Sebelum menciptakan kalimat Wallahul muwaffiq ila aqwamit-tharieq, Kiai
Ahmad telah menciptakan istilah Billahit taufiq wal-hidayah. Namun
karena Billahit taufiq wal hidayah kemudian digunakan oleh hampir semua
kalangan umat Islam, maka ia merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada
lagi.
Untuk itu ia menciptakan istilah baru, Wallahul muwaffiq ila aqwamit
tharieq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU.
KH Ahmad Abdul Hamid adalah salah satu ulama kharismatik di Jawa
Tengah. Ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah dan Imam
Masjid Besar Kendal. Karena peran dan ketokohannya, masyarakat Kendal
menyebutnya sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”.
Kiprah Kiai Ahmad, demikian panggilannya sehari-hari, di lingkungan NU
dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU
yang pernah didudukinya adalah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal,
Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah
(dengan Katib KH Sahal Mahfudz), dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU. Ia
juga tercatat sebagai distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun
1930an. Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa Kiai
Ahmad menyimpan dokumen-dokumen majalah NU seperti Buletin LINO
(Lailatul Ijtima' Nadhlatoel Oelama)
Kiai Ahmad termasuk sangat produktif menulis dan menerjemahkan
kitab-kitab. Kitab-kitabnya umumnya ditulis dalam bahasa Jawa dengan
tulisan Arab Pegon. Salah satu tulisannya yang cukup fenomenal adalah
terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syech KH Hasyim Asy’ari yang ia
terjemahkan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof. KH Saifudin
Zuhri.
Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi tidak
selesai sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya.
Terjemahan itu oleh Kiai Ahmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi
Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama.
KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H. (Sumber: Ensiklopedi NU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar