JAKARTA (voa-islam.com) - Front Pembela Islam (FPI), melakukan aksi dengan ribuan massa di depan Mapolda Metro Jaya, pada Senin (10/6/2013).
Dalam
aksi tersebut, FPI membagikan brosur dari Mabes FPI bertuliskan "Awas
Kompeni! Ayo Ganyang Konglomerat Perampas Tanah Rakyat."
Aksi ini
merupakan tindak lanjut FPI yang beberapa hari lalu sempat terlibat
bentrok dengan preman bayaran (centeng) dan oknum aparat kepolisian yang
membela kepentingan "Kompeni Naga Alam Sutera." Berikut ini kronologis
bentrok beberapa waktu lalu sebagaimana termuat dalam brosur yang
dibagikan FPI.
Dahulu
di zaman penjajahan Belanda ada kompeni bule yang suka merampas tanah
dan harta rakyat, mereka dibantu oleh centeng-centeng pengkhianat bangsa
dan negara. Kini, di zaman kemerdekaan hingga reformasi mencul kompeni
naga yang suka merampas tanah dan harta rakyat dengan dibantu oleh oknum
aparat dan pejabat serta preman bayaran berbaju ormas yang tega
memusuhi rakyat demi memenuhi isi perut mereka. Sekarang sudah tiba
saatnya rakyat harus melawan; ayo, hancurkan kezaliman! Tegakkan
keadilan! Ganyang kompeni naga! Allahu Akbar!
Kronologis Kebiadaban Kompeni Naga Alam Sutera
Keluarga
Ronah sejak tahun 1953 menempati dan menggarap lahan sawah mereka
seluas 2,2 hektar di wilayah Tangerang untuk membiayai kehidupan mereka,
dan mereka patuh membayar PBB hingga kini. Tatkala datang PT Alfa
Goldland Realty di tahun 1980-an ke wilayah tersebut untuk membebaskan
lahan masyarakat bagi pembangunan perumahan Alam Sutera keluarga Ronah
tidak tertarik untuk menjual lahannya karena merupakan sumber nafkah
satu-satunya bagi mereka.
Di tahun
2000-an keluarga Ronah mulai kewalahan menggarap lahan sawah mereka,
karena setelah pembangunan perumahan Alam Sutera pihak pengembang
sengaja memutus aliran irigasi yang selama ini mengairi sawah keluarga
Ronah. Akhirnya keluarga Ronah menyerah dan dan berencana menjual
lahannya kepada pihak pengembang. Mereka mengurus surat keterangan lurah
Pakulonan (sekarang Pakualam) No. 593.2/138/Kel.Pld/XII/2011 tertanggal
31 Oktober 2011 yang menerangkan keabsahan kepemilikan mereka atas
lahan tersebut sebagaimana terdaftar di buku C Desa/Keluarahan Pakualam.
Namun yang mengejutkan, tatkala mengurus surat ke Badan Pertanahan
Nasional (BPN) mereka dikabarkan oleh pihak BPN bahwa lahan tersebut
sudah dibuat setifikat HGB oleh pihak PT. Alfa Goldland Realty sejak
tahun 1984 dan diperpanjang pada tahun 1997.
Keluarga
Ronah pun meminta BPN untuk memediasi pertemuan antara mereka dengan
pengembang yang membuat sertifikat tanpa hak, akan tetapi pihak
pengembang tidak pernah memenuhi tiga kali undangan BPN untuk mediasi.
Akhirnya, di tahun 2012 pihak keluarga Ronah meminta bantuan BPN
Propinsi Banten untuk meneliti keabsahan sertifikat tersebut, hasilnya
sebagaimana tertuang dalam surat BPT Propinsi Banten No.
1031/600-36/VII/2012 tertanggal 16 Juli 2012 bahwa HGB pengembang No.
0378/Pakualam (dahulu HGB No. 33/Pakualam) dibuat atas dasar tanah girik
C No. 1014 Persil 84/ D.IV seluas 7.110 M atas nama Djain Lago, bukan
atas dasar Tanah Girik C No. 306 Persil 84/D.IV seluas 9.040 M atas nama
Ronah dan bukan juga atas dasar Tanah Girik C No. 299 Persil 84/D.IV
Seluas 13.000 M atas nama Jengkur bin Ronah. Lahan Djain Lago memang
bersebelahan dengan lahan keluarga Ronah dan lahan tersebut pun telah
diambil dan dibangun oleh pengembang sejak lama, sehingga sertifikat
tersebut tidak ada kaitan sama sekali dengan keluarga Ronah.
...Dahulu di zaman penjajahan Belanda ada kompeni bule yang suka merampas tanah dan harta rakyat, mereka dibantu oleh centeng-centeng pengkhianat bangsa dan negara. Kini, di zaman kemerdekaan hingga reformasi mencul kompeni naga yang suka merampas tanah dan harta rakyat dengan dibantu oleh oknum aparat dan pejabat serta preman bayaran
Berdasarkan
kekuatan surat-surat tersebut, keluarga Ronah meminta bantuan advokasi
melalui Jimmy Solihin & Partners, namun dalam tiga kali pertemuan
pihak pengembang tetap ngotot bahwa lahan keluarga Ronah adalah milik
mereka. Bahkan di awal tahun 2013 pihak pengembang mulai main kasar.
Pada tanggal 23 Januari 2013, Kompenai Naga Alam Sutera (AS) menggunakan
sebuah Ormas kedaerahan di Banten sebagai centeng bayaran untuk
meruntuhkan gubuk petani miskin keluarga Ronah di lahan sawah mereka,
merusak tanaman yang siap panen dan meratakan tanah dengan alat berat.
Keluarga
Ronah pun dengan susah payah membangun kembali gubuknya, namun pada
tanggal 30 Januari 2013 Kompeni Naga AS kembali mengerahkan centeng
bayaran untuk meruntuhkan gubuk tersebut, kali ini centengnya adalah
kelompok preman dari Indonesia Timur. Setelah itu keluarga Ronah pun
tetap membangun kembali gubuknya, tapi pada tanggal 15 Februari 2013 ,
lagi-lagi Kompeni Naga AS menggerakkan centeng bayarannya untuk
merubuhkan kembali gubuk tersebut, kali ini para centeng dipimpin oleh
seorang oknum bernama Sutopo yang mengaku sebagai anggota Marinir aktif.
Semua
peristiwa itu dilaporkan keluarga Ronah ke Polres Metro Kabupaten
Tangerang, tapi ironisnya pada tanggal 6 Februari 2013 justru keluarga
Ronah yang dijadikan terlapor dan tersangka oleh Polres. Bahkan lebih
ironisnya lagi, pada tanggal 15 Februari 2013 pihak Polres mendatangkan
oknum dari BPN untuk melakukan pengukuran di lahan keluarga Ronah tanpa
izin. Dan pada tanggal 23 Februari 2013 pihak Polres langsung merusak
pagar dan merubuhkan gubuk keluarga Ronah di lahan tersebut. Serta pada
tanggal 25 Februari 2013 Kasatreskrim memerintahkan keluarga Ronah untuk
keluar dari lahan tersebut dengan dalih bahwa Lurah Pakualam telah
mencabut surat keterangannya tentang kepemilikan keluarga Ronah atas
lahan tersebut. Anehnya, sampai saat ini keluarga Ronah maupun
pengacaranya tidak pernah melihat surat pencabutan tersebut. Jika pun
ada, maka surat tersebut sama sekali tidak bisa membatalkan kepemilikan
keluarga Ronah atas Tanah Girik dengan No Persil yang sudah tercatat dan
terdaftar sejak lama di Kelurahan maupun di BPN. Biadab! Polres
Kabupaten Tangerang pun sudah jadi centeng bayaran Kompeni Naga AS untuk
menindas rakyat lemah dan miskin.
Para Centeng Bayaran Menghina Islam
Akhirnya
keluarga Ronah meminta bantuan perlindungan ke Posko FPI Tangerang.
Sejak saat itu laskr FPI bersama pengacara keluarga Ronah melakukan
langkah-langkah pembelaan secara persuasive untuk mempertahankan hak
rakyat miskin yang mau dirampas secara keji oleh konglomerat jahat yang
menggunakan centeng bayaran dari kalangan oknum aparat dan Ormas maupun
preman.
Kali
ini, untuk menghadapi keluarga Ronah yang dibela laskar FPI Tangerang,
maka Kompeni Naga AS pada tanggal 5 Juni 2013 tidak tanggung-tanggung,
mereka mengerahkan tidak kurang dari seribu centeng bayarannya yang
terdiri dari polisi dan security serta preman dari sejumlah ormas
kedaerahan dan kepemudaan yang dipersenjatai dengan berbagai macam
senjata. Berdasarkan laporan sejumlah warga setempat yang menyesal bahwa
Kapolres sebagai komandan penyerangan dan Sutopo sebagai Korlapnya,
serta orang dalam Kompeni Naga AS yang bernama Pramono dan Emil sebagai
penyetor dana bayaran para centeng. Para centeng mengusir keluarga Ronah
dan beberapa laskar FPI yang menjaganya, lalu merusak pagar lahan
keluarga Ronah dan merubuhkan gubuk serta membakar harta benda keluarga
Ronah, termasuk membakar bendera FPI yang bertuliskan Laa Ilaaha Illallaah-Muhammadurrasulullaah sambil mencaci maki Islam.
Lucunya,
pada saat penyerangan lahan oleh para centeng Kompeni Naga AS ke lahan
keluarga Ronah, pihak Polres menyatakan bahwa mereka telah mendapat
surat eksekusi dari pengadilan sambil mengacung-acungkan kertas tanpa
memperlihatkan isinya. Sejak kapan ada surat eksekusi dari pengadilan
tanpa digelar sidang? Dan sejak kapan pengeksekusian dilakukan tanpa
juru sita pengadilan? Sejak kapan polisi jadi petugas eksekusi
pengadilan? Dasar centeng penipu!
...Para centeng mengusir keluarga Ronah dan beberapa laskar FPI yang menjaganya, lalu merusak pagar lahan keluarga Ronah dan merubuhkan gubuk serta membakar harta benda keluarga Ronah, termasuk membakar bendera FPI yang bertuliskan Laa Ilaaha Illallaah-Muhammadurrasulullaah sambil mencaci maki Islam.
Kemudian
pada tanggal 6 Juni 2013 seribu laskar FPI dari Tangerang dan
sekitarnya mendatangi lahan keluarga Ronah untuk memberi pembelaan, lalu
dihadang oleh seribuan centeng Kompeni Naga AS yang dipersenjatai.
Saksi di lapangan menyatakan bahwa Kapolres sengaja membenturkan FPI
dengan para centeng, namun setelah terjadi bentrokan, akhirnya para
centeng tersebut kocar-kacir melarikan diri ketakutan. Setelah itu
terjadi kesepakatan antara FPI dan Polres bahwa lahan keluarga Ronah
diberikan police line dan tidak boleh digunakan oleh siapa pun
sebelum jelas status hukumnya, selanjutnya FPI membubarkan diri. Namun
saat FPI membubarkan diri, pihak Polres khianat dengan menganiaya
sejumlah Habaib dan Ustadz yang tertinggal dari rombongan serta
menangkap dan menahan mereka. Police Line pun mereka cabut atas permintaan Kompeni Naga AS.
Tengah
malamnya, Polres menggerebek rumah keluarga Ronah di desa sebelah
Perumahan Alam Sutera, lalu mengobrak-abrik seisi rumah untuk mencari
surat tanah lahan keluarga Ronah. Karena surat yang dicari tidak
didapat, maka tiga orang keluarga Ronah dianiaya dan digelandang ke
Polres serta diperiksa dan ditahan hingga kini tanpa didampingi
pengacara. Akibat kejadian tersebut semua keluarga Ronah ketakutan dan
melarikan diri membawa surat tanah yang selama ini mereka sembunyikan.
Kini. Keluarga Ronah berikut surat tanah tersebut dalam perlindungan dan
pengamanan FPI. Mereka semua berikut surat tanahnya ditempatkan di
lokasi aman.
Karenanya, pada tanggal 10 Juni 2013 FPI bersma Ormas-ormas Islam mendatangi Mapolda Metro Jaya untuk melaporkan kejahatan Kompeni Naga Alam Sutera dengan gerombolan centengnya termasuk para perwira dan staff Polres Metro Kabupaten Tangerang yang terlibat. Sekaligus mendorong Polri untuk membersihkan tubuh Polri dari budak Kompeni Naga! Polri harus bersih dan harus selalu menegakkan keadilan, serta wajib senantiasa melindungi rakyat terzalimi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar