“Maha
suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya
agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)
kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Isra’ [17]: 1)
Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad Saw dari Masjidil Haram di Makkah
ke Masjidil Aqsa di al-Quds. Sedangkan Mi’raj adalah kenaikan Rasulullah
Saw menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat
dijangkau oleh ilmu semua makhluk, Malaikat, manusia, dan jin. Semua itu
ditempuh hanya dalam waktu semalam.
Isra’ Mi’raj merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad Saw yang
dikaruniakan Allah Swt. Jumhur ulama sepakat bahwa perjalanan ini
dilakukan beliau dengan jasad dan ruhnya. Menurut riwayat Ibnu Sa’ad
dalam kitab Thabaqat-nya, peristiwa yang mengguncangkan penduduk Makkah
ini terjadi delapan belas bulan sebelum hijrah.
Kisah perjalanan ini disebutkan oleh Imam Bukhari dan Muslim secara
lengkap dalam Shahih-nya. Disebutkan bahwa dalam perjalanan ini,
Rasulullah saw menunggang Buraq, yakni satu jenis binatang yang lebih
besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta. Binatang
ini berjalan dengan langkah sejauh mata memandang. Disebutkan pula bahwa
Nabi saw memasuki Masjidil Aqsha lalu shalat dua raka’at di dalamnya.
Jibril kemudian datang kepadanya seraya membawa segelas susu dan segelas
khamr. Nabi saw kemudian memilih susu, setelah itu Jibril mengatakan,
“Engkau memilih fitrah.” Dalam perjalanan ini, Rasulullah saw naik ke
langit pertama, kedua dan ketiga dan seterusnya hingga ke Sidratul
Muntaha. Di sinilah kemudian Allah mewahyukan kepada beliau apa yang
telah diwahyukan, di antaranya kewajiban salat lima waktu atas kaum
Muslim, di mana pada awalnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam.
Harus disebutkan bahwa mukjizat Isra’ dan Mi’raj terjadi menyusul
rentetan kejadian yang menyedihkan yang dihadapi oleh Rasulullah saw. Di
antaranya adalah meninggalnya paman beliau Abu Thalib yang telah banyak
melindungi beliau dari penyiksaan kaum Quraisy, meninggalnya istri
beliau Khadijah yang terus menerus menambah semangat, tekad yang kuat
dan kemauan yang keras dalam diri beliau, serta semakin kerasnya siksaan
kaum Quraisy dan orang-orang yang menjadi sekutunya, termasuk penolakan
yang keras oleh kaum Thaif saat beliau berdakwah ke sana. Peristiwa
beruntun yang terjadi di tahun itu dinamakan dengan ‘amul huzni (tahun
berduka cita).
Setelah itu datanglah “undangan” Isra’ dan Mi’raj sebagai penghormatan
dari Allah dan penyegaran semangat dan ketabahannya. Di samping itu
sebagai bukti bahwa apa yang baru dialaminya dalam perjalanan ke Thaif
bukan karena Allah murka atau melepaskannya, melainkan hanya merupakan
sunnatullah yang harus berlaku pada para kekasih-Nya. Sunah dakwah
Islamiyah pada setian masa.
Allah swt hendak menghibur Rasul-Nya dengan perjalanan yang penuh
berkah. Dalam perjalanan itu, tepatnya di Baitul Maqdis beliau shalat
bersama para nabi dan beliau tampil sebagai imam. Seolah-olah Allah swt
berfirman tentang peristiwa ini kepada Nabi dan sekaligus kekasih-Nya:
“Wahai Muhammad, sesungguhnya masa depan milikmu dan umat sesudahmu,
sehingga batas negaramu akan melewati Baitul Maqdis, begitu juga
warisan-warisan agama terdahulu berada di pundakmu.”
Sambil shalat di belakang Rasulullah saw, para Rasul Allah itu
seolah-olah berkata kepada beliau: “Pergilah menuju Tuhanmu, doa kami
selalu bersamamu.” Ketika beliau Mi’raj ke langit, seolah-olah para
malaikat di langit berkata kepada beliau: “Jika bumi terasa sempit
olehmu, maka langit telah membuka dadanya untukmu. Jika orang-orang yang
bodoh dan zalim di antara penduduk bumi menyakitimu, maka penduduk
langit telah berdiri menyambut kedatanganmu.”
Semua ini telah menciptakan semangat baru dalam diri Rasulullah saw dan
kaum mukminin. Sehingga setelah beliau kembali dari perjalanan yang
penuh berkah ini, beliau mulai menawarkan Islam dengan penuh semangat
dan optimisme kepada suku-suku dan para delegasi yang datang ke Makkah
guna berhaji.
Hingga kemudian Allah memerintahkan Nabi saw untuk berhijrah ke Yatsrib
dan mendirikan masyarakat baru yang Islami di sana, dan menyebarkan
risalah Islam ke seluruh penjuru Jazirah Arab. Dari sinilah kemudian
cahaya Islam menerobos seluruh belahan dunia dan menjadi rahmat bagi
seluruh alam semesta. Wallahu a’lam bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar