SENJA
mulai menjauh seiring datangnya sang malam, sebuah payung hitam yang
sangat luas perlahan mulai melingkupi alam semesta. Di beberapa
daerah di negeri ini suasana kehidupan pun mulai terlihat sepi. Namun
tidak demikian halnya dengan kehidupan di kota Bekasi, Jawa Barat
tepatnya di sebuah pusat perbelanjaan yang sangat megah di kota ini
yaitu Metropolitan Mall. Waktu boleh berganti tapi kesibukan tetap
berjalan seolah-olah tidak ada jarak dan waktu yang menjadi pemisah.
Di tengah kesibukan kota terlihat pemandangan yang cukup ironis di jalan
raya Kalimalang yang terletak di depan Metropolitan Mall. Jalan raya
yang membentang di sepanjang kalimalang ini terlihat sangat ramai dengan
berbagai jenis kendaraan yang lalu lalang. Di pinggir jalan tepatnya
dekat pembatas jalan raya terlihat seorang pengemis tua dengan pakaian
sangat kumal bahkan disana sini terdapat sobekan tergeletak begitu saja.
Tidak ada yang tahu dan mencari tahu tentang asal usul orang ini,
siapakah dia, mau kemana dia dan kenapa dia bisa berada disini ?. Setiap
orang maupun kendaraan yang lalu lalang punya kesibukan tersendiri dan
untuk sekedar melihat kesibukan sekejappun sepertinya ada keengganan.
Pengemis tua inipun dengan susah payah berusaha menyeret tubuhnya dengan
bantuan kedua tangannya. Sesekali dia melambaikan sebelah tangannya
kearah kendaraan yang hampir saja menabraknya, saya tidak tahu apakah
maksudnya minta pertolongan atau memberi tahu kepada sang sopir bahwa
disana ada seorang yang tidak berdaya yang juga masih butuh kehidupan.
Beberapa waktu sebelumnya ketika saya sedang berjalan-jalan di sore hari
tidak jauh dari sebuah pusat perbelanjaan yang juga cukup ramai di Kota
Batam tiba-tiba, kaki saya tertarik untuk melangkah menuju sekumpulan
kecil perumahan warga yang dari jauh saja sudah terlihat kontras dengan
lokasi sekitarnya. Saya langsung menghampiri sebuah rumah yang membuat
mata terasa takjub melihatnya. Tempat yang telah mereka tempati selama
lebih kurang lima tahun ini dari waktu kewaktu tidak mengalami perobahan
yang berarti malahan dibeberapa bagian sudah lapuk dimakan usia. Rumah
yang dihuni oleh sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri
dan 3 orang anak ini hanya beratapkan seng bekas yang sudah bocor
dimana-mana, dindingnya juga dari kardus bekas yang dikumpulkan dari
para penjual buah kaki lima, seluruh ruangan berlantaikan tanah.
Sementara untuk 2 kamar hanya disekat dengan kardus dan dialas juga
dengan menggunakan kardus jika hujan turun sering mereka tidak bisa
istirahat bahkan ancaman banjir yang bisa datang dengan tiba-tiba sering
menghantui. Hampir tidak ada pemandangan yang menarik disini, perabotan
yang ada sudah kusam dimakan usia dan jangan pernah berharap menemukan
sarana hiburan yang paling sederhana sekalipun. Keluarga ini mencoba
terus bertahan hidup dengan menjual es kelapa muda di sepanjang troroar
dekat sebuah Mall. Penghasilan setiap harinya hanya cukup untuk makan
sekeluarga bahkan kadang tidak mencukupi karena biaya hidup yang cukup
tinggi di kota industri ini.
Inilah ternyata wajah lain dari bumi pertiwi tercinta yang tersimpan
dibalik sisi lain dari wajahnya. Seperti apakah sisi wajah yang lain
itu?. Mari kita putar pandangan kita ke arah lain untuk melihat wajah
yang kontroversial dari pemandangan yang telah kita lihat sebelumnya.
Tidak perlu mencari perbandingan yang terlalu jauh karena tidak jauh
dari lelaki pengemis tua tadi tergolek terdapat dua buah pusat
perbelanjaan yang sangat megah, bukan hanya megah tapi setiap waktu
tempat ini selalu dipadati pengunjung yang umumnya berasal dari
kalangan menengah keatas. Uang ratusan rupiah bisa dihabiskan dalam
hitungan jam disini. tapi apa yang mereka habiskan tentu saja sesuai
dengan tingkat pendapatan mereka. Sejumlah harta yang dibelanjakan
disini mungkin hanya sekian persen dari total semua anggaran yang telah
ditetapkan untuk dikeluarkan. Begitupun dengan kehidupan disekitar
tempat tinggal keluarga penjual es kelapa muda di Pulau Batam, tidak
jauh dari sana tedapat kawasan industri yang cukup besar bahkan
merupakan kawasan industri terbesar di pulau ini. Berbagai produk
dihasilkan disini mulai dari produk kesehatan sampai elektronik.
Investor dari dalam dan luar negeri berlomba-lomba untuk menanamkan
sahamnya di berbagai perusahaan yang ada. Begitupun sumber daya manusia
yang dibutuhkan baik tenaga ahli maupun tenaga kerja biasa. Berbagai
strategi dilakukan untuk dapat selalu eksist dan dapat bersaing. Bisa
dibayangkan berapakah jumlah rupiah yang setiap saat mengalir ke
kantong- kantong mereka yang berada disana?. Dan gambaran yang saya
tuliskan ini hanya sebagian kecil dari potret kehidupan di Indonesia.
Sementara jika dilihat data dari Badan pusat Statistik pada Januari 2012
penduduk miskin pada masing-masing pulau di Indonesia antara lain
di Sumatera, 12,20% , Jawa 12,09 %, Bali dan Nusa Tenggara 15,46
%, Kalimantan 6,88 %, Sulawesi 12,17 %, Maluku dan Papua 25,25%. Menurut
Suryamin, Plt Kepala Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang (12,36%).
Inilah indonesia yang tidak bisa dikategorikan memilki tingkat
perekonomian rendah apalagi dikatakan negara miskin karena menurut data
dari Badan Pusat Statistik dalam rilis beritanya beberapa waktu yang
lalu menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2010
mencapai 6.1 persen, melebihi pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan
pemerintah yaitu sebesar 5.8 persen. Selanjutnya nilai Produk Domestik
Bruto atau dapat disebut sebagai nilai semua barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu mengalami peningkatan
menjadi Rp 6422.9 Triliun pada tahun 2010, lebih tinggi jika
dibandingkan nilai Produk Domestik Bruto pada tahun 2009 yaitu sebesar
Rp 5603.9 Triliun. Dan yang paling mencengangkan adalah pendapatan
perkapita penduduk Indonesia sebesar Rp 27 juta pertahun, lebih tinggi
dibandingkan pendapatan perkapita tahun 2009 yang sebesar Rp 23.9 juta
pertahun Sebuah pencapaian yang cukup baik setidaknya menurut tim
ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Tapi yang menjadi permaslahannya adalah jurang pemisah yang cukup lebar
memisahkan dua wajah. Dua wajah yang berada dalam satu jasad ini
memiliki perbedaan yang sangat mencolok. sampai kapankah akan seperti
ini, kapankah dua wajah ini akan menjadi serasi dan nyaman dipandang
oleh siapapun?
Dan PKPU sebagai Lembaga Kemanusiaan Nasional yang mempunyai Visi
menjadi lembaga terpecaya dalam membangun kemandirian tidak ingin
membiarkan dua wajah ini terus terpisah. Karena kemandirian yang
dimaksud disini bukan hanya kemandirian untuk bagian wajah yang telah
mulus cantik karena terus dipoles tapi terutama sekali untuk wajah yang
masih belum terurus.
Satu hal yang tidak bisa dipungkiri Indonesia adalah sebuah negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun banyaknya jumlah muslim di
Indonesia belum bisa dikatakan memiliki andil yang besar dalam
memperbaiki perekonomian yang semakin menindas, dua wajah yang begitu
kontras yang setiap hari melintas di depan mata seakan hanya hiasan
kecil.
Inilah salah satu yang mendasari bagi PKPU semakin giat berpartisipasi
dalam memberi solusi terhadap berbagai permasalahan kemanusiaan yang
muncul di negeri ini. PKPU menghimpun berbagai bentuk dana sosial yang
kemudian dimanfaatkan untuk pemberdayaan umat. Diantara dana yang
dikumpulkan adalah dana zakat. Zakat yang pada hakikatnya berlaku pada
semua jenis harta yang dimiliki yang bersifat produktif. Zakat melekat
dengan pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup para penerimanya.
PKPU disini adalah sebagai amilin yang mengambil zakat dari umat
sebagaimana diperintahkan dalam Al quran Surat Attaubah : 103 yang
artinya :” Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka.
Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Zakat yang dihimpun oleh PKPU dari para muzaki, kemudian dibuat berbagai
program yang tujuannya menperbaiki taraf hidup penerima zakat, sesuai
dengan makna yang tersirat pada ayat diatas bahwa keberadaan PKPU
sebagai amil dalam mengelola zakat memiliki peran yang sangat strategis.
Artinya, amil diharapkan mampu mewujudkan cita-cita zakat sebagai salah
satu instrumen dalam Islam (Sistem ekonomi Islam) dalam rangka
menciptakan pemerataan ekonomi dan harmonisasi antar umat. Dalam konteks
ini, para amil zakat tidak hanya sekedar mengumpulkan dan
mendistribusikan zakat, tetapi juga dituntut untuk mampu menciptakan
pemerataan ekonomi dan menghilangkan kesenjangan ekonomi umat
(mempersatukan dua wajah yang terpisah) sehingga kekayaan tidak hanya
berputar pada satu golongan atau satu kelompok orang saja.
Dengan adanya berbagai program yang dilaksanakan oleh PKPU ini semoga
bisa menjadi “problem solving”terhadap permasalahan di negara kita
terutama masalah yang berkaitan dengan kemanusiaan. Para pengemis yang
biasa hidup dijalanan karena tuntutan kebutuhan, keluarga tidak mampu
yang hidup ditengah terpaan kerasnya kehidupan dan biaya hidup yang
terus melambung diharapkan perlahan- perlahan bisa hidup dengan layak
dan tentunya bisa mandiri sesuai dengan apa yang menjadi visi dari PKPU
sendiri. PKPU ada bukan untuk memanjakan masyarakat ekonomi lemah tapi
justru untuk menjadikan mereka memiliki kekuatan untuk bangkit dan hidup
dengan layak.
Dengan demikian dua wajah yang tadinya berbeda akan bisa menebarkan senyum yang sama indahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar