Apa yang aneh dari matematika di atas? Bagaimana mungkin 5 + 3 hasilnya jadi minus 2? Bukankah harusnya 8?
Betul, kalau jadi 8, itulah matematika manusia. Matematika yang biasa
saja. Ada matematika lain yang harusnya kita kenal. Yakni, matematika
halal haram.
Jika pendapatan saudara yang terdiri atas gaji, honor, dan pemasukan
lainnya senilai Rp 3 juta, lalu masuk yang haram Rp 5 juta, sesungguhnya
ia bukan bertambah. Tapi, minus, yakni minus Rp 2 juta.
Bila tiap bulan minus Rp 2 juta, maka dalam setahun akan menjadi minus
Rp 24 juta. Dan, kalau terus-terusan minus Rp 2 juta maka selama 10
tahun menjadi Rp 240 juta. Sebuah angka yang sangat besar.
Mengapa
nggak ketangkep? Apakah nggak ada yang berani? Itu belum dihitung dari
minus-minus lain dari perbuatan kita; shalat yang nanti-nanti, lisan
yang suka berbohong, pikiran yang suka kotor, dan hati yang kerap
dengki.
Tabung keburukan kita bisa-bisa jauh lebih banyak ketimbang kebaikan.
Ketidakseimbangan ini pada kemudian hari pasti akan menimbulkan banyak
kekacauan dan bencana buat dirinya, kehidupannya, rumah tangganya, dan
sekelilingnya.
Kalau Allah menarik kembali yang minus tadi dalam bentuk rupiah, aset,
harta benda, masih tak mengapa. Misalnya, Rp 24 juta itu (setahun) jadi
motor. Motor dipakai sama anak, tiba-tiba kecelakaan. Lalu, motornya
hancur, tapi anak tak terluka. Maka, itu benar-benar karena kebaikan
Allah.
Allah hanya mengambil impas saja.Tapi, siapa yang melakukan matematika
haram, lalu dosanya impas? Apakah setara saja dengan Rp 24 juta tadi?
Nggak. Sebab, akan dihitung semua kelakuan yang menyertai. Dosa langkah
kaki, dosa tangan, dosa mata, dan lainnya. Semua yang belum selesai di
dunia ini diperhitungkan di akhirat nanti.
Tapi, okelah. Manusia sekarang memang tidak memikirkan tentang akhirat.
Sebab, tidak tahu, tidak belajar, tidak paham, atau memang sudah mati
rasa. Nah, saya tadi bilang, kalau diambil lagi harta haram, masih tak
apa. Yang masalah, kalau sejak di dunia ini, Allah mengambil dengan cara
yang lain. Yang diambil adalah anaknya, misalnya.
Motor yang kecelakaan itu tidak apa-apa, justru anak yang meninggal! Itu
adalah siksaan tersendiri buat mereka-mereka yang sadar bahwa motor itu
motor haram, yang mengantarkan pada hilangnya nyawa anak. Benar-benar
hati yang mati yang sudah dicabut rasa jika tidak ada rasa sesal. Allah
jahatkah? Pembahasannya nanti. Saya cicil. Insya Allah.
Okelah, motor sama anak tidak diambil. Tapi, Allah konversi menjadi
penyakit? Minus Rp 24 juta dalam setahun, itu setara dengan serangan
jantung pertama. Yang kalau diteruskan, jantungnya bisa bermasalah
beneran. Tulisan ini buat introspeksi saya dan mereka yang mau
introspeksi.
Sekarang, bayangkan jika minusnya miliaran? Jika harta sudah tidak
sanggup membayar minusnya sebab sudah menggelembung dan membesar. Maka,
efeknya akan ke mana-mana. Galaulah jadinya dan hilang ketenangannya.
Apalagi, kalau sampai kematian telah tiba tanpa sempat bertaubat?
Maka..., Wallahu a'lam.
Kutipan Kolom Hikmah, Ustadz Yusuf Mansyur. Republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar