JAKARTA (Arrahmah.com) -
Tepuk tangan berulang kali membahana di lantai dasar Gedung Mahkamah
Konstitusi, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Setiap kali ada
pernyataan Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid, atau bahkan lontaran
peserta seminar yang menyudutkan Front Pembela Islam (FPI), sekitar 150
peserta bergemuruh menepukkan tangannya. Peserta seminar memang
mayoritas kelompok jaringan liberal. Ditambah sejumlah pendeta, aktivis
GKI Yasmin dan Jubir Ahmadiyah. Hanya ada beberapa saja dari kalangan
ormas Islam.
Itulah sedikit pemandangan dalam seminar bertajuk "Kekerasan Agama
dan Masa Depan Toleransi di Indonesia" hasil kerjasama The Wahid
Institute dan Mahkamah Konstitusi, Selasa siang kemarin (9/1/2013).
Seminar menghadirkan pembicara utama Direktur The Wahid Institute
Yenny Zannuba Wahid, Anggota MK Hamdan Zoelva dan Karo Wassidik
Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Roni F Sompie. Ketua Komnas HAM Otto
Nur Abdullah yang telah dijadwal ternyata tidak hadir. Sebelumnya, Ketua
MK Mahfud MD memberikan sambutan dan membuka seminar ini.
Meski di awal pemaparan Yenny mengatakan acara ini bukan untuk
menghakimi kelompok tertentu, tetapi dalam "perjalanannya" memang terasa
mereka ingin "menghakimi" FPI yang dituding Wahid Institute sebagai
pelaku tindakan intoleransi terbanyak selama tahun 2012.
"Seminar ini tidak bertujuan untuk menyalahkan atau menyudutkan atau
memberikan kesan negatif pada siapapun. Tetapi untuk menyibakkan
realitas dalam masyarakat, seperti ini lho yang terjadi di masyarakat
kita," kata Yenny.
Padahal, faktanya, sesuai paparan yang disampaikan Yenny, ternyata
juara pelaku tindak "kekerasan" selama tahun 2012 bukanlah FPI,
melainkan negara melalui instrumen kepolisian.
Berdasarkan hasil "klipping" media yang dilakukan The Wahid
Institute, FPI dituduh melakukan 52 tindakan intoleransi selama 2012.
Angka ini sebenarnya jauh lebih kecil dibandingkan pelanggaran oleh
negara yang dilaporkan yakni 110 pelanggaran yang terdiri dari 16
tindakan kekerasan.
Secara keseluruhan Wahid Institute menyebutkan selama 2012, terjadi
274 kasus pelanggaran denan 363 tindakan. Aktornya, negara 110 kasus
dengan 166 tindakan dan non-negara 147 kasus. "Ini meningkat dari
tahun-tahun sebelumnya," kata Yenny.
Anehnya, meski tindakan yang konon katanya dilakukan FPI jauh lebih
sedikit, tetapi rupanya justru inilah yang ditonjolkan dalam laporan
itu. Seolah-olah FPI adalah ormas pelaku intolerasi. Padahal mestinya
yang jadi sorotan utama adalah kekerasan oleh negara, terutama aparat
kepolisian, yang menembaki rakyatnya yang tak berdosa dengan dalih
pemberantasan terorisme.
"Saking seringnya, setiap 10 hari mereka melakukan tindakan
intoleransi. Mungkin semua sudah tahu mereka memakai bendera yang
bernama FPI," tuduh Yenny yang juga Ketum PKBIB yang gagal lolos
verifikasi KPU.
Sebelumnya, saat membuka presentasinya, Yenny menunjukkan
gambar-gambar yang diklaimnya sebagai hasil pencarian dari "google".
Dalam presentasinya Yenny menaruh gambar aksi Forum Umat Islam (FUI)
yang memadati Jalan MH Thamrin, aksi tolak Ahmadiyah dan berbagai foto
terkait penolakan umat Islam terhadap Ahmadiyah dan gereja ilegal.
"Potret indonesia sekarang kalau kita ketik google, toleransi di
indonesia, maka kita akan melihat gambar tadi. Tentu sangat miris kita,"
kata Yenny.
Padahal, setelah Suara Islam Online melakukan apa yang
dierintahkan Yenny, buka google, ketik "toleransi di Indonesia", tidak
ada gambar-ambar yang dimaksudkan. Aksi unjuk rasa tentu saja tidak bisa
dikatakan sebagai tindakan intoleransi. Sebab unjuk rasa memang hak
warga yang dijamin Undang-undang. Apakah Yenny tidak paham hal itu?.
Jadi Bulan-bulanan
"Pengadilan in absentia" terhadap FPI berhenti setelah Yenny Wahid
usai memberikan presentasinya. Hamdan Zoelva, hakim MK, berbicara secara
normatif mengenai jaminan kebebasan beragama dalam konstitusi. Hamdan
malah mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang tidak mengambil
jarak dengan agama. Melalui pernyataannya ini, secara tersirat dapat
dimaknai bahwa Hamdan menolak gagasan sekulerisme.
Demikian pula dengan Brigjen Pol Roni F Sompie. Karo Wassidik
Bareskrim Mabes Polri yang mengaku beragama Kristen Protestan ini juga
sama sekali tidak menyinggung soal kekerasan yang dilakukan oleh
masyarakat. Secara normatif ia menjelaskan hal-hal yang terkait dengan
tuas aparat kepolisian. Padahal, aparat kepolisianlah yang dituduh Wahid
Institute telah melakukan tindak kekerasan terbesar selama 2012. Roni
tidak membantah tudingan itu.
Ketika sesi tanya jawab, FPI kembali jadi bulan-bulanan. Adalah
seorang waria, Widodo Budi Darmo alias Dodo, yang menceritakan kisahnya
berhubungan dengan polisi dan aktivis FPI sekaligus dalam sebuah
kegiatan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Dodo, Koordinator Program Arus Pelangi, sebuah LSM yang aktif membela
hak-hak lesbian, gay, biseksual dan transeksual (LGBT), dengan gayanya
yang "lenjeh" dengan vulgarnya menceritakan pengalamannya saat acara
yang hendak dia gelar bersama rekan-rekannya dibubarkan oleh FPI.
"Polisi takut sama FPI. Saya hubungi Polda, Mabes Polri, mereka
semua bilang katanya ada keberatan dari FPI. Lho FPI ini siapa," kata
Dodo yang disambut gemuruh tepuk tangan peserta seminar.
"Binaan..binaan," teriak peserta lainnya.
Kata Dodo, bahkan Polisi yang ada di lapanganpun dibentak oleh oknum FPI. "Polisi-polisi itu dibentak oleh FPI," katanya lebay.
Curhatan Dodo yang panjang lebar itu kemudian saat sesi jawab,
ditanggapi oleh Yenny Wahid. Yenny mengaku memberi perhatian dan simpati
yang sangat mendalam pada kalangan waria. Yenny lantas menyinggung soal
kegiatan FPI yang diketahuinya memang sebelum melakukan "aksi" mereka
telah melakukan berbagai tahapan prosedur. Tapi kemudian Yenny berkata
secara retoris, "Memang mereka siapa?. Kalau seperti itu mestinya Banser
yang lebih siap melakukan," kata Yenny.
Nyatalah kebencian mereka terhadap aktivitas amar makruf nahi munkar
yang dilakukann FPI. Dan benarlah apa yang disampaikan Ketua Umum FPI
Habib Rizieq Syihab kepada Suara Islam Online beberapa waktu
lalu, bahwa laporan LSM liberal ini tak lebih sebagai laporan sampah
yang bau dan busuk. "Wahid Institute hanya cari muka kepada asing!.
Maklum kurang kerjaan, sehingga dolar mampet!", tudingnya.
FPI tegas menyatakan tidak akan melayani tuduhan palsu Wahid
Institute itu. "Tidak perlu kami layani, karena FPI bukan level
komprador atau antek asing," tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar