, tetapi dampaknya sangat luar biasa, termasuk munculnya kekerasan.

Menjelang tahun baru masehi,  Gubernur DKI Jokowi, membuat 16 panggung, di sepanjang Jalan Thamrin dan Sudirman, yang digunakan menyambut tahun baru, berapa biayanya? Termasuk membayari para artis. Belum lagi biaya yang digunakan membeli kembang api. Berapa ratus miliar yang dikeluarkan kegiatan yang bersifat kemusyrikan itu? Justeru MUI DKI tidak mengeluarkan pernyataan tentang kenyataan ini. Setiap tahun berlangsung kemaksiatan yang dilegalisasi oleh pemerintah yang dengan kedok menyambut tahun baru.

Tetapi, justeru konon MUI mengeluarkan fatwa "pesanan" dari Ahok, yang akan digunakan untuk menghapus berbagai kegiatan dakwah berupa tabligh akbar. Ini memang akan sangat menguntungkan bagi Ahok, yang beragama Kristen, yang memang akan memanfaatkan fatwa itu, mengkerdilkan umat Islam di DKI.

Dibagian lain, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Triwisaksana tak sependapat dengan ide Majelis Umum Indonesia (MUI) menertibkan majelis yang mengadakan kegiatan keagamaan di ruas jalan. Menurut pria yang akrab disapa Sani itu, tanah lapang dan masjid yang ada di Jakarta, tidak mampu menampung ekspresi keagamaan warga DKI.

"Jumlah luas masjid atau lapangan itu lebih sedikit dibanding ekspresi keagamaan. Jadi ya masih kurang," kata Sani, di Jakarta, Minggu (13/1/2013).

Jika koordinasi di lapangan berjalan dengan lancar antara jamaah majelis dan kepolisian, kata dia, tentu kegiatan keagamaan tersebut tidak akan menjadi masalah.

Karena kegiatan ini akan berdampak positif, guna mengarahkan masyarakat dan umat di DKI, kepada kecendurangan yang positif, dan sekaligus menjadi katalisator bagi rakyat kecil, yang  menghadapi himpitan hidup di DKI Jakarta.

Semakin banyak kegiatan keagamaan di DKI Jakarta, maka akan mempunyai korelasi dengan kehidupan rakyat dan komunitas Muslim di Jakarta, yang akan mendapatkan pengingatan yang rutin, dan akan menjauhkan mereka mereka dari melakukan tindakan destruktif, yang sangat menganggu kehidupan publik di Jakarta.

MUI seharusnya bergabung dengan lembaga-lembaga dakwah lainnya melakukan kerjasama dan pengaturan pelaksanaan kegiatan dakwah yang sangat beragam yang diselenggarakan komunitas Muslim. Bukan dengan cara mengeluarkan fatwa yang melarang.

Sekjen MUI DKI Jakarta KH Syamsul Maarif mengaku telah memberi penegasan kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahok, mengenai fatwa MUI DKI yang melarang melakukan kegiatan keagamaan di tempat-tempat umum, sehingga mengganggu ketertiban umum.

Contoh ada tabligh akbar (di jalan umum, red), kan merugikan banyak orang. Misalnya, istri mau dibawa ke rumah sakit, membutuhkan pelayanan yang cepat, kan terganggu. Penataan seperti itu harus ada sinergi dengan pemerintah," tegas Syamsul.

Ada-ada saja pikiran MUI DKI, membuat fatwa melarang tabligh akbar yang menggunakan ruas jalan umum. Di DKI Jakarta nggak ada tabligh akbar, jalanan juga tetap macet.
Hanya alasan yang dicari-cari yang mengatakan tabligh akbar mengganggu ketertiban umum. Dengan mengeluarkan fatwa itu, tujuannya  hanya akan mengkerdilkan komunitas Muslim, dan menghilangkan ghirah mereka. Wallahu'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar