BANDUNG (voa-islam.com) -
Indonesia berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, tapi entah
mengapa justru yang mayoritas itulah yang dizalimi bahkan dimusuhi.
Ironisnya bukan oleh orang-orang kafir tapi oleh tokoh pemerintah yang
notabene mengaku sebagai Muslim.
Fenomena
itu terlihat dalam kasus konflik antara umat Islam dengan pengikut
aliran sesat Syiah di Sampang, Madura. Umat Islam yang resah lalu
melakukan perlawanan lantaran keyakinannya dilecehkan justru dianggap
sebagai kekerasan dan harus ditindak.
Oleh
sebab itu Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) KH. Athian Ali M. Dai,
MA menyayangkan sikap para tokoh pemerintah yang hanya memandang ketika
kemarahan umat Islam saat keyakinannya dilecehkan oleh aliran sesat
sebagai kekerasan dan harus ditindak.
“Umat
Islam di negeri ini dimusuhi, karena memang itulah Islam; kalau tidak
diimani ya dimusuhi. Lucu melihat pernyataan para tokoh di pemerintahan
seperti Mahfud MD yang menyatakan bahwa aparat harus segera mengambil
tindakan kepada para pelaku kekerasan. Jadi semua melihat yang namanya
kekerasan itu hanyalah ketika orang marah karena keyakinan mereka
diinjak-injak, itulah kekerasan. Tapi orang yang menginjak-injak
keyakinan orang itu bukan kekerasan. Karena di mata orang-orang tidak
beragama seperti ini, menghina agama itu tidak ada apa-apanya, sesuatu
yang di mata mereka tidak ada masalah,” ungkapnya saat diwawancara
voa-islam.com, Rabu (29/8/2012).
Memang,
seperti diberitakan di berbagai media, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud
MD meminta aparat bertindak tegas terhadap pelaku penyerangan aliran
sesat Syiah di Sampang, Madura.
"Aparat
penegak hukum harus mengambil tindakan tegas terhadap pelaku penyerangan
tersebut," katanya usai Syawalan 1433 Hijriah Keluarga Alumni Himpunan
Mahasiswa Islam (KAHMI) di Yogyakarta, Minggu (26/8/2012).
Lebih
lanjut, ulama asal Bandung ini menjelaskan yang dimaksud orang tidak
beragama bukanlah orang atheis tak menganut agama apa pun. “Maksud saya
orang yang tidak beragama itu orang yang tidak mengerti agama, boro-boro
menghayati agama,” jelasnya.
Menurutnya,
seorang Muslim itu seharusnya menjadikan keyakinannya sebagai sesuatu
yang lebih mahal dari segala-galanya, bahkan dari nyawanya sekalipun.
“lebih
baik orang menginjak kepala sayalah daripada menginjak-injak keyakinan
saya. Saya mungkin masih bisa bersabar kalau ada orang menginjak kepala
saya, tapi tidak mungkin saya bisa bersabar ada orang menginjak
keyakinan saya. Karena bagi saya keyakinan itu sesuatu yang termahal,
saya lebih baik mati daripada keyakinan saya diinjak-injak orang,”
paparnya.
Namun, ketika umat Islam marah karena keyakinannya diinjak-injak justru merekalah yang diberi stigma negatif. “Ketika umat Islam marah lalu dituduh teroris, ekstrimis, fundamentalis,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar