data-config="{'skin':'skins/scmGreen/skin.css','volume':100,'autoplay':true,'shuffle':false,'repeat':1,'placement':'top','showplaylist':false,'playlist':[{'title':'Nurul Musthofa-Ya Dzaljalali Wal Ikram ','url':'http://www.youtube.com/watch?v=_eV6T3hpwEA'},{'title':'Nurul Musthofa-Ya Robbi Sholli Ala Muhammad','url':'http://www.youtube.com/watch?v=2vwjFDiMhv0'}]}" >


Sabtu, 09 November 2013

Si anti Tahlil, minta Tahlilan

Ini kisah dari Bekasi, pinggiran kota Metropolitan Jakarta. Dalam lima tahun terakhir ini, pengalaman keagamaan orang-orang di kota besar banyak yang berubah. Mereka yang dulunya dari kampung terbiasa dengan praktek keagamaan tradisional, setelah hijrah ke Jakarta berubah. Termasuk sahabat kita yang satu ini, sebut saja Tukijan.

Dulunya Tukijan adalah jama’ah tahlilan di kampungnya. Tetapi, setelah sering mendapat ceramah dari ustad-ustad di kota, Tukijan menjadi orang yang sangat anti tahlil. Bahkan, Tukijan kini menjadi orang yang sangat sering menyerang dan menantang jama’ah yang masih setia melakukan tahlilan. Tukijan mengatakan bahwa tahlil itu bid’ah dholalah. Bid’ah yang sesat, sehingga mengerjakannya sia-sia bahkan diancam neraka. Sadis memang ucapan Tukijan. Seakan-akan dia sudah mengambil alih tugas Malaikat Rokib dan Atid, tukang catat amal baik dan buruk.


Namun suatu hari ada keluarganya yang meninggal, sikap Tukijan jadi berubah total. Ditinggal ke alam barzah anggota keluarganya membuat Tukijan melihat dunia menjadi mencekam dan dilanda kesepian yang mendalam. Tiba-tiba sontak dalam pikirannya seperti ada yang mendorong agar Tukijan datang ke Ustad yang menjadi pengurus takmir masjid tak jauh dari rumahnya. Ustad itu justru setiap malam jum’at menjadi imam tahlilan.

Kebetulan sore itu, ustad tadi menjadi imam shalat ashar. Tukijan tiba-tiba ikut wiridan keras, sampai do’a imam selesai. Setelah bersalam-salaman, jama’ah lain sudah pada pulang, Tukijan masih menunggu ustad yang pulang belakangan. “lho kok belum pulang Pak Tukijan?,” tanya ustad. “Anu .., ustad saya menunggu ustad untuk mengundang sekalian meminta ustad agar mengajak jama’ah tahlil mengadakan tahlilan malam nanti di rumah saya,” ujar Tukijan memohon pada ustad.

“Lho kok, Pak Tukijan bukannya dulu anti tahlil dan malah pernah menanyakan ke saya hukum tahlil yang dijawab sendiri Pak Tukijan bahwa hukumnya orang tahlil bid’ah,” jawab ustad dikira Tukijan tidak serius minta tahlilan di rumahnya.

“Ustad saya ini serius, saya akui dulu saya anti tahlil. Tapi sekarang sejak keluarga saya meninggal, saya tiba-tiba sangat ingin agar di rumah ada tahlilan untuk menenangkan batin saya yang sedang sedih dan kesepian,” jelas Tukijan. “Oh…, begitu. Baik, saya akan umumkan ke jama’ah tahlil agar nanti ba’da maghrib tahlilan di rumah Pak Tukijan,” ujar ustad.

Tukijan bercerita, dirinya menjadi anti tahlil karena didoktrin oleh ustadnya yang anti tahlil. Namun, begitu anggota keluarganya meninggal, Tukijan menjadi sangat antusias untuk mengadakan tahlilan di rumahnya.

Bagi Tukijan, pengalaman yang dialami sekarang ini, menjadikan tahlil kematian sangat perlu. Tahlilan berfungsi untuk menghilangkan kesepian, perasaan sedih dapat terlupakan karena sibuk melayani tamu dan ikut berdzikir yang akan membawa ketenangan. “Kami bersyukur, ketika dilantunkan do’a kepada keluarga kami, agar diampuni dosanya dan diterima pahalanya, kami sekarang menjadi lebih tenang,” cerita Tukijan.

Tukijan juga menceritakan, tahlilan kematian berdampak positif terhadap emosional keluarga yang ditinggalkannya. Karena dengan banyaknya jama’ah tahlil yang hadir tiap malam sampai tujuh hari, dapat menjadi obat kesepian dan bisa melupakan kesedihan yang dialami.

Ustad lalu menjelaskan, “Pak Tukijan, memang tahlil dan kenduri kematian tidak hanya semata-mata budaya, tetapi berdimensi social, mengandung muatan ibadah dengan berdzikir akan semakin dekat dengan Allah dan menjadikan hati lebih tenang,” jelas ustad.

Memang sedikit merepotkan, lanjut ustad, karena harus keluar belanja untuk menjamu mereka yang ikut tahlil. Namun, jika diniatkan sedekah dan pahalanya dihadiahkan pada si mayit, insya Allah menjadi ibadah. Sebagaimana hadits : “Dari ‘Aisyah : Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW dia berkata : Sesungguhnya ibuku telah meninggal tiba-tiba, saya kira kalau ia dapat bicara sebelum meninggal, tentu ia akan bersedekah. Apakah ibu saya akan dapat pahala, jika saya bersedekah menggantikannya?’ Jawab Nabi SAW : “Ya” (HR. Imam Muslim, juz XI hal 84)

Berdasarkan hadits tersebut, Imam Nawawi menjelaskan bahwa dibenarkan bersedekah yang kemudian pahalanya disampaikan kepada yang sudah meninggal, bahkan dianjurkan.

Sumber : Majalah Risalah NU no.7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar